Pagi ini para pelayan terlihat sibuk mondar-mandir dengan membawa tumpukan garmen dan berbagai perhiasan mewah. Mereka berjalan terburu-buru ke sebuah kamar di kastil utama. Sesampainya, mereka membuka pintu kamar itu tampak seorang gadis telah terduduk manis di tengah kamar itu. Gadis itu sesaat terperanjak melihat empat pelayan wanita yang memasuki kamar mewah itu. Dia kemudian berdiri dengan tatapan cemas mengarah pada benda-benda yang dibawa pelayan itu.
"My lady!"
"Ye-yes?" Aleenor tampak menjawabnya, sudah lama tidak ada yang memanggilnya demikian.
"Izinkan kami untuk melakukannya," ucap salah seorang pelayan wanita yang langsung berjalan mendekati Aleenor diikuti tiga pelayan wanita lainnya.
"Tunggu," ucap Aleenor mencekal tangan salah satu pelayan yang ingin melepas pakaiannya. "Biarkan aku melakukan mengurus pakaianku sendiri."
"Tetapi his lordship akan marah jika kami tidak melakukan pekerjaan yang telah diperintahkannya."
"Setidaknya biarkan aku mengganti pakaianku sendiri."
Aleenor melepaskan tangan pelayan itu lalu berjalan melewatinya. Dia mengambil salah satu gaun yang berada di tumpukan teratas dari gaun-gaun yang dibawa pelayan wanita. Kemudian Aleenor menyuruh para pelayan itu untuk memunggunginya.
Satu per satu pakaian dilepas Aleenor perlahan. Tubuh berkulit putih pucat itu kemudian terekspos menampilkan lekukan yang indah yang sebelumnya berusaha disembunyikan oleh pemiliknya. Sesaat Aleenor menautkan keningnya ketika melihat dirinya telanjang di cermin. Dia lalu memakai gaun bewarna biru laut itu. Dilihatnya dirinya di cermin kembali, gaun itu memang tampak indah mungkin terlalu bagus untuk dikenakannya hingga terkesan tidak cocok untuknya. Perhatian Aleenor kemudian teralih pada salah satu pelayan yang mengenakan selendang menutup leher dan kepalanya. Aleenor menepuk pundak pelayan itu membuat pelayan itu menoleh padanya. Tampak keterkejutan di wajah pelayan itu ketika melihat Aleenor.
"Biarkan aku meminjam selendangmu."
Pelayan itu mengangguk seraya tangannya mulai melepaskan selendang yang melilit lehernya. Aleenor merasa miris dengan dirinya bahkan pelayan pun enggan menatapnya melihat bagaimana pelayan itu memalingkan muka. Dia kemudian mengijinkan pelayan lainnya untuk menatapnya. Para pelayan itu lalu melakukan pekerjaan mereka dengan menata rambut Aleenor dan menghias tubuhnya dengan perhiasan mahal.
***
Beberapa saat berlalu...
Kedua pelayan bersiap untuk menarik dua gagang pintu kamar dari dalam. Aleenor mulai menegakkan kepalanya mendengar suara pintu itu terbuka. Dalam pandangannya terlihat Duke pemilik kastil itu telah menunggunya di seberang pintu. Perlahan Aleenor mulai melangkahkan kakinya menuju duke yang saat ini menatapnya dengan pandangan tak terbacakan. Dia lalu menghentikan langkahnya ketika berhadapan dengan Jaren.
"Kau lebih terlihat seperti wanita saat ini," ucap Jaren.
Perhatian Jaren terpaku pada selendang yang menutupi bagian atas tubuh Aleenor membuat kalung mutiara mahal yang di pakai gadis itu hanya terlihat sebagian. Tangannya mulai meraih selendang Aleenor berniat untuk melepaskan selendang yang terlihat kumuh itu dari gaun mahal yang sengaja disiapkannya. Tatapan Jaren terahlihkan menatap mata Aleenor ketika gadis itu memegang tangannya.
"Saya tidak suka memperlihatkan bagian tubuh saya," tukas Aleenor menatap balik Jaren.
"Aku tidak berniat sama sekali untuk melihat tubuhmu, hanya saja selendang itu membuat gaun mewah itu terlihat murahan."
Jaren masih menatap Aleenor yang kemudian memalingkan muka, manik Jaren kembali menatap selendang yang sewarna dengan gaun biru yang dipakai Aleenor. Sepertinya dia akan membiarkan Aleenor memakainya, lagipula dia tidak terlalu peduli dengan penampilan Aleenor. Yang terpenting untuknya gadis itu menemaninya di pesta ini, setidaknya untuk menjauhkan Margareth darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Historical FictionMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...