The day of my patients

5.5K 479 22
                                    

makasih ya buat yang masih lanjut baca, koreksi dan tanggapan kalian di komen, ngebantu aku banget buat nulis loh :))

Siang itu, Bela berjalan tidak semangat melewati lorong rumah sakit dengan kedua tangan di dalam saku jas putihnya. Matanya memang menatap ke depan, tapi pikirannya kemana-mana. Dia masih kepikiran percakapan prof. Rima tentang pemberian tugas untuk penelitiannya.

Wanita itu baru terpikir, mengapa dokter Sandra menolak tugas itu begitu tahu pasiennya adalah Dave. Tapi mengingat tidak masuk akalnya tugas itu dan imbasnya pada RS, Bela yakin wanita itu hanya tidak ingin mengambil resiko.

Dan melemparkan tugas itu padanya, dia yakin Sandra hanya ingin menjatuhkannya. Mereka saingan, remember? Bela menghentikan langkah sambil mendengus kesal dan menengadahkan kepala keatas.

Nggak. Kalau begitu dia nggak boleh gagal. Sandra tidak boleh terus meremehkanya. Bela menarik nafas dalam sebelum menganggukkan kepala. Dia sudah bertekad, keberhasilan misinya harus membuat Sandra menyadari keunggulannya, juga untuk membuktikan kualitasnya pada RS, dan terutama untuk prof. Rima.

Dia harus membuat wanita yang sempat menjadi panutannya itu benar-benar mulai menghargainya setelah dia mendapatkan gelar doktornya nanti. Yang paling penting misinya harus berhasil untuk menjadi bukti kalau dia lebih dari layak sebagai seorang Psikiatri. Bela melanjutkan langkahnya lagi, kali ini wanita itu melangkah lebih mantap.

Saat berjalan melewati lorong kamar pasien, dia melihat beberapa dokter residen berkumpul di pintu ruangan salah satu pasien yang tertutup. Ada suara riuh terdengar dari dalam dengan beberapa peralatan rumah sakit yang berserakan di lantai depan pintu. Saat itu suster Ayu yang pertama melihatnya langsung menghampiri.

"Dok! Roby kambuh," suster Ayu menunjuk ke arah pintu. Roby? Bela berdecak sambil mengeluarkan tangan dari saku sebelum berjalan ke pintu pasien.

Wanita itu menatap sebal melihat beberapa dokter laki-laki yang sebagian bertubuh kekar itu bukannya menenangkan Roby yang bahkan jauh lebih muda dan bertubuh lebih kecil dari mereka. kesalnya makin bertambah melihat dokter Rio yang bertanggung jawab dengan pasien malah menahan pintu dan berlindung di baliknya.

"Minggir!" suruhnya setengah membentak.

Dokter Rio menatapnya ragu sebelum pelan-pelan membuka pintu dan segera bergeser ke balik dinding di ikuti dokter lainnya.

"PERGIH!! BUKAN SAYA PELAKUNYAH! PERGII!!"

Prankk!

Bela spontan mengelakkan kepala menghindari lemparan piring dari Roby. Wanita itu merunduk memunguti mug, vas bunga, dan piring yang semuanya terbuat dari alumunium hasil lemparan anak itu. sambil memandangi residennya, Bela menarik nafas lalu mengulurkan tangan meminta jarum suntik berisi obat bius kepada suster Ayu, sebelum memberanikan diri berjalan masuk ke ruang pasien.

"PERGI! Hah..Pergi aku bilang!!!" teriak Roby terengah mengangkat tangan siap melempar besi penyangga infus.

Prank!

Tapi Bela duluan melempar piring alumunium itu ke dinding di sampingnya, membuat tubuh anak itu bergidik dan meringkuk di sudut ruangan.

"SIAPA YANG HARUS PERGI?!! SIAPA! HAH?!" tanyanya ikut berteriak.

Prank! Bela melempar sekali lagi ke dinding, kali ini mug. Setelah memastikan tidak mengenai Roby. Anak itu tidak bergerak tapi matanya nyalang menatap Bela. Wanita itu berjalan mendekat.

"Haeeugh..!" geramnya mengangkat vas bunga, mau melempar lagi. Roby refleks memalingkan kepala menghindari lemparan.

Setelah beberapa detik tidak ada yang terjadi, Roby baru kembali menoleh. Tatapannya mengendur menyadari Bela hanya menggertak. Syukurlah nafasnya juga mulai teratur.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang