Happy readiiing :))
Bela memperhatikan taman yang di penuhi pasien-pasien RS Sentosa Rahardja pagi itu. Tatapannya beralih kelangit yang tidak juga menunjukkan tanda matahari akan muncul. Padahal sudah hampir jam delapan pagi. Meskipun mendung, tapi pasien-pasiennya tetap melakukan aktifitas di taman RS.
Ada yang latihan berjalan, senam-senam kecil menggerakkan badan, atau sekedar mengobrol. Bahkan ada yang melompat kesana-kemari dan bertingkah aneh sampai membuat beberapa perawat kewalahan.
Bela tersenyum memperhatikannya. Dia selalu suka melihat mereka tidak didalam ruang perawatan dengan berbagai alat medis, karena terlihat seperti orang sehat dan normal pada umunya.
"Pasien masih nyari udara seger?" Bela spontan menoleh mendengar suara Tami.
"He-em." Sahutnya lalu kembali memperhatikan pasien.
"Apa kamu dokter amatiran?!" Bela mengernyit sekaligus terkejut mendengar bentakan Sandra dan lengannya yang ditarik tiba-tiba.
Setelah beberapa kali memperlihatkan ekspresi marah saat berpapasan ketika dia bersama Dave, sikap Sandra semakin menjadi. Wanita itu bahkan sering menyindirnya di rapat dengan mengatakan kalau Bela keganjenan dengan pasiennya, Dave.
Padahal semua orang tahu kalau dia hanya melakukan misinya. Selama ini Bela hanya mendiamkan karena mengira wanita itu hanya iri, mengingat dia memilih menerima misi yang di tolaknya. Tapi kali ini Sandra menyinggung pekerjaannya, ini tiidak boleh terus dibiarkan.
"Maksud kamu apa?" tanya Bela melepaskan tangannya.
"Kenapa kamu memindahkan ruangan dan melepaskan pancungan pasien cabul itu?"
Bara? Oh ya, dia memang sudah memindahkan Bara keruang perawatan intensif karena pria itu menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Tapi apa peduli Sandra? Bukankah dia bukan dokternya Bara lagi? Tunggu, jangan bilang pria itu mengulah pada Sandra?
"Pasienmu itu masih gila, belum bisa di pindahkan. Kamu tidak bisa menilai dengan benar? Dasar amatiran!" ucap Sandra sinis.
"Jaga ucapanmu DOKTER Sandra," Desis Tami memperingatkan karena beberapa dokter dan perawat yang juga mengawasi pasien di taman mulai memperhatikan.
Sandra hanya mengibaskan rambut dengan sikap angkuh mengabaikan ucapan Tami dan kembali menatapnya. Tadinya Bela ingin menahan emosi, tapi saat itu dia melihat Ira berdiri dibelakang Sandra dengan sebelah alis terangkat dan melipat tangan didada. Seperti menyuruhnya untuk membalas ucapan Sandra.
"Tidak ada yang salah dengan penilaian saya. Karena saya lebih tahu pasien saya dari dokter manapun." Bela maju selangkah sambil melipat tangan. "Tidak tahu kenapa, hanya didepan dokter pasien saya berulah. Padahal tidak ketika dengan yang lain." Bela langsung mengangkat tangan saat Sandra mau membuka mulut.
"Kalau begitu, hanya ada dua kemungkinan bukan? Pasien saya yang memang bermasalah, atau...dokter yang menggodanya?" wajah Sandra langsung merah padam menahan amarah.
"Tentu saja pasien kamu yang bermasalah!" setelah mengatakan itu Sandra langsung berbalik dan hampir menabrak Ira.
"Ups! Hati-hati. Dokter nggak mau kan, jatuh didepan residen? Nanti dikirain pasien loh, jalan aja nggak bener." ucap Ira memegangi kedua lengan Sandra sambil tersenyum meremehkan. Wanita itu lantas menepis tangannya lalu beranjak dengan hentakkan kaki.
"Ngatain orang dokter amatiran. Dia sendiri marah-marah nggak jelas. Kan lebih mirip sama pasien." ucap Ira setengah mengomel.
Bela dan Tami cuma menggeleng tidak habis pikir. Bela beralih memperhatikan Sandra yang tidak sabaran menekan-nekan tombol lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...