Akhirnya setelah mood berantakan dan semakin kacau dengan hape yaang mendadak rusak, bisa update juga. Hope you guys, enjoy this part. Semoga apresiasi kalian lewat vote terutama komen bisa memperbaiki mood dan nambah semangat saya ("-__-)V
~~~
Bela mengerutkan alis tiba-tiba merasa sesak. Matanya yang terpejam bergerak pelan sebelum terbuka. Dia menyadari sekeliling kamar Dave gelap. Tapi bukan itu yang membuatnya sesak, dia lantas menunduk. Ternyata tangan dan kaki Dave.
Bela mencoba bergeser, tapi tidak bisa sama sekali. Tangan Dave mengurung tubuh bagian atas sementara satu kaki pria itu setengah menindih kedua kakinya. Dan tangannya yang terhimpit tidak membantu sama sekali. Dari pada memeluk mesra, kok pria itu lebih seperti sengaja membuatnya tidak bisa bergerak?
"Dave? Aku kesulitan bernafas," keluhnya. Tapi Dave cuma melenguh pelan tanpa mengubah posisi apalagi membuka mata.
"Dave...!" panggilnya setengah berseru sambil mengguncang dada pria itu.
"Ssh..tenanglah Bela." Ucap Dave mengusap-usap bahunya tanpa membuka mata.
"Tenang? Memangnya aku kenapa?" kedua mata Dave terbuka dan langsung menatapnya.
"Kamu sudah bangun?"
"Kamu ngapain sih ngurung aku begini? Aku susah bernafas,"
"Kamu terus mengeluh dan tidak bisa tidur dengan tenang. Aku nggak mau kamu sampai tidur dilantai lagi."
"Lagi?"
"Hm. Ini bukan yang pertama kamu mengeluh sakit sepanjang malam. Kamu kenapa? Apa yang sakit?" tanya Dave cemas.
Bela mencoba mengingat-ingat. Sepertinya dia tidak pernah mengeluh. Apa dia melakukannya tanpa sadar? Ya Allah, jangan bilang Psikosomatisnya kambuh? Memang, tidak heran setelah apa yang terjadi semalam membuat penyakit karena pikirannya kacau itu kambuh. Dan Dave bilang ini bukan yang pertama?
Dave memperhatikan bola mata Bela bergerak gelisah sebelum menyeka pelipisnya yang berkeringat. "Kamu juga bekeringat dingin. Kita harus ke dokter."
Bela menggeleng. "Ini karena psikosomatis aku, Dave."
"Psikosomatis?"
"Ya." Bela berdehem sebelum melanjutkan. "Aku punya psiksomatis ringan. Gejalanya merasa sakit di beberapa bagian tubuh tertentu. Hanya merasa, tidak benar-benar sakit. Cuma perlu istirahat lebih besok juga baikan. Jadi nggak perlu ke dokter." Bela mengernyit melihat kerutan alis Dave semakin dalam.
"Maafkan aku." ucap pria itu dengan tatapan menyesal.
"Untuk?"
"Seharusnya aku tidak mengacaukan pikiran kamu dengan menceritakan kejadian pahit itu tepat sebelum melamar kamu." Ah lamarannya.
Dave semakin merasa bersalah melihat Bela memejam sekilas dengan alis berkerut saat dia membahas lamarannya. "Dengar." Dave mengusap kepala wanita itu. "Aku tidak meminta jawaban kamu secepatnya kan? Aku juga tidak akan memaksa kalau jawaban kamu—tidak seperti yang aku inginkan." Dave menjeda ucapan sambil memandanginya berusaha meyakinkan Bela.
"Jadi jangan merasa terbebani apalagi sampai sakit begini. Aku nggak tahan lihatnya." Lanjutnya mengusap kepalanya sekali lagi. Bela menggigit bibir melihat tatapan bersalah pria itu membuatnya ingin menangis.
"Hm-mm." Bela mengangguk sambil berusaha tersenyum. Dave mengecup singkat dahinya sebelum menariknya kembali ke pelukan.
Bela menarik nafas dalam-dalam sambil memejam merasakan hangatnya pelukan pria itu. Pelukan hangat yang mungkin akan menjadi terakhir kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...