A Long Night

5.3K 418 12
                                        

"Marry me Bela, please..."

Bela melepaskan pelukan untuk melihat wajah Dave. Memastikan kalau pendengarannya salah.

"Please..Marry me," tapi dia tidak salah dengar. Pria itu memang melamarnya. Me—melamar? Keduanya diam saling memandang beberapa saat. Bola mata pria itu tidak bergerak sama sekali menatapnya.

Bela lantas mengalihkan pandangan sambil tertawa hambar. Berharap semua yang dikatakan Dave hanya candaan. Tapi Dave menarik tangannya. "Aku tidak bercanda Bela." Tentu saja dia tahu.

Tatapan sendu dan sorot tajamnya jelas menunjukkan pria itu tidak main-main dengan ucapannya. Dia bahkan melihat jelas perasaan pria itu di matanya. Satu-satunya orang yang bermain dengan perasaan disini adalah dia. Dirinya sendiri.

"Aku bilang aku tidak bercanda." Ucap Dave lagi. "Kamu tidak percaya?"

Bela berusaha mendengus dengan kelopak mata berkedut. "Bagaimana aku percaya Dave? Kamu baru saja mengatakan hal terpahit dalam hidup kamu. Lalu tiba-tiba mengatakan ingin menikah denganku?" Bela menggeleng. "Dan lagi. Kita baru kenal—bahkan belum tiga bulan lamanya. Apa perasaan kamu sudah seyakin itu?"

Bola mata Dave bergerak pelan menatapnya. "Bukankah aku sudah menceritakan semuanya? Dan kamu masih belum mengenalku?" kamu yang belum mengenalku Dave! Kamu nggak tahu aku hanya berpura-berpura menjadi kekasihmu! Bela menutup rapat-rapat mulutnya agar tidak mengatakan kebenaran pahit itu.

"Bukankah kita bisa lebih mengenal setelah menikah nanti?" Bela menggeleng frustasi. Tidak tahu harus mengatakan apa melihat tatapan berharap pria itu.

Dave lantas mengangguk. "Aku memang belum lama mengenal kamu." Dave meletakkan tangan diatas tangan Bela yang digenggamnya.

"Tapi—kamu sudah mengetahui sisi lain dan moment terpahit dalam hidup ku. But you not go, you stay with me and—you crying with me." Dave menunduk sesaat dan mengangkat kepala dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.

"Kita tertawa dan menangis bersama." Dave mengulurkan tangan untuk menghapus air mata didagunya.

"Aku ingin tetap seperti ini. Aku tidak peduli dengan latar belakang dan apa yang kamu lakukan saat ini. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersama orang yang memilih tetap tinggal dan menangis bersamaku." Bela mengerutkan alis semakin dalam melihat tatapan sendu dan ketulusan di mata Dave.

"Katakan. Apa kamu masih perlu alasan lain mengapa aku ingin kita menikah?" Bela buru-buru mengalihkan pandangan sebelum airmatanya menetes. Demi tuhan, apa yang harus dia katakan untuk menyangkal semua ucapan Dave dan menggoyahkan perasaan pria itu, saat perasaannya sendiri menginginkan sebaliknya?

Perasaan? Tidak, dia tidak beoleh melibatkan perasaan lebih jauh kedalam pekerjaan. Dave hanya bagian dari pekerjaan. Bela lantas mengangguk. "Kalau begitu kamu mengatakannya di waktu yang salah." Wanita itu menggusap pipi dengan tangan yang bebas sebelum menoleh.

"Aku—" tadinya dia ingin menarik tangan dari genggaman Dave, tapi pria itu tidak ingin melepaskannya. "Aku seperti wanita kebanyakan yang menginginkan lamaran romantis." Kedua alis Dave bertaut.

"Ya. Aku ingin dilamar dengan moment dan—mungkin beberapa aksi romantis." Lanjutnya mengangkat bahu sambil berusaha tersenyum.

"Bukan berarti kamu menolak lamaranku, kan?"

"Itu—aku perlu waktu." Bela mendengus melihat tatapan curiga pria itu.

"Aku baru saja mendengar hal terpahit yang kamu alami. Lalu tiba-tiba kamu melamar tanpa persiapan apa pun. Aku butuh waktu untuk berpikir Dave."

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang