Haris menghela nafas lega melihat Dave akhirnya masuk setelah berdiri cukup lama di depan pintu rumah Bela. Dia benar-benar bersyukur Dave pergi ke tempat yang benar. Dokternya. Atau—wanita yang dicintainya.
"What are you doing, GUYS?"
Haris berbalik untuk melihat siapa yang bertanya. "Dokter Ira—ahh.." Haris mendesah pelan karena mulutnya perih ketika berbicara. Gadis yang menenteng belanjaan di kedua tangannya itu nyaris melotot begitu melihat wajahnya.
"Ya ampun, habis ngapain pak?" tanya Ira khawatir langsung berjalan mendekat. "Ada P3K nggak di mobil?" Haris mengangguk ragu.
"Ayo obati dulu," Ira meletakkan belanjaan untuk menu masakannya sebelum berjalan memutari mobil Haris.
"Saya—baik-baik saja. Tidak perlu dibati dok." Ucap Haris setelah Ira kembali dengan kotak P3K di tangannya.
"Mck, baik-baik apanya. Bonyok semua gitu." Ira lalu mendorong Haris agar duduk di kap mobil lalu berdiri didepan pria itu. "Pegang ini." katanya meletakkan kotak P3K di pangkuannya. Haris mengalihkan pandangan dengan risih. Ntah karena Ira memperhatikan wajahnya dengan seksama untuk memeriksa lukanya atau karena gadis itu berdiri terlalu dekat.
"Wah, pasti ini tempat favorit orang yang memukul ya," kata Ira mengoleskan obat merah di sudut bibir Haris setelah membersihkan lukanya.
"Ssh..tahu dari mana saya di pukuli?" tanya Haris mengernyit.
Ira menghentikan gerakan. "Terus ini luka apa? Nabrak tembok?" Ira menggeleng dengan tatapan aneh lalu lanjut mengobati pipi Haris yang sedikit memar.
"Dave yang melakukannya." Gerakan Ira kembali terhenti sesaat. Setahunya mereka berdua sahabat dekat kan?
"Saya di pukul karena—"
"Oke kamu nggak perlu menceritakannya. Aku pikir kita tidak sedekat itu." ucap Ira memotong perkataan Haris. Dia tahu sedikit tidak sopan mengatakan itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia seorang dokter jiwa yang pekerjaannya selain mengobati penyakit, juga mendengar banyak curhatan pasiennya. Jadi untuk mendengar curahan hati orang lain lagi, its little bit annoying. Apalagi bukan di jam kerjanya dan Haris bukan pasiennya.
"Saya tetap ingin memberitahunya." Oh, keras kepala sekali. Ira cuma mendengus pelan. Haris lantas melanjutkan. "Dave baru tahu kalau aku anak kandung papa tirinya."
Ira mengerjap dengan alis berkerut. Pantasa saja Dave menghajar Haris sampai begitu. Sejauh yang Ira tahu Dave tidak akrab dengan papanya. Dan dari cerita Bela, papanya yang lebih akrab dengan Haris menjadi salah satu masalah yang menganggu pikiran pria itu. ya ampun, Dave pasti mengira mereka bersekutu dibelakangnya. Ck..ck..ck...
Tidak ingin terlihat peduli Ira beralih menarik lengan bagian dalam Haris ada luka gores disana.
"Saya tidak sempat menjelaskan pada Dave yang terlanjur salah paham. Dia mengira saya bersekongkol dengan papanya untuk menjatuhkannya."
"Ya nggak heran sih," ucap Ira tanpa sadar. Dan langsung menyesal begitu melihat perubahan ekspresi Haris. "Uhm—maksudnya—"
"Saya tahu orang lain akan berpikir demikian. Tapi saya bukan orang seperti itu. saya tidak berpihak sama sekali dengan papanya."
"Lalu kenapa tidak memberitahu Dave sejak dulu?" Ira memutuskan menanggapi.
"Saya ingin melakukannya. Tapi tidak bisa." Ira cuma mengangkat bahu dengan ekspresi seolah Haris hanya beralasan.
"Saya anak istri kedua papa yang tidak sah. Mereka baru menikah setelah istri pertamanya meninggal. Keadaan keluarga yang tidak menerima mama sejak dulu membuat situasinya semakin rumit." Tatapan Ira berubah prihatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...