fifty Shades of Dave

6.8K 489 15
                                    

hay...ngerasa nggak sih, judulnya semacam, seumpama, seibarat :D iya, setelah melihat, meraba, menerawang, nggak tahu kenapa judul ini  yang cocok. baca dulu deh, mungkin kalian tahu kenapa. and tell me if you think so.

happy reading, dan jangan lupa KOMEN KOREKSINYA ;)

Dave melepaskan kacamata minus yang hanya digunakan jika membaca sebelum mengusap sebelah alis sambil memejam untuk mengistirahatkan matanya yang lelah karena sejak pagi menekuni berkas perusahaan di kantor. Pria itu menghela nafas membuat sekertaris yang duduk didepannya menoleh.

"Lelah Dave? Tinggal sedikit lagi. Kita bisa berhenti dan melanjutkannya nanti malam." Ujar Haris. Sahabatnya itu juga melakukan hal yang sama dengan membantunya sejak pagi tadi. Haris bahkan sudah menyelesaikan setengah pekerjaannya tadi malam.

"Kemudian menerima komentar pedas papa karena menunda pekerjaan dan mendapat hukuman?" Tanya Dave dengan nada malas sebelum menggeleng. "Tidak, terimakasih Har."

Haris menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk. "Hm—ya. Aku lupa, ini akhir bulan meskipun akhir pekan." Dave cuma mengangkat bahu tidak berniat menanggapi lebih lanjut.

Sudah nasibnya dijadikan budak perusahaan oleh papa tiri yang tidak pernah mengakuinya. Tidak pandang hari libur atau tidak, dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Dan fakta hidupnya sudah di tanggung papanya selama ini, tidak memberikan pilihan lain baginya bahkan hanya untuk mengeluh. Dave memasang kembali kacamatanya dan lanjut memeriksa berkas lain.

"Oh ya. Semalam saat mengantar berkas ke rumah papamu, tidak sengaja aku lihat pak Gunawan sedang menerima sebuah map coklat yang di berikan orang suruhannya." Perhatian Dave langsung teralihkan mendengar ucapan Haris.

Mereka berdua tahu, orang suruhan papanya yang di maksud Haris tidak akan datang kalau tidak untuk melaporkan informasi penting tentang pengawasan yang dilakukannya pada Dave.

Ya, papanya sendiri menyewa orang untuk mengawasi Dave. Tentu saja untuk mengetahui apa saja yang di lakukannya dan melihat kesalahan sekecil apapun yang mungkin dia lakukan.

"Map coklat itu berisi—"

BRAKK!!!

Ucapan Haris terputus. Seseorang membuka paksa nyaris mendobrak pintu ruangannya. Alis Dave berkerut dalam setelah melihat siapa orang itu.

"Pak—Gunawan?" Haris segera bangkit memberikan tempat untuk papanya yang berjalan menghampiri meja Dave dengan langkah lebar dan ekspresi marah.

"Saya tahu kamu orang lain di keluarga ini. Tapi bukan berarti kamu bisa bersikap brutal di depan umum dan mempermalukan keluarga!" Papa Dave membanting Ipad tepat di depannya dengan layar yang menunjukkan rekaman dari cctv yang menunjukkan seorang pria tengah memukuli seseorang tanpa ampun dengan latar rumah sakit jiwa Sentosa Raharja.

Dave terperanjat bukan karena tidak mengenali siapa pria itu. Jelas dia tahu itu adalah dirinya sendiri. Tapi yang membuatnya bingung bagaimana rekaman cctv RSJ itu ada pada papanya.

"Aku lihat pak Gunawan sedang menerima sebuah map coklat yang di berikan orang suruhannya..." Dave mengatupkan rahang mengingat ucapan Haris sebelumnya. Dia yakin pasti karena orang suruhan itu. Oh, papanya benar-benar berkuasa ternyata.

"Dasar brandalan. Sudah bertahun-tahun hidup dengan keluarga terpandang pun kamu tidak bisa menghilangkan sisi brandalan mu itu. Sudah merasa hebat kamu? Hah?!" suara papanya menggelegar di seluruh ruangan.

Dave harusnya merasa marah mendengar itu, tapi melihat wajah papanya yang merah padam menahan emosi membuatnya khawatir. Kalau di teruskan, asma akutnya bisa kambuh.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang