Tepat jam empat sore, Bela sudah selesai mengemasi meja kerjanya. Padahal masih ada waktu satu jam lagi sebelum jam pulang. Dave juga belum jemput.
Saat itu dia teringat perkataan Sandra tadi pagi soal Bara, dia juga mendapat laporan pria itu masih 'mengulah' pada beberapa suster. Lantas wanita itu memutuskan menemuinya.
Bela mengetuk pintu ruangan VVIP tempat Bara dirawat sebelum masuk. Bara seperti baru tersadar saat dia menutup pintu.
"Ahh, dokter Bela? Long time no see, right?" sapa Bara dengan wajah sumringah dan senyum pepsodent.
Long time katanya? Padahal terakhir kali Bela memeriksa dia itu semalam. Cuma hari ini saja tugasnya diwakilkan oleh residen. Bela cuma memutar mata sambil menggeleng, lalu berjalan mendekati ranjang Bara.
"Apa kabar pak Bara?" sapanya dengan nada formal. Meskipun mereka sudah berbicara nyaman, bahkan terkadang seperti teman, tapi dia tetap harus menjaga sikap profesional. Apalagi ini masih jam kerja.
"Ahh, lemes dok. kekurangan vitamin nih," Bara langsung memasang wajah lesu membuat Bela menggeleng sekali lagi. Jelas dia tahu pria itu pura-pura.
"Lemas apanya? Badan kamu sehat gini. Infusnya juga kontinyu kan?" tanya Bela setelah memeriksa monitor yang menunjukkan keterang fisik Bara. Lalu beralih memeriksa botol infus yang tergantung di samping ranjang.
"Bukan badan itu yang lemes dok." ucap Bara membuat wanita itu menoleh.
"Tapi yang ini." lanjut Bara menunjuk ke selangkangannya tanpa malu-malu. Bela kontan langsung mendelik dan membuka mulut siap mengomel.
Tapi batal mengingat dia mau bicara dengan pria itu. Selama ini Bara selalu bertingkah semakin menyebalkan kalau Bela sudah mengomel. Pria itu seperti punya kesenangan tersendiri dengan membuatnya mengomel. Lantas Bela menggigit bibir untuk menahan omelannya sambil mengalihkan pandangan.
"Aku kurang vitamin sentuhan ni dok, makanya—" Bara menghentikan ucapan karena Bela melototinya. "Itu aku lemes." Lanjutnya lengkap dengan cengiran cabulnya.
Bela mendecak sebelum mengulurkan tangan setengah menepuk dahi Bara. Bela pura-pura memeriksa suhu pria itu. Sebenarnya dia sedang mencari tahu lewat mata Bara. Karena sempat melihat tatapan pria itu mengeras sebelum berubah sumringah tadi.
Bela mengernyit begitu melihat bekas lebam yang membiru di leher pria itu. Ketika mau bertanya, dia mendengar suara deheman wanita berasal dari belakang.
"Selamat sore dok?" Bela lantas menoleh.
"Oh-iya selamat sore." Ucapnya sambil memasang tampang heran. Karena wanita itu keluar dari toilet. Seingatnya belum ada keluarga yang menjenguk Bara, karena pria itu memang tidak ingin.
"Si..apa ya?" tanyanya kembali memandang Bara.
"Seseorang yang tidak perlu di kenalkan." jawab pria itu dengan enggan. "Aku sendiri tidak mau kenal lagi dok." Bara menarik tangannya sambil tersenyum skeptis. Tadinya Bela mau menarik tangannya, tapi teralihkan mendengar si wanita berbicara lagi.
"Aku bahkan sudah minta maaf, tapi kamu bilang nggak mau kenal aku lagi? Kamu keterlaluan." Bara langsung mengalihkan pandangan mengacuhkan wanita itu sementara tangannya meremas tangan Bela.
wanita itu mendekati ranjang dengan ekspresi terluka. "Katakan. Aku harus bagaimana lagi supaya dapat maaf kamu?"
Bara hanya mengalihkan pandangan dengan eskpresi muak. Sementara Bela menggaruk pipi dengan tangan yang bebas sambil mengingat-ingat, mimpi apa dia semalam sampai terjebak dalam pertengkaran sepasang kekasih, mereka sepasang kekasih kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...