"DAVEEE!!!!! Hah...hah...hah..." Bela nyaris mendobrak pintu ruangannya dan berteriak sekencang mungkin berharap menghentikan apapun yang dilakukan Dave.
Tapi kedua alisnya langsung bertaut karena tak melihat ada tanda-tanda sosok tinggi nan tampan di ruangannya.
"Kemana dia?" tanya Bela mengedarkan pandangan mencari Dave. Wanita itu masuk ke dalam ruangannya sambil menarik nafas dalam-dalam berusaha memasukkan oksigen yang nyaris tak bersisa di paru-parunya karena berlari menaiki tangga tadi.
Bela meletakkan sepatu di lantai sebelum menghempaskan tubuh di sofa. Wanita itu menoleh ke mejanya yang masih berantakan persis seperti yang di tinggalkannya tadi. Tak ada yang berubah dari ruangannya. Sepertinya Dave memang tidak ada di ruangannya. Lalu sms-nya?
Bela buru-buru mengeluarkan hape dari saku jasnya dan mengecek kembali pesan yang dikirim Dave. "Bener kok hari ini lima belas menit yang lalu. Tapi orangnya kemana?"
*
Dave tersenyum memandangi paper box berisi dua cup minuman starbucks di tangan kanannya dan paper box dunkin donut di tangan kirinya. Ini belum jam makan siang, dan dia memang tidak menemui Bela untuk itu.
Hari ini Dave sengaja tidak bekerja karena dia ingat pasien Bela yang diceritakan wanita itu sudah sembuh total dan dia berjanji akan merayakannya. Meskipun belum bisa melakukan perjalanan, setidaknya mereka tetap bisa menghabiskan waktu bersama dengan beberapa makanan dan minuman kesukaan kekasihnya untuk merayakannya.
Dave tersenyum begitu melihat Bela berjalan dengan seorang dokter junior sejurus didepanya. Tapi senyumnya langsung lenyap saat wanita itu menghampiri seorang pria setengah bule dan memeluknya. Yang paling tidak disukainya pria itu mengecup pipi kekasihnya.
Seingatnya Bela tidak punya saudara ataupun sahabat laki-laki. Berarti pria itu punya potensi merebut wanitanya. Fakta itu semakin membuatnya cemas dan kesal. Dave ingin sekali menghampiri dan segera melepaskan tangan bule kawe-an itu dari bahu Bela. Tapi mengingat tangannya penuh, dan dia malas harus memberi penjelasan, lantas Dave mengalihkan paper box minuman ke tangan kanan lalu mengaluarkan hape dari saku jas dan mengirim pesan ke Bela kalau dia sudah di ruangannya. Supaya wanita itu segera menemuinya.
Setelah mengirim pesan Dave segera berjalan menuju lift dari arah lain supaya tidak kelihatan.
"Tunggu!" Dave buru-buru menahan pintu lift yang hampir tertutup karena teriakan seorang wanita yang mau menggunakan lift juga. Tapi setelah melihat siapa wanita itu, ekspresinya langsung berubah datar.
Seorang wanita dengan dress hitam selutut dilapisi jas dokter yang dikenal sebagai dokter Sandra itu juga terdiam beberapa saat ketika mata mereka bertemu. Sebelum buru-buru mengalihkan pandangan dengan ekspresi bingung.
Setelah apa yang dikatakan Dave terakhir kali, Sandra yakin pria itu tidak ingin melihat wajahnya lagi. Wanita itu sendiri juga baru menyadari, setelah apa yang dia lakukannya, tidak seharusnya dia mengatakan masih menyimpan perasaan itu.
Ya, Sandra tak seharusnya mengatakan hal bodoh itu. Bukankah dia sendiri juga yang mengatakan kalau tak ada perasaan seperti itu pada Dave setelah—setelah dia tahu Dave bukan pria normal.
Sandra melirik ke lantai lift dan lantai di sampingnya bergantian. Bingung antara mau masuk atau tidak. Mengingat tak ada orang lain selain mereka berdua, kalau dia masuk suasananya akan benar-benar canggung.
Dave menghela nafas sebelum mengatakan, "Masuklah sebelum pintunya tertutup."
Sandra tidak menyangka Dave akan mengatakan itu. Dia benar-benar bersyukur Dave tidak sebenci itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...