hay ders..finally bisa apdet. harap maklum ya kalau banyak tipo atau kesalahan lainnya, soalnya memang nggak sempat ngedit. happy readiiiiing.
Bela membaca bagian terakhir data pasien saat jam menunjukkan pukul delapan kurang lima menit pagi. Saat itu pintu ruangannya dibuka setelah ketukan sebelumnya.
"Dok, waktunya kontrol pasien." Kata Jeni setelah masuk.
"Oke." Bela segera berdiri memakai jas putihnya lalu merunduk untuk mengambil sesuatu di balik mejanya.
"Kita pertama ke pasien mesum yang—aah...imut banget dooook. Nemu dimana???" Jeni langsung mendekat begitu Bela mengeluarkan seekor kucing persia berbulu coklat dari kandangnya.
"Yahh, kok imut sih? Padahal Rio niatnya serem." Katanya memperhatikan wajah malas si kucing yang langsung menguap lebar lalu menjilat tangannya.
"Rio?? Kucing kalau lagi diem apalagi ngantuk begitu ya imut dok. Kalau cakarnya keluar baru seyemm." Jeni mengelus-elus kepala kucing yang Bela panggil Rio.
"Iya juga. Yaudah yuk," Bela segera berjalan melewati Jeni yang menatap bingung.
"Dokter mau periksa pasien bawa kucing?"
"He-em." Sahut Bela sambil lalu.
Lantas Jeni menyusul. "Kelakuan pak Bara makin menjadi dok. Jadi pasien di pindahkan keruang khusus."
"Dokter Sandra gimana?" Tanya Bela mengingat insiden beberapa hari yang lalu antara wanita itu dengan si pasien cabul, Bara.
"Iya dok. kasian banget dokter Sandra. Udah kayak buronannya si pasien mesum. Yang lebih mengganggu lagi dok, nggak Cuma dokter Sandra, perawat, dokter sampe pasien lain pokoknya wanita yang dilihatnya digituin. Makanya dipindahin keruangan khusus." Bela menghembuskan nafas berat mendengar penjelasan Jeni. Sepertinya kali ini dia menghadapi pasien parah lagi.
Keduang berhenti tepat di depan pintu pasien. Jeni menekan kode pintu ruangan khusus untuk membukanya. Sementara Bela menarik nafas dan menghembuskannya perlahan sebelum masuk.
"Sela—mat pagi pak Bara?" Bela sedikit tertegun melihat kaki Bara di pasung dan semakin prihatin melihat wajah tirusnya yang terlihat semakin kurus dari yang diingatnya.
Mata sayu Bara perlahan melirik kearahnya. "AARRRGHHH!!! JAUHKAN ITUU!!! JAUHKAAAAAAN!!!"
Bela nyaris terpleset padahal hak sepatunya tidak terlalu tinggi. Karena kaget Bara tiba-tiba melotot sambil berteriak kencang.
"Yawwh!!" Bela buru-buru memegangi Rio yang siap melompat dari tanganya karena kaget juga.
"Jauhkannnnn!!! Jauhkann ituuuuu!!" Mulut Bela setengah terbuka melihat pria berwajah sangar dan bertubuh kekar itu menutupi muka dengan bantal sementara tangannya menunjuk-nunjuk Rio sambil terus berteriak. Ya ampuun, nggak malu sama otot mas?
Bela menyerahkan kucing yang hampir semua bulunya naik itu ke tangan Jeni sambil menahan tawa.
"Keluarrr!! Bawa keluar monster menjijikkan ituuuhh!" monster?
Bara menyapukan tangan ke leher dan tubuhnya sendiri dengan gusar. Seperti membersihkan sesuatu yang menjijikkan dan lengket di tubuhnya. Bela lantas menyuruh Jeni untuk meletakkan Rio diluar.
"Kamu sengaja bawa kucing itu?" Tanya Bara menatap tajam tapi dengan nafas terengah.
Bela mengangkat bahu. "Saya memang suka kucing. Jadi ya—biasa bawa kemana-mana, termasuk kerja." Jawabnya jelas berbohong. Dia membeli kucing untuk melihat reaksi Bara. Karena saat membaca data pasien dengan kepala dingin, dia melihat Bara memiliki pobia ringan terhadap kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
ChickLitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...