Bela memperhatikan luka goresan-goresan kecil di jari telunnjuk dan jari tengah bagian dalam dan telapak tangannya. Saking kebingungan karena pikirannya kacau, dia jadi membersihkan pecahan gelas dengan tangan langsung.
Untungnya psikosomatisnya tidak sampai kambuh dan pikirannya sudah lebih baik saat ini. Bela menoleh kearah jam dinding yang menunjukkan pukul satu lewat tiga puluh menit dini hari. Ternyata dia sudah terlalu lama duduk di sofa. Bela melirik ke pintu kamar Dave.
Sejak tadi, pria itu belum keluar sama sekali. Bela tidak tahu Dave tidur atau sedang apa dan tidak berniat menemui. Dia ingin memberikan waktu pria itu sendiri setelah apa yang terjadi hari ini, dan Bela pikir waktunya sudah cukup. Bela lantas bangkit dan berjalan ke kamar Dave setelah mengambil sesuatu dari dalam tas dan menyimpan dalam saku jasnya.
"Dave?" panggilnya setelah mengetuk beberapa kali. Tidak ada jawaban, jadi dia masuk saja.
Tadinya Bela pikir Dave tidur. Tapi ternyata pria itu duduk di meja kerja dengan tumpukan dokumen yang terbuka sambil memandangi layar laptop dengan mata lelahnya. Bela menghela nafas sebelum berjalan mendekat.
"Dave? Sudah malam. Kamu harus tidur." ucapnya hati-hati. Pria itu tidak bergeming sama sekali hanya terus mengetik sesuatu tanpa berniat menoleh.
"Dave? Kamu sudah terlihat lelah. Kalau terus bekerja—" ucapan Bela terhenti karena Dave tiba-tiba bangkit dan berjalan kearah ranjang. Lalu membuka laci bagian bawah nakas dan mengeluarkan tabung obat sambil duduk diatas ranjang.
Bela menyipitkan mata membaca nama obat sebelum terbelalak setelah mengetahui Dave mau meminum obat anti kantuk! Bela lantas buru-buru menghampiri ketika pria itu menuang beberapa butir.
"Dave berhenti!" serunya menepis tangannya karena Dave sudah hampir menelan butirnya.
Dave mengangkat kepala dengan tatapan tajam. "Apa aku benar-benar harus melukai untuk membuatmu pergi?" tanya pria itu dengan nada dingin.
Bela mengerjap beberapa kali sebelum bertanya. "Apa itu yang kamu inginkan?" Dave membuang muka lalu kembali menuangkan obat anti kantuk.
"Baik kalau begitu. " ujar Bela mengangguk lalu mengeluarkan jarum suntik berisi obat bius dari saku jas dokternya sebelum maju dan menyuntikkannya di leher Dave. Gerakan pria itu spontan terhenti.
"Lakukan nanti setelah kamu cukup istirahat." Ucapnya saat Dave menoleh. tatapan marah pria itu berangsur redup sebelum kedua matanya memejam bersama tubuhnya yang terhempas ke ranjang.
Bela menghembuskan nafas lelah sambil mengusap wajah. Lalu menaikkan kaki pria itu keatas ranjang dan membetulkan posisi tubuh Dave agar tidur lebih nyaman. Dia memang mempersiapkan suntik itu saat memikirkan kondisi terburuk Dave. Meskipun kondisi Dave tidak seburuk yang di takutkannya, ternyata dia tetap membutuhkan bius itu.
Yah, apa sekarang pria itu sudah resmi menjadi pasiennya? Bela berjongkok di samping ranjang sambil memperhatikan wajah lelah Dave.
"Maafkan aku..." bisiknya mengusap kerutan alis Dave dengan ibu jari sebelum mengecup dahi pria itu. Bela menahan mulutnya hingga beberapa saat dengan air mata yang menetes di kedua pipinya.
*
Setelah selesai mengoleskan selai di atas roti dan menyiapkan secangkir kopi untuk sarapan Dave, Bela duduk di kursi meja makan. Dia tidak sempat masak karena bangun kesiangan. Saat bangun dia mendapati dirinya diatas ranjang tanpa Dave. Sempat kecarian dan mengira pria itu menghilang lagi, tapi langsung lega setelah mendengar suara desis air shower di kamar mandi.
Tidak lama setelahnya pintu kamar Dave di buka dari dalam dan pria itu keluar dengan stelan jasnya. Bela lantas segera bangkit.
"Dave sarapan kamu," katanya menunjuk meja. Pria itu tidak menoleh sama sekali dan terus berjalan ke pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My lovely PATIENT
Chick-LitQory Adisabela. Pskiater muda yang sedang menyelesaikan gelar Doctornya itu mendapat tugas akhir yang benar-benar tidak masuk akal, menurutnya. Yaitu menyembuhkan seorang CEO muda single dengan menjadi orang terdekatnya. Look the point, single d...