Days Like a Year

5.9K 511 19
                                    

Happy readiiiiiing. And dont forget, tell me your reaktion yuaa ;)

Dave menghembuskan nafas lewat mulut sambil memegangi perut setelah keluar dari toilet bandara. Pagi ini sudah ketiga kalinya dia ke kamar mandi. Karena beberapa ini hampir selalu melewatkan jam makan dan hanya minum kopi, membuat perutnya mulas.

Pria itu melirik jam ditangannya saat mencuci tangan. jadwal penerbangannya tinggal tiga puluh menit lagi. Dia juga sudah mendengar panggilan untuk check in. Tapi belum melakukannya karena sakit perutnya. Kalau sampai parah, penerbangannya bisa tertunda.

Dave memandangi pantulan wajahnya di kaca sambil menghela nafas. Apa ini pertanda kalau dia tidak seharusnya pergi?

Dave sudah beberapa kali meninggalkan negara ini untuk perjalanan bisnis. Seharusnya tidak ada yang salah dengan hatinya. Tapi ntah kenapa, kali ini dia merasa kehilangan. Mungkin karena kali ini dia tidak akan kembali.

Setelah mengetahui kebenaran pahit dari orang-orang disekitarnya, Pria itu memutuskan untuk pergi saja. Hatinya terlalu sakit untuk menerima semua itu. Tidak hanya kekasih, tapi orang terdekat yang dia anggap seperti keluarga sendiri juga tidak benar-benar bersikap baik padanya. Padahal hanya mereka yang Dave miliki.

Keluarga? Dave tidak memilikinya lagi. Bahkan orang yang mengambil dirinya sebagai keluarga malah menginginkan kepergiannya. Itu sebabnya, Dave memutuskan untuk tidak kembali. Sebab tidak ada orang yang menginginkannya disini.

"Kalau saja aku bisa menebusnya. Aku akan melakukan apa pun dan tidak akan menyakiti kamu."

Dave tersenyum miris mengingat ucapan Bela semalam. Pria itu menarik nafas dalam-dalam hingga bahunya terangkat. Rasa sesak yang kembali memenuhi hatinya setiap kali mengingat wanita itu semakin menyiksa. Dave ingin sekali mempercayai ucapannya, tapi tatapan kosong dan wajah pucatnya semalam membuatnya tidak sanggup untuk bertahan lebih lama. Lantas Dave memutuskan untuk pergi.

*

Bela mengusap dahi dan lehernya yang berkeringat. Dia sudah berlarian kesana-kemari mencari Dave. Dari mulai deretan kursi tunggu bandara, semua coffe shop yang ada disana, hingga tempat pembelian tiket, pria itu tidak juga dilihatnya. Padahal jadwal penerbangannya masih tiga puluh menit lagi.

Wanita itu menarik nafas dalam-dalam berusaha memasukkan oksigen ke paru-paru sambil melirik ke sekeliling. Tapi yang dilihatnya hanya punggung-punggung orang yang berlalulalang dan wajah-wajah yang tidak dikenalnya. Tidak tahu harus mencari kemana dan melakukan apa lagi, Bela menarik nafas dalam-dalam beberapa kali sebelum berteriak.

"DAAAAAAAVEEEEEE............!!!!!!!"

Bela memegangi dada dengan nafas terengah. Orang-orang disekitarnya mulai beralih memperhatikan. Saat itulah dia melihat Dave. Pria itu berdiri didepan pintu lift beberapa langkah di sampingnya. kelegaan langsung menyelimuti hatinya.

Jangan pergi...

Jangan berpaling...

Jangan pergi...

Bela terus merapalkan kata-kata itu dalam hati saat berjalan kearah Dave. Wanita itu nyaris berlari ketika langkahnya semakin dekat. Dave segera memutar tubuh dan mengulurkan tangan untuk menahan pinggang Bela agar tidak menabraknya.

"Hati-ha—" ucapan Dave terputus karena Bela menarik kerah jasnya dan langsung mencium bibirnya. Dalam dan lama. Dia bisa merasakan hasrat dan keputusasaan wanita itu didalamnya.

Benarkah?

Atau itu hanya apa yang Dave pikirkan. Pria itu masih bertanya-tanya. Tentu saja. dia tidak ingin tertipu untuk kesekian kalinya. Kerutan alis Dave semakin dalam merasakan basah di pipinya. Bela menangis.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang