The next crazy mission

4.8K 400 10
                                    


Bela mengerjap beberapa kali memastikan pemandangan yang ada didepannya sambil mengingat-ingat terakhir kali dia masih tidur dikamarnya kan? Lalu kenapa saat dia bangun ada dada bidang berbalut kemeja yang dilapis jas tepat didepan matanya?

Bela mendesah pelan. Dia bukannya tidak tahu pemilik dada bidang dan aroma khas itu adalah Dave. Tapi yang membuatnya bingung, kenapa Dave bisa ada disini? Dan sejak kapan? Oh, pria itu bahkan masih mengenakan dasi. Apa sejak semalam?

Matanya membulat sempurna ketika tangan Dave mengusap-usap pelan punggungnya naik -turun sampai ujung bajunya sedikit tersingkap.

"Laki-laki tuh sama aja mbak,"

"Sekali tidur mungkin tahan, tapi berkali-kali? Impossible."

Ucapan Ira kembali terputar dikepalanya. Ketika tangan Dave semakin turun bersama bibir Dave yang menciumi dahinya, sontak Bela langsung bangkit membuat kepalanya menabrak bibir pria itu cukup keras.

"Sshh..." ringis Dave memegangi bibirnya. Bela menelan ludah melihat darah di bibir pria itu.

"Ya ampuuun, maaf aku nggak sengaja," Dave membuka mata dan langsung menatap sebal.

"Mck, kamu sih nggak bilang mau tidur disini, aku pikir orang lain." Bohongnya sambil memasang tampang merasa bersalah.

"Memangnya kita baru tidur sekali? Masa kamu nggak tahu itu aku." Ujar Dave kesal.

Bela cuma mengendikkan bahu. "Sakit nggak?" Tanyanya meraba bibir pria itu.

Dave cuma diam memandanginya. Satu yang Bela tangkap dari tatapannya, pria itu sepertinya lelah sekali.

"Kemari, give me hug." Dave kemudian menariknya ke pelukan.

"Dave?" Panggil Bela merasa ada yang salah. "Apa terjadi sesuatu?" Pria itu hanya menggeleng. Tidak percaya, Bela mengangkat kepala dan menilai ekspresi pria itu sebelum menyipitkan mata. "Kamu bohong."

Dave menghela nafas. "Aku cuma lelah," pria itu mengerutkan alis cukup dalam. "Papa semakin menganggu. Dia marah karena aku mengambil cuti semalam dan melampiaskannya pada karyawan."

Pria itu berdecak kesal. "Padahal aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan sejak beberapa hari sebelumnya bersama Haris. Tapi dia bahkan tidak mau dengar penjelasan Haris. Seseorang yang paling dia dengar omongannya selama ini." Dave menggeleng muak.

"Dia bilang yang aku lakukan hanya berkencan. Apa kita terlalu sering berkencan Bela? Aku pikir nggak. Pertemuan kita justru banyak dihalangi pekerjaan." Lanjut Dave menghela nafas kasar.

Bela masih diam memperhatikan raut kesal Dave. Dia merasa apa yang dialami pria itu persis seperti apa yang dialaminya. Pekerjaan mereka bermasalah karena mereka pergi semalaman. Belum lagi orang-orang menuduh yang mereka lakukan hanya berkencan. Tak adakah yang mengerti, pertemuan mereka tidak sepenuhnya bisa di sebut kencan. Atau—apa memang seperti itu?

Kerutan alis Bela semakin dalam sampai dia merasa kecupan singkat di dahinya. "Jangan terlalu dipikirkan. Aku nggak menyalahkan perjalanan kita."

Bela mengangguk. "Hm, aku cuma merasa kayaknya semesta nggak berpihak. Padahal kita punya alasan melakukannya."

Dave menahan senyum, Bela sampai membawa semesta segala. "Nggak masalah asal kita bisa terus bersama. Seperti sekarang." Dave mengeratkan pelukan sambil mengecup puncak kepalanya.

Mendadak Bela teringat sesuatu. "Tapi Dave," ucapnya mengangkat kepala. "Kamu kok bisa masuk kesini? Dari mana?"

Pria itu berpikir sejenak. "Kamu pernah merasa kehilangan kunci rumah? Padahal ada di tas kamu?" Tanya Dave.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang