Let's go home

5.7K 500 9
                                    


hay-hay...mumpung lagi minggu luang tanpa tugas. update bisa dua hari sekali.

jangan lupa komen koreksi ya. biar tulisanku lebih baik dan kalian bacanya lebih nyaman. kalau kata Bela, "Ini semacam take n give. masa kamu nggak paham?"  *sambil kerling-kerling manja. oke stop, belum ada yang muntah kan?

happy reading.... ;))

~~~

Sore itu, Dave menyelesaikan pekerjaan kantornya lebih cepat. Dia mau segera menyusul sang kekasih yang absen menemaninya makan siang hari itu. Lebih dari dua minggu sudah mereka bersama. Tapi pertemuan mereka tidak lebih dari jam makan siang. Dan tidak seperti pria pada pasangan umumnya, Dave tidak perlu mengantar Bela untuk pergi ke tempat aktivitasnya. Karena jarak tempat Bela bekerja dengan rumahnya hanya beberapa meter. Hal itu juga penyebab berkurangnya waktu kebersamaan mereka.

Bukannya Dave tidak mau mengajak wanita itu keluar saat jam kantor selesai atau akhir pekan. Hanya saja pekerjaan kantor sedang banyak-banyaknya karena mendekati akhir bulan, benar-benar menyita waktunya. Tidak, Dave bukannya tidak bisa memenej pekerjaannya tanpa harus lembur.

Tapi karena papanya tidak memberikannya waktu banyak untuk istirahat. Selain tidak ingin mendapat hukuman, sejak dulu Dave memang selalu menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Karena bekerja bisa membuat pikirannya tetap fokus. Tapi hari ini dia ingin menemui wanita itu. hanya ingin, tidak ada alasan lain.

"Tidak ada meeting lagi yang harus aku hadiri?" Tanya Dave pada Haris. Mereka sedang didalam ruangannya sore itu.

Sekertarisnya sedang menyusun berkas-berkas yang baru selesai di periksanya itu menggelengkan kepala. "Nggak ada. Ayo ngumpul sama anak-anak club?" Tanya Haris.

"Aku nggak bisa." Dave bangkit dari duduknya mengambil jas dari gantungan dan memakainya.

"Mau kemana?"

"Menemui Bela."

Haris langsung menoleh. "Kamu serius dengan dia?" Dave cuma melirik sekilas dengan senyum tipis sebelum beralih menatap jam di tangannya.

"Good luck, Dave..." Ujar Haris mengantar kepergiannya. Meski tidak mengerti Haris sedang mendoakannya berhasil untuk apa, Dave mengangguk saja.

Dave tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tempat tujuannya. Karena jarak antara kantor dan rumah sakit tempat Bela bekerja tidak terlalu jauh, dan untungnya jalanan cukup lengang.

Pria itu berjalan menuju ruangan Bela yang dia tahu dari resepsionis RS ini. Setelah menginformasikan kedatangannya pada suster bernama Jeni, Dave diminta menunggu didalam ruangan.

Melihat sekeliling ruangan Bela yang lumayan nyaman, sepertinya wanita itu cukup berkedudukan disini. Selain beberapa berkas yang tersusun di mejanya, ada juga dua bingkai foto disana. Bingkai pertama menunjukkan foto Bela dan seorang pasien wanita paruh baya. Dave mengernyit karena kemiripan wajah mereka. Lantas pria itu bangkit mengitari samping meja untuk melihat lebih dekat.

Wanita itu pasti ibunya. Pikir Dave mengingat Bela pernah mengatakan ibunya salah satu pasien di RS ini. Pria itu beralih menatap bingkai satunya lagi yang menunjukkan foto wisuda Bela. Didalam foto wanita itu tersenyum, tapi matanya menunjukkan sebaliknya. Kerutan  alisnya kembali muncul.

Tepat saat itu pintu ruangan Bela di buka dari luar, dan wanita itu masuk dengan wajah kusut sambil menggigiti sebuah file. Senyum Dave mengembang melihat ekspresi terkejut sekaligus heran wanita itu.

Dave? Gumam Bela saat tatapannya bertemu dengan mata pria itu. Ya Tuhan, Bela masih terlalu kesal dan lelah dengan semua yang terjadi hari ini pada pasiennya. Tapi kenapa dia harus menghadapi pasiennya lagi? bahkan di saat jam pulangnya.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang