DONE!

7.6K 629 42
                                        

Bela menarik nafas dalam-dalam begitu turun dari mobil Dave. Mereka baru saja sampai di rumah kakek Dave malam itu. Halaman rumah kakeknya yang luas sudah di penuhi mobil-mobil mewah keluarga bear Dave.

"Ayo." Ajak Dave. Bela menyambut uluran tangan pria itu. Lalu keduanya berjalan ke pintu utama rumah megah itu.

Sepertinya mereka datang terlambat. Karena saat masuk, keluarga besar Dave sudah memenuhi sudut rumah. Bela menggigit bibir sambil celingukan mencari pak Oka. Tapi pria berumur dengan tatapan berwibawanya itu tidak terlihat. Hanya beberapa keluarga Dave yang Bela kenal yang terlihat.

Wanita itu menghela nafas memperhatikan tante-tante dan om-om Dave yang duduk berkumpul di ruang tengah bersama beberapa wanita seumuran mereka. Sepertinya sepupu Dave. Tapi yang membuat Bela mendadak gelisah bukanlah tatapan tidak bersahabat mereka, melainkan satu sosok yang berdiri beberapa langkah dari kumpulan keluarga besar Dave dengan tatapan dinginnya. Om Hendra.

Menyadari kegusaran Bela, Dave lantas menghentikan langkah dan berujar. "Tenang saja. Setelah menemui kakek, kita langsung pulang."

"Hm-mm. Hm-mm but we know something always happens." Kedua alis Dave langsung bertaut. Bela tersenyum menenangkan lalu mengajak pria itu kembali berjalan menuju kumpulan keluarganya yang langsung berdiri ketika mereka hampir sampai.

"Oho...pewaris tahta kita datang terlambat." Bela mengernyit langsung mendengar nada sinis dari om Farhan. Mereka bahkan belum sepenuhnya berhenti. "Apa kabar kamu Dave?" tanya om Farhan lagi. Kali ini nada suaranya terdengar dibuat ramah. Kerutan alis Bela semakin dalam.

"O—Dave, kamu kenapa baru datang. Kamu wanita yang waktu itu kan?" tanya tante Gina menetap Bela.

"Kamu sepertinya beruntung, ya. Kalian masih berhubungan." Kali ini tante Melinda. Bela semakin heran melihat tatapan tante Dave yang paling sinis itu terlihat canggung. padahal sebelumnya...

Dave mendengus sambil menyeringai lalu menoleh kearah Bela. "Jangan heran. Sikap mereka semua berubah karena mengira kakek akan mewarisi seluruh hartanya padaku." Bela mengerjap tertegun lantas beralih memandang keluarga Dave. Tante-tante dan om-om Dave itu buru-buru mengalihkan pandangan. Ya ampun...

"Sepertinya mereka sudah selesai. Ayo," Dave menarik tangan Bela dan segera berbalik.

"Sombong sekali kamu." Teguran om Farhan menghentikan langkah mereka. "Kamu pikir kami akan diam saja kalau sampai seluruh harta papa jatuh ke tanganmu?" om Farhan tertawa sinis. "Ke tangan orang yang bahkan tidak memiliki darah keluarga pratama setetes pun?"

Saat itu mama dan papa Dave baru menghampiri.

"Tentu saja kami tidak akan membiarkannya." Sahut tante Melinda. "Lagi pula, psikologis kamu masih perlu di selidiki."

Bela mengerjap kaget. Ya Allah, apa keluarga Dave tahu penyakitnya? Saat menoleh kearah Dave, pria itu memandangi papanya dengan rahang bergerak-gerak. Mulut Bela nyaris terbuka melihat papa Dave tersenyum meremehkan.

"Tentu saja kalian perlu memeriksa kejiwaan orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri kan?" Bela tidak tahu sejak kapan, tahu-tahu om Hendra sudah berdiri diantara keluarga Dave.

Dave mengencangkan remasan tangannya sambil memejam kuat-kuat. Bela mengigit bibir melihat pria itu berusaha keras menahan emosi. Dia nyaris tidak bernafas ketika Dave menghentakkan leher ke samping.

Please...please...jangan kembuh...aku mohon Dave, please...jangan tunjukkan pada mereka, Bela terus bergumam dalam hati sambil berdoa.

Seolah mendengar bisikan hatinya, Dave menghembuskan nafas panjang sebelum perlahan membuka mata. Bela menghela nafas lega dan masih cemas melihat mata merah Dave.

My lovely PATIENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang