Chapter 6

2.2K 255 0
                                    


Qiao Feng tumbuh dan dibesarkan oleh alam dari semenjak lahir. Tak heran jika kemampuan fisik, Pancaindra dan kecerdasannya sangat terlatih.

Mata dan telinganya sangat tajam. Ketika berburu, baik di siang ataupun malam hari. Matanya bisa melihat objek yang jaraknya '-/+ 5 zhang' tanpa banyak kesulitan. Indra pendengarannya mampu menangkap setiap suara yang ditimbulkan oleh mangsa dan alam sekitarnya. Bukan Cuma itu saja. Indra penciuman dan pengecapannya pun sangat berguna. Ia mampu membedakan setiap jenis tanaman yang tumbuh di gunung. Entah itu tanaman beracun, tanaman obat, atau bahkan tanaman layak konsumsi. Dia bisa membedakan semua itu dengan sangat baik.

Dari segi kecerdasan. Qiao Feng tergolong anak yang cerdas. Meski tak pernah mengikuti pedidikan resmi di Jinhau. Tapi dia selalu diajarkan berbagai macam pelajaran oleh kedua orang tuanya. Dari mulai membaca, menulis, berhitung, kaligrafi, dan ilmu bumi. Semua bisa di serap dengan sangat baik

Kalau dari segi kemampuan fisik,. Sudah jelas tak ada keraguan sama sekali. Kelincahan, ketangkasan dan refleksnya sangat bagus.

Ketika bergelayutan diatas pohon, kelincahannya mampu mengalahkan para kera. Ketika di sungai dengan ketangkasannya, ia mampu menangkap ikan hanya dengan tangan kosong. Dan ketika menghadapi hewan buas yang sulit ditangani, refleksnya sering kali menyelamatkan dan membalikan keadaan menjadi sebuah keuntungan untuknya.

Dari segala kesempurnaan yang dimilikinya. Ada satu kekurangan yang cukup merepotkan. Yaitu kesulitannya dalam memusatkan konsentrasi.

Ia tidak suka bersemedi.

Hanya dengan berpikir bahwa ia harus duduk berjam-jam tanpa menggerakan seujung jari pun membuat ia hampir gila. Hal itu benar-benar tidak mungkin. Hampir mustahil untuk seorang anak hyper aktif seperti dirinya.

Karena hal itulah sampai saat ini, satu-satunya latihan yang masih sulit ia kuasai adalah belajar bagaimana cara untuk memusatkan Qi-nya.

_ _ _

10 menit sudah waktu terlewati. Dan ia masih belum bisa memusatkan Qi-nya.

Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya ia menyerah. Dengan keringat mengucur di dahi dan nafas yang tersengal-sengal. Ia jatuh terduduk. Kelelahan dengan upayanya untuk mengontrol aliran Qi.

Jianguo berjalan menghampiri anak perempuannya itu. Setelah sampai dihadapan anaknya, Jianguo menundukan badannya sedikit. Tangan kanannya terulur kedepan. Dengan jari tengah yang membentuk lingkaran bulat sempurna, ditahan oleh ujung jempolnya.

"Tuk" bunyi sebuah benturan antara tulang kuku dan tulang di jidat beradu.

Jianguo menyentil jidat anak perempuannya itu.

" Au...." Qiao Feng menjerit kesakitan. Ia meraba-raba tanda merah di jidatnya. Bekas sentilan ayahnya tadi.

" Kau pasti sering membolos latihan semedimu" ujar Jianguo

" Sudah berapa kali ayah bilang, sering-seringlah berlatih memusatkan Qi mu. Apa kau tidak tau betapa pentingnya memperkuat kemampuan Qi. Apa kau pikir batu besar tadi bisa terbelah hanya dengan kemampuan pedang biasa? Apa kau fikir ayah bisa berjalan naik ke atas pohon tanpa menggunakan Qi? Lalu apa kau fikir kau bisa memenangkan sebuah pertarungan dengan orang kuat hanya dengan mengandalkan kekuatan/kemampuan biasa?"

" Jawabannya... Tidak "ujar Jianguo

"jika ini medan perang, maka kau hanya akan bertahan kurang dari setengah hari dengan kemampuanmu ini. Apalagi jika kau tidak cukup beruntung di hadapkan pada seorang jendral. Maka dalam sekejap mata namamu hanya akan tinggal sejarah."

Qiao feng menunduk dalam-dalam, dengan kedua tangan yang masih memegang jidatnya. Mukanya sengaja ditekuk. Untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang cemberut, dengan kedua ujung halis yang bertaut dan bibir yang membentuk sebuah bulatan kecil yang lucu. Inilah dia... ekspresi tidak senang khas Qiau feng... perpaduan unix kreatur wajah tampan sang ayah dan ekspresi manis ibunya.

Kali ini Qiao Feng tak bisa membalas perkataan ayahnya. Tak ada satupun upaya pembelaan diri yang meluncur dari bibir kecil mungilnya itu. ia sepenuhnya sadar bahwa semua perkataan ayahnya itu memang benar. Dan kali ini ia lah satu-satunya orang yang salah. Ia akui, dia memang sering membolos latihan semedi, dan bersamaan dengan itu, ia pun sering membolos latihan pengaturan Qi-nya.

Ia mengakui semua perbuatan dosanya dalam hati.

Melihat ekspresi anaknya yang nge-down. Hati Jianguo sedikit melunak. Ia meredam rasa kesalnya. Lalu ia pun berkata kembali pada anaknya

" Baiklah... apa boleh buat. Untuk sekarang kita lewatkan saja gerakan terakhir tadi. Sementara waktu ini kau pelajari saja dasar-dasar Jian Shu sampai kau benar-benar paham dan menguasai gerakannya."

" Tapi ini bukan berarti kau boleh berleha-leha. Kau harus tetap belajar Qi secara berkala. Mulai dari sekarang kau tidak boleh membolos lagi. Ingat baik-baik Qi itu merupakan komponen paling penting dalam ilmu beladiri. Semakin kuat Qi-mu maka akan semakin besar pengaruhnya pada kekuatanmu yang lain"

" Apa kau mengerti?"

Qiao Feng mengangguk. Menyatakan bentuk persetujuannya. Raut mukanya masih cemberut.

Jianguo mengulurkan tangan kanannya sekali lagi. Tapi kali ini bukan untuk menyentil jidat anaknya. Ia mengulurkan tangan dengan telapak tangan yang terbuka. Untuk membantu anaknya berdiri.

Qiao Feng menyambut uluran tangan ayahnya itu. lalu iapun bangkit dan berdiri. Jianguo menepuk pelan pundak anaknya itu. lalu iapun berkata.

"Baiklah sekarang mulailah latihannya. Setelah kau bisa menguasai dasar-dasar Jian Shu, cobalah untuk mengkombinasikan beberapa gerakannya. Gambarkan gerakan-gerakan itu dalam fikiranmu lalu kembangkan dan jadikan itu sebagai jurus andalanmu."

Qiao Feng mengulurkan kedua tangannya kedepan dengan kepalan dan telapak tangan yang menyatu. Membentuk sebuah lingkaran di depan dadanya. Lalu ia pun menundukan badannya sedikit. Memberikan tanda penghormatan pada ayahnya.

" HAI. Aku akan mencobanya ayah. " ujar Qiao Feng

Setelah berkata demikian, Qiao Feng mulai menarik pedang dari 'saya-nya' . lalu ia mulai membentuk kuda-kuda. Dan memperagakan dasar-dasar Jian Shu yang ayahnya praktekan tadi.

Begitulah. Pagi itu Qiao Feng mulai berlatih JianShu di hari pertamanya.

Seiring berjalannya waktu. Tak terasa, matahari sudah berada di puncak kepala. Pertanda bahwa hari sudah siang. Lalu JIanguo mengajak anaknya kembali ke rumah untuk makan siang. 'Guang Jiao pasti mengomel lagi karena kita pulang terlambat' pikirnya.

Li Qiao Feng (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang