Chapter 15

1.9K 251 0
                                    



Para tentara bantuan yang hendak mundur membawa serta sang anak, kini berada dalam posisi waspada. Dengan senjata terangkat, siap mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan oleh pria tinggi besar yang baru muncul di hadapan mereka. Aura berbahaya masih terus memancar dari tubuhnya.

Para tentara kira, sang pria akan membunuh anak kecil yang sedang memeluk ibunya itu. Tetapi alangkah terkejutnya mereka. Bukannya melancarkan serangan membabi buta. Sang pria malah menundukan badannya. Lalu duduk dengan posisi setengah berlutut. Dan dia pun mulai memeriksa kondisi perempuan yang terbaring di hadapan anak lelaki itu.

Setiap detik yang berlalu, terasa bagaikan setahun. Mereka seolah terseret dalam ilusi. Tertegun menyaksikan setiap gerak-gerik dan perubahan emosi dari pria tinggi besar itu. mereka tidak bisa melepaskan pandangan darinya. Takut jika pria besar itu tiba-tiba melakukan tindakan yang tak terduga.

Bukan hanya para tentara bantuan yang perhatiannya teralihkan. Tentara kerajaan Shu dan seseorang yang sedang mengawasi mereka dari dataran tinggipun sepertinya terseret ilusi yang sama. Mereka seolah lupa bahwa mereka sedang berada di medan pertempuran. Pertarungan terhenti sejenak. Insting mereka sebagai petarung memberitahu mereka bahwa pria asing yang berada di hadapan mereka, adalah seseorang yang berbahaya. Bahkan lebih berbahaya dari medan perang itu sendiri. Mereka terus memantau setiap gerakan yang pria itu buat

Perubahan emosi yang di tunjukan pria itu dan tindakannya memeluk anak lelaki yang ada di hadapannya. Membuat Semua hadirin dapat segera menarik kesimpulan. Hubungan mereka pasti lebih dekat dari sekedar orang asing. Sepertinya mereka adalah keluarga.

Para tentara segera sadar. Bahaya yang sesungguhnya justru mengincar mereka. Bukan anak kecil itu.

Tidak berapa lama, pria tinggi besar itu berdiri. ia membalikan badannya kearah mereka. Dengan kepala yang tertunduk, ia mulai berjalan perlahan kearah pusat pertempuran.

Baik tentara kerajaan shu, ataupun tentara bantuan dari kerajaan wei, keduanya melakukan reflex yang sama, 'mundur'. Tentara kerajaan shu mundur ke arah kiri sementara tentara kerajaan wei mundur ke arah kanan.

Setiap langkah maju dari pria berjanggut lebat itu, membuat para tentara mundur satu langkah. Aura yang ia keluarkan sudah cukup berbahaya. Dan sekarang tingkat bahayanya semakin bertambah seiring aliran Qi yang perlahan mengalir keluar dari tubuh pria itu.

Aliran Qi itu awalnya hanya berupa jilatan-jilatan api kecil. Seiring hembusan nafas, setiap langkah, dan setiap detik yang berlalu, jilatan api itu semakin membesar layaknya badai matahari. Kekuatannya terasa amat besar dan menusuk. Tetapi alirannya tetap lembut dan konstan.

Perasaan menggigil tiba-tiba saja menghinggapi para tentara. Mereka tahu, orang yang ada di hadapan mereka ini bukanlah orang biasa. Besarnya kekuatan Qi yang ia keluarkan, hampir setara dengan kekuatan jendral mereka. Atau mungkin lebih. Mereka tak yakin. Yang bisa dipastikan ialah jika mereka tidak waspada, nyawa mereka akan hilang dalam sekejap.

_ _ _

Jianguo melepas pelukan pada anaknya. Ia hapus kembali air mata yang masih mengalir di pelupuk mata anak kesayangannya itu. Kedua telapak tangannya kembali memegang kedua belah pipi sang anak. Lalu ia mendekatkan wajahnya. Ia tempelkan jidatnya sendiri pada jidat anaknya. Sembari berkata

" Jagalah ibumu. Aku akan segera kembali. Setelah itu kita akan pulang bersama-sama ke gunung "

Jianguo tidak tega mengucapkan kata 'jasad' pada tubuh mendiang istrinya. Sangat menyakitkan baginya menerima kenyataan bahwa istrinya itu telah mati.

Qiao Feng tahu tindakan ayahnya itu adalah bentuk perhatian kepadanya. Seolah-olah ayahnya memberikan kekuatan dan semangat agar dirinya tetap tegar dan tabah menghadapi semua ini.

Tetesan air mata masih mengalir di pelupuk mata Qiao Feng, tetapi ia paham dengan maksud ayahnya. Ia hanya sanggup menganggukan kepala tanpa bisa berkata-kata.

Jianguo melepaskan tangan dari wajah anaknya. Ia menunduk dan mencium kening sang istri yang masih terbaring diantara ia dan anaknya. Bentuk tanda perpisahan darinya. Ia lalu berdiri. ia pandangi wajah istrinya itu untuk yang kesekian kalinya. Lalu ia membalikan badan, tak sanggup menatap lebih lama.

Semua gejolak emosi yang tadi sempat bisa ia pendam, kembali mendidih dan mengancam untuk erupsi. Ia tahu kepada siapa ia harus meluapkan kemarahannya. Perlahan ia pun mulai berjalan kearah para tentara.

Qiao Feng bisa merasakan energy Qi yang ayahnya keluarkan. Perlahan tapi pasti, energy itu semakin membesar setiap detiknya. Tak pernah sekalipun ia melihat ayahnya mengeluarkan Qi yang sebesar ini. Ayahnya yang pendiam itu nampaknya sudah mencapai ambang batas kesabaran. Benteng pertahanan yang menyegel emosinya kini mulai retak. Sosoknya yang tinggi besar terlihat layaknya hewan buas yang siap menerkam mangsanya yang tersudut.

_ _ _

Kudanya tiba-tiba saja berhenti. Kini ia berputar-putar, menapakan kaki tak beraturan. Kudanya itu sepertinya sangat gelisah. Seolah-olah ia bisa merasakan bahaya besar yang mngancam di hadapannya.

Jendral Teng Fei paham sekali kenapa kudanya yang pemberani bertingkah seperti itu. Bahkan dari jarak yang sejauh ini, ia bisa merasakan besarnya pancaran Qi yang dikeluarkan oleh pria tinggi besar berjanggut lebat yang kini perlahan memasuki medan perang itu.

Sosoknya yang tinggi besar nampak layaknya monster yang siap mengamuk yang tanpa keraguan sedikitpun siap untuk menghancurkan segala hal yang ada di hadapannya.

Teng Fei berusaha untuk mengatur kudanya yang semakin gelisah. Tapi sepertinya usaha itu sia-sia. Kudanya itu terus saja mnghentakan kakinya tak beraturan.

Diantara usahanya itu ia mulai mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini. Akan terlalu berbahaya untuk terlibat dalam medan pertempuran sekarang ini. Sosok pria tinggi besar itu nampaknya mulai kehilangan kendali atas emosinya. Ia pasti tak kan bisa membedakan antara kawan dan lawan. Jika ia harus bertempur melawan pria itu, meskipun yakin tak kan kalah, tetapi ia tahu, luka yang ia derita akan sangat fatal. Bukan hanya luka dalam, salah satu anggota tubuhnya mungkin akan kehilangan fungsinya secara permanen. Dan hal itu akan jadi penghalang besar tugas utamanya untuk menghadang tentara kerajaan Shu maju lebih jauh ke tempat tujuan mereka yang selanjutnya. Lagipula jarak antara dirinya dan medang perang sekitar 1 Lie. Karena ia masih kesulitan mengatur kudanya. Maka ia mau tak mau harus terbang atau berlari. Dan hal itu hanya akan membuang energinya secara percuma. Ia harus menyimpan energinya sebanyak mungkin untuk menghadapi segala macam situasi yang tidak terduga.

Hasil pemikirannya ini membuat ia menarik kesimpulan. Bahwa ia harus tetap berada disini dan mengevaluasi keadaan lebih jauh. Jika situasinya semakin gawat dan tak terkendali, maka ia akan langsung terjun ke medan perang. Apapun resiko yang mungkin terjadi.

Li Qiao Feng (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang