Chapter 41

2.2K 230 95
                                    

" Dalam hitungan ketiga, kita mundur !"  bisik Boxin

Jinhae yang ada di hadapannya hanya berdiri mematung, sama sekali tak merespon ucapan sang kakak. Matanya masih terpaku ke arah depan, di mana si Mayat hidup dan temannya berada.

Orang yang Ia perhatikan memandang ke arahnya dengan tatapan waspada. Jinhae tahu, mereka tak bisa melihatnya. Jarak antara ia dan orang-orang itu terbilang cukup jauh untuk di lihat dengan mata telanjang. Lagi pula, lebatnya pepohonan membuat tempat persembunyiannya sempurna. Posisi lawannya jelas kurang menguntungkan.

Si mayat hidup berdiri di depan. Menjadikan tubuhnya sebagai tameng untuk melindungi teman yang ada di belakangnya. Jinhae memicingkan mata, berusaha memfokuskan pandangan. Ia ingin melihat lebih jelas orang yang di lindungi si mayat hidup itu. Orang itu kini telah merubah penampilannya. Polos, Tanpa Riasan. Dengan Jubah dan Rompi Pelindung yang membalut tubuhnya, perempuan itu kini nampak layaknya seorang prajurit pria.

Radar di tubuhnya masih tetap menunjukan sinyal yang kuat. Alarmnya masih menjerit kencang.

Tapi Jinhae masih ragu. Apakah orang yang ada di hadapannya ini benar-benar orang yang ia cari?

" Jinhae... kali ini kau harus mendengarkan kata-kataku. Ingat! Dia bukan orang biasa " Dengan tetap menjaga suaranya serendah mungkin, Boxin memberikan sedikit tekanan pada suaranya.

Berhasil. Kali ini Jinhae berpaling ke arahnya. Anak itu mengangguk lemah. Ekspresi wajahnya aneh. Seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tapi Boxin tak punya waktu untuk mengira-ngira tentang apa itu. Ia harus memfokuskan pikiran. Membawa sang adik dan sahabatnya lari, lalu pulang dengan selamat. Hanya itu yang perlu ia lakukan.

Boxin menengok ke arah kiri, tempat Changyi berada. Ia memberikan sebuah kode dengan gerakan kecil kepalanya. Keduanya tumbuh bersama dan memasuki militer di waktu yang sama. Jadi kedua orang itu sudah saling mengerti. Bahkan tanpa kode sekalipun, mereka terkadang mengetahui jalan pikiran masing-masing.

Changyi mengangguk. Ia mengerti maksud dari kode yang diberikan sahabatnya. Mereka berdua masih berpandangan.

Tetapi... di detik selanjutnya, Boxin melihat mata Changyi terbelalak. Ia tahu arti dari tatapan sahabatnya itu. Ada orang keempat yang muncul. Dan pastinya, itu bukan orang yang mereka harapkan.

Raja Neraka telah menampakan wujudnya

_ _ _

Feng masih berdiri di belakang Wei. Ia kesal. Di saat seperti ini, Wei akan selalu bertingkah Over Protective. Ia mengabaikan status Feng yang juga merupakan prajurit dengan skill yang mumpuni. Orang itu hanya akan menjadikan tubuhnya sendiri sebagai perisai. Tameng. Pelindung yang menghalanginya dari segala hal yang membahayakan.

Feng sudah terlalu sering menghadapi situasi seperti ini. Ia berusaha menekan kemarahannya. Mengabaikan tingkah Wei yang menurutnya terlalu berlebihan. Feng mencoba menilai situasi.

Ilmunya mungkin masih terlalu rendah jika di bandingkan dengan Wei. Apalagi jika mengenai urusan mendeteksi hawa keberadaan yang tipis. Jujur. Feng masih harus banyak belajar untuk menguasai kemampuan itu. Tapi Feng memiliki satu kelebihan yang membuatnya jelas unggul di banding siapapun. Wei bahkan kalah darinya.

Mata Elang.

Jangan lupa, Feng sudah di anugrahi kemampuan ini dari semenjak lahir. Kemampuan matanya terus berkembang. Ia mampu menangkap Obyek yang jaraknya 1 yin. Baik di siang ataupun malam hari.

Li Qiao Feng (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang