4. Protector

101K 5.3K 340
                                    

   Di sore yang cukup berangin pada sebuah perkampungan yang terletak tidak terlalu jauh dari hiruk pikuk ibu kota, seorang lelaki berumur tiga puluh tahunan sedang dibuat babak belur oleh sedikitnya tiga orang berbadan kekar. Dua orang menghajarnya tanpa ampun, sedangkan isteri dari orang yang sedang disiksa itu memeluk kaki seorang yang hanya berdiam diri melihat kedua temannya melakukan tugasnya, memohon pengampunan untuk sang suami.

   Penyiksaan itu belum berlangsung dua puluh menit saat seorang pemuda yang mengenakan seragam SMA Brimawa dengan baju yang tidak dimasukan, dua kancing teratas yang terbuka memperlihatkan kalungnya dan rambut hitam lebat yang baru saja dirapihkannya menggunakan jari-jari tangannya muncul di depan pintu.

   Pemuda itu, satu-satunya sahabat Agil sang trouble maker terlihat sangat terkejut mendapati ayahnya yang sedang disiksa oleh dua orang berbadan kekar dengan sang ibu yang berlutut memohon pengampunan kepada seorang yang sedang melipat kedua tangannya di depan dada.

   "Woy!" teriak Ben yang langsung berlari masuk ke dalam rumah tanpa membuka dulu sepatu ketsnya.

   Ben menarik salah seorang berbadan besar itu dengan paksa dan mendorong satu orang lagi, lalu berdiri di depan sang ayah yang sudah terduduk di pojok hampir tidak memiliki kekuatan untuk melawan.

   "Ada apa ini?!"

   Seseorang yang sedari tadi diam kini berjalan mendekati Ben, menyuruh kedua temannya untuk diam sementara dia menghadapi pemuda yang baru saja mengganggu tugas teman-temannya.

   "Lo anaknya si Rudy?" tanya orang itu yang kini berdiri di hadapan Ben.

   "Iya, gue anaknya 'si Rudy', kenapa?" jawab Ben masih dengan tatapan tajamnya. Ben sangat mengerti hal ini, dia tidak bisa begitu saja melepaskan emosinya melihat tubuh ketiga orang di hadapannya, hal itu hanya akan memperburuk keadaan.

   Sahabat Agil ini memang sangat pintar membaca keadaan.

   "'si Rudy' ini punya utang judi sama gue sepuluh juta, jadi mending lo minggir, bocah." ucap lelaki itu yang kini menampar-nampar pelan pipi Ben. "Kalo lo ga mau kehilangan muka ganteng lo ini"

   Ben menepis tangan orang itu dengan kasar dan langsung merogoh saku celananya, mengeluarkan kunci motor Vixionnya dan menunjukkannya tepat di depan wajah lelaki berbadan kekar di depannya.

   "Ambil motor gue, surat-suratnya ada di dalem jok, abis itu lo semua keluar dari rumah gue sekarang!"

   Orang itu menatap tajam ke arah Ben, mengambil kunci itu dan berbalik menyuruh salah satu temannya untuk memeriksanya, saat temannya itu sudah kembali si lelaki yang berdiri di depan Ben mendapat anggukan darinya. Lelaki itu tersenyum ke arah Ben dan menepuk-nepuk pundaknya yang langsung ditepis lagi oleh Ben.

   Percaya atau tidak, Ben bekerja sebagai tukang cuci mobil di tempat pencucian mobil milik ayah dari seorang temannya dari awal kelas dua SMP dan baru bisa membeli motor itu saat dia naik ke kelas tiga SMA. Upah dari tempat pencucian mobil itu memang jauh dari kata besar, tapi setidaknya cukup untuk membuatnya tidak perlu meminta uang jajan lagi kepada kedua orang tuanya selama ini dan juga menabung untuk membeli motor yang baru saja diberikannya kepada penagih hutang.

   "Seenggaknya anak lo lebih pinter dari lo" ucap lelaki itu sambil menyeringai ke arah ayahnya Ben yang kini sudah berdiri di belakang Ben.

   "Pergi lo semua, jangan balik lagi" titah Ben yang masih menatap tajam kepergian ketiga orang berbadan kekar itu. Ben berbalik untuk melihat kondisi sang ayah yang baru saja disiksa oleh dua dari ketiga orang tersebut.

   Plakkk...

   Ben terkejut, masih dalam posisi wajah menyanping saat ayahnya yang baru saja dibelanya menampar wajahnya dengan sangat keras.

Marrying Dear Teacher ✔ (Tersedia di Gramedia dan Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang