43. He Is Still The Same (Extra Part 2)

74.7K 3.6K 484
                                    

   Masa orientasi dan pengenalan lingkungan sekolah sudah selesai dua hari yang lalu. Dengan tas ransel dan sepatu kets Converse, rambut diikat ke belakang menyisakan sedikit untuk poninya yang ia selipkan ke belakang telinganya dan juga buku fisika di tangannya, Chila berjalan menyusuri koridor Al-Gaza International Junior High School, sebuah yayasan sekolah swasta yang dimiliki oleh seorang pengusaha sukses berkebangsaan Arab.

   Sekolah yang menjadi sekolah swasta favorit itu tidak hanya memiliki SMP, tapi juga SMA bahkan sampai tingkat universitas, yaitu Al-Gaza International Senior High School dan Al-Gaza University.

   Karena banyaknya murid-murid dari mancanegara di sekolah ini, kemampuan berbahasa Inggris menjadi salah satu ujian wajib untuk masuk ke sekolah ini.

   Walaupun terlihat seperti yayasan sekolah yang sangat perfectionist, tidak sedikit juga yang mengandalkan koneksi dan dompet orang tua untuk masuk ke sekolah ini, jadi prestasi yang dimiliki oleh sekolah ini bukan hanya dalam bidang akademik, tapi juga bidang lainnya.

   Salah satunya adalah tawuran.

   Merusak citra sekolah?

   Tentu saja.

   Tapi anak-anak itu tetap saja melakukannya seperti tanpa beban, karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang memiliki orang tua dengan status sosial yang lumayan berpengaruh di masyarakat maupun pemerintahan, jadi mudah saja bagi mereka untuk lepas dari masalah sehabis tawuran.

   Tapi hal itu tidak pernah dipikirkan oleh Chila sama sekali, yang ada di kepalanya adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan berteman baik dengan orang-orang di dekatnya.

   Walaupun sepanjang koridor banyak kakak kelas terutama murid laki-laki yang memperhatikannya. Chila memang bukan murid dengan nilai terbaik di angkatannya, tapi kecantikannya benar-benar sulit untuk ditolak.

   Bagaimana tidak?

   Chila sudah ditembak oleh empat orang kakak kelas anggota OSIS saat masa orientasi peserta didik baru. Dan sekarang ada beberapa pucuk surat lagi yang terselip di lokernya.

   Tanpa membukanya Chila sudah tau apa isinya.

   Ia membuang nafas dengan jengah namun mencoba untuk tetap tersenyum. Biar bagaimanapun ini adalah hari pertama kegiatan belajar mengajar dimulai. Setelah menaruh barang-barang yang kurang diperlukannya, Chila berjalan kembali menyusuri koridor untuk sampai di kelas VII-A.

   Seketika murid laki-laki yang awalnya sedang mengobrol dengan cukup seru kini menghentikan kicauannya, pandangannya menatap lurus ke arah Chila untuk sesaat, sebelum Chila tersenyum dengan dengan manis, "Pagi!"

   Chila memang selalu ceria seperti ini, dan itu membuat teman-teman sekelasnya yang awalnya menilai bahwa Chila memiliki wajah yang sulit untuk didekati kini dengan mudahnya menjadi akrab dengannya.

   Mungkin Chila sedikit terlambat untuk bisa memilih bangku paling depan karena tinggal dua kursi di pojok belakang kelas yang tersisa.

   Seorang murid lelaki mendorong temannya sampai ia nyusruk di lantai. "Adaaaawww! Sakit, woy! Maksud lo apaan?!"

   Lelaki yang mendorong temannya hingga terjatuh ke lantai tadi kini melambai ke arah Chila. "Duduk di sini aja, Chil!"

   "Yeh, apaan lo! Gue udah duduk di situ duluan!" protes si anak yang pantatnya sepertinya masih nyut-nyutan.

   "Siapa juga yang mau duduk sebangku sama lo, kecebong hanyut!"

   "Sialan lo, tompel kuda!"

Marrying Dear Teacher ✔ (Tersedia di Gramedia dan Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang