38. Freakin' (Useful) Memory

36.6K 3.2K 241
                                    

   Dengan langkah yang lumayan cepat, Agil berjalan kembali ke arah tempatnya memarkir mobil. Kantung hitam kini sudah tercetak jelas di bawah matanya, namun tidak mengurungkan niatnya sedikitpun untuk terus melakukan pencarian yang sangat membuat frustasi.

   Ada beberapa tempat yang terlintas di benak Agil. Tempat-tempat tersebut adalah daftar tempat yang sedang tidak ingin Agil datangi.

   - Rumah sakit tempat Rea meninggal, tempat dimana sebagian hati Agil hancur berkeping-keping.
   - Rumahnya sendiri, karena Agil masih belum bisa melihat wajah kedua orangtuanya.
   - Apartement Gilang (walau Rio sudah pernah mengecek tempat itu.
   - Rumah guru BP sebelum Oliv, guru yang selalu dibuat menangis oleh Agil dan Ben.
   - Rumahnya Rio, karena Agil sedang malas berurusan dengan Kyra. Dan tidak mungkin juga sebenarnya Gilang menyembunyikan Oliv di sana, namun tetap Agil datangi.
   - Bangunan di halaman belakang SMA Brimawa yang dianggap angker oleh warga-warga sekolah. Ben hanya menunggu di luar sementara Agil yang menerobos masuk sendirian.

   Agil sudah lumayan frustasi karena mendatangi semua tempat yang tidak ingin didatanginya sama sekali. Saking frustasinya, Agil baru saja keluar dari kelab LGBT di belakang rumah Ben dulu, tempat yang pernah Ben rekomendasikan untuk menjual Randy.

   Semua tempat yang ada di benaknya sudah ia datangi. Agil masuk ke dalam mobil dimana Ben sudah menunggunya sambil memiringkan smartphonenya bermain COC.

   "Gimana?" tanya Ben tanpa melihat Agil yang baru saja membuang nafas dengan jengah. Mereka sudah mencarinya dari siang sampai sore. Maksudnya siang kemarin sampai sore hari ini dan hanya singgah tiga kali untuk makan.

   "Ga ada." jawab Agil yang kembali menyalakan mesin mobilnya.

   "Engga, maksud gue gimana bencong-bencong di kelab tadi? Yahut ga?"

   Agil menoleh ke arah Ben dengan tatapan yang lumayan mengerikan. Ben yang menyadari itu langsung menoleh ke arah Agil dan tersenyum alibi.

   "Sekarang kita mau ke mana?"

   Agil membelokan mobilnya di persimpangan. "Ke panti."

   "Ngapain?"

   "Gue janji sama Lucas buat nemenin dia belajar jalan tanpa tongkat. Hari ini gips-nya dibuka."

   Ben hanya ber-oh ria tanpa bersuara, masih memperhatikan layar gadgetnya. Ben tidak terlihat sekacau Agil karena Ben beberapa kali tertidur pulas di mobil selama ikut Agil mencari Oliv. Alasannya karena Ben tidak pernah membawa mobil.

   Agil tidak keberatan dengan itu, toh dengan Ben mau meluangkan waktu selama dua puluh tujuh jam non-stop untuk menemani Agil ikut mencari Oliv juga itu sudah lumayan, daripada pergi dengan Rio yang jika ditinggal lima menit saja sudah mabuk lagi, apalagi dengan Victor yang sedikit-sedikit mengajak ke kelab malam dengan alasan untuk menghilangkan penat.

   Sekitar tiga puluh menit berkendara, mereka sampai di depan panti asuhan. Agil dan Ben turun dan langsung masuk ke dalam panti. Seseorang membukakan pintu dari dalam dan tersenyum dengan sangat manis.

   Ya, siapa lagi kalau bukan wanita yang belakangan ini dibikin baper oleh Agil.

   Amel, wanita itu tersenyum ke arah Agil dan melirik juga ke arah Ben.

   Agil balas tersenyum namun melihat arah pandangan Amel, Agil juga ikut menoleh ke arah Ben.

   Dia cengoh.

   Entahlah, Ben tiba-tiba seperti sebuah patung manekin, hanya saja yang ini versi ganteng, cool, bernafas, dan agak bodoh.

   Agil menyikut lengan Ben yang membuat Ben menoleh. Ben mendapati Agil menaikkan sebelah alisnya dan kembali menoleh ke arah Amel. Kini dengan senyuman.

Marrying Dear Teacher ✔ (Tersedia di Gramedia dan Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang