27. For Us

48.5K 3.7K 406
                                    

   Seorang gadis yang berdiri di atas panggung memegang piagam penghargaan sebagai salah satu peraih nilai UN SMP tertinggi di sekolahnya melambai ke arah lelaki yang duduk sembari bertepuk tangan kepadanya. Di antara ribuan orang tua murid, lelaki yang mengenakan pakaian putih abu-abu dengan balutan jaket bomber berwarna hitam itu adalah orang yang paling bangga kepada gadis tersebut, bahkan telapak tangannya sampai merah akibat terlalu bersemangat bertepuk tangan.

   Orangtua dari lima anak yang sedang berdiri di atas panggung berkat nilai mereka adalah yang tertinggi di SMP itu mulai naik satu persatu dan berdiri di samping anaknya. Yang berbeda adalah seorang anak yang bukannya ditemani orangtuanya berdiri di atas panggung melainkan lelaki berpakaian ala SMA.

   Lelaki itu melingkarkan tangannya di leher anak perempuan itu dari samping dan memeluknya erat, selagi anak itu memegang piagamnya.

   Lelaki yang mengenakan sepatu Vans California bertali cokelat, baju seragam yang tidak dimasukan ke dalam celananya, resletingnya jaket bombernya yang dibiarkan terbuka dan kalung bertali hitam yang dikeluarkan itu mendekatkan wajahnya ke telinga si anak perempuan.

   "Sumpah demi sepatu Kobe Bryant yang sampe sekarang belum sempet gue beli, gue bangga sama lo. Lo emang adik kebanggaan gue, Rea" ucap si lelaki yang membuat anak perempuan itu semakin melebarkan senyumannya.

   Gadis itu menatap lekat-lekat sosok lelaki di sampingnya itu. Kata-kata yang sangat sederhana dari seseorang yang selalu ada untuknya selama beberapa tahun belakangan ini benar-benar membuat tubuhnya seperti tidak memiliki beban sedikitpun.

   Kata-kata itu sederhana, dan terkesan sedikit konyol, tapi kata-kata yang sederhana dan konyol dari mulut kakaknya itu seakan memancarkan radiasi yang membuat seluruh tubuh gadis itu menjadi hangat, memberikan kenyamanan dengan cara yang aneh, namun gadis itu menyukainya, menyukai keanehan yang sedang ia rasakan.

   Setibanya di rumah gadis itu berteriak kegirangan, mengatakan kebanggaannya atas prestasi yang diraihnya dengan sangat lantang dan ceria, walau ia tau selain kakaknya dan Mbok Larti, hanya benda-benda mati yang akan mendengar kebahagiaan itu. Namun gadis itu tetap saja mengutarakannya dengan tanpa beban, berlari masuk ke dalam kamarnya dan melompat-lompat di atas ranjangnya.

   Agil hanya bisa terkekeh kecil melihat tingkah adik kesayangannya yang sepertinya berusaha menghancurkan ranjangnya itu.

   "Ahaa.. Yeahh.. Can't touch it, beibehh, dum dum dum dum.." Gadis itu bernyanyi sambil menari-nari di atas ranjangnya. Hanya beberapa menit sampai gadis itu terkulai lelah di atas ranjang yang tadi ingin dihancurkannya, berbaring dengan nafas terengah-engah sambil berusaha mengatur nafasnya.

   Agil mendekat, ikut berbaring di sampingnya dalam posisi yang terbalik, kaki Rea berada di kepala ranjang sedangkan kaki Agil berada di kaki ranjang, dan wajah mereka sejajar. Rea masih saja tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi-gigi depannya sedangkan Agil hanya tersenyum dan menatap lurus mata adiknya.

   Agil mengusap-usap pipi Rea sebentar sebelum mencubitnya dengan gemas. "Tengil banget si yang baru lulus SMP"

   Rea menepis tangan Agil lalu memegang pipinya yang tadi dicubit Agil dan mengerucutkan bibirnya. "Apaan si nyubit-nyubit, sakit tauuuu" rengeknya yang membuat Agil tertawa lembut.

   "Lebay lo.. Iya iya maaf"

   "Gamau! Maaf maaf, enak aja, gatau sakit apa!" tukas Rea dengan tatapan yang entah mengapa seakan berhasil meyakinkan Agil bahwa Rea benar-benar kesal

   "Yeh ngambek bocah, terus maunya apa?"

   Rea tersenyum dan mengetuk-ngetuk pipi yang tadi dicubit Agil dengan jari telunjuknya, "Cium dulu, biar cepet sembuh"

Marrying Dear Teacher ✔ (Tersedia di Gramedia dan Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang