36. Old Picture

38K 3K 255
                                    

   "Woi! Gila lo ya? Ini rumah sakit, ga usah pake pistol-pistolan segala!"

   "Diem lo, ini bukan urusan lo!"

   Wajah Agil merah padam, ia menarik kerah kaus Rio dan membanting tubuh lelaki kurus itu ke tembok berwarna putih di dekatnya. Agil menatap tajam ke arah Rio yang kini malah menodongkan pistolnya ke kepala Agil.

   "Lo bilang bukan urusanlo?! Ngaca, anj**g! Silahkan lo bunuh dia sepuaslo setelah gue tau di mana Gilang nyembumyiin Oliv!"

   Rio balas menatap sengit Agil dan menaruh jari telunjuknya tepat di pelatuk pistol berjenis handgun itu. "Gausah banyak bac*t lo! Mending lo minggir sekarang atau—"

   Krakk.. Srakk.. Duakk.. Brukkkk....

   Victor mencengkram tangan Rio sehingga membuatnya melepaskan pistolnya dengan kondisi tulang tangannya hampir remuk. Tangan Victor yang satunya menjambak rambut gondrong Agil hingga membuatnya mengadah, setelah berhasil memisahkan kedua orang itu, Victor mendaratkan pukulan keras di wajah masing-masing mereka.

   Kini mereka berdua terbaring dengan posisi mengadah, mengelus-elus pipi masing-masing yang sepertinya akan mulai membiru.

   "Lo berdua kalo mau berantem mending sama gue aja sini." ujar Victor enteng tanpa meninggikan nada bicaranya. "Apa semuanya harus pake kekerasan? Kalian ga pernah sekolah ya? Dasar generasi barbar!"

   Mungkin begitulah cara paling efektif untuk memisahkan mereka.

   Victor berbalik. "Mana Gilang?"

   Arinto yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan kakinya yang dipasangi papan kayu berukuran panjang dibalut lilitan perban tidak menjawabnya sama sekali.

   Duakk...

  "AAAKKKHHH!!!!!!"

   Victor meninju kaki Arinto yang patah itu dengan sangat keras. "Jawab! Mana Gilang?!"

     Duakk...

   "AAAKKKHHH!!!!!! BANG**T, SAKIT GO***K"

   "Makanya jawab! Mana Gilang?!"

   Duakk..

   Agil dan Rio memutar bola matanya dengan malas. Baru saja Victor mengatakan mereka berdua adalah generasi barbar karena selalu menggunakan kekerasan, sekarang yang dilihatnya tidak jauh berbeda dengan yang dikatakannya.

   Agil berjalan menuju pintu.

   "Mau kemana lo?"

   Agil membuka pintu dan berbalik. "Kabarin kalo nanti kalian udah tau di mana Gilang, ada yang harus gue urus."

   Dengan kecepatan normal Agil melajukan mobil sportnya di tengah lalu lintas kota yang sudah lumayan sepi karena mendekati tengah malam.

   Drrtt.. Drrtt..

   Incoming calls, Amel.

   "Asalamu'alaikum.." ucap Agil dengan terus memperhatikan jalan. Ia berbicara tanpa menaruh ponsel di telinganya karena tersambung dengan sound-system mobil via bluetooth.

   "Wa'alaikumsalam.. Kamu di mana? Jadi ga?"

   "Iya, ini udah di jalan. Tunggu depan rumah, dikit lagi sampe."

   "Yaudah, hati-hati."

   "Iya."

   Agil membelok dan menginjak pedal gas sedikit lebih dalam. Tidak sampai lima menit ia sudah melihat Amel berdiri di trotoar memegang sebuah kotak yang berukuran lumayan besar. Agil turun, menaruh kotak itu di bagasi dan masuk kembali ke mobil bersama Amel.

Marrying Dear Teacher ✔ (Tersedia di Gramedia dan Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang