Efra mendongakkan kepalanya dari berkas-berkas yang sedang dia baca saat seseorang dengan santainya menggebrak mejanya dengan kasar. Gadis itu tersenyum meremehkan menatapnya dengan dagu terangkat naik. Lalu tak lama kemudian dari belakang gadis itu muncul Mitha, sekretarisnya yang berlari tegopoh-gopoh mengejar sang gadis bar-bar itu.
"M-maafkan saya Pak Efraim, gadis tidak sopan ini dengan sengaja menerobos masuk ke ruangan Bapak dan saya tidak bisa mencegahnya... sekali lagi maafkan saya..." ujar Mitha memberi penjelasan pada bosnya. Wajahnya terlihat ketakutan dan ia sama sejaki tidak berani menatap bosnya.
Efra hanya mengangguk datar dan meminta sekretarisnya untuk segera meninggalkan mereka berdua.
"Baik Pak." Ujar Mitha lega karena tidak jadi dimarahi oleh Efra dan dia segera pergi dari ruangan bos datarnya.
"Jadi, ada hal penting apa hingga membuat nona muda Aydan datang ke ruangan saya tanpa permisi?" Sindir Efra pura-pura formal saat berbicara dengan wanita di depannya.
Anaya yang masih menahan emosi memasang ekspresi sedingin mungkin pada pria itu, lalu dengan kesal ia berkata. "Gue pengin bunuh lo sekarang juga!" Teriak Anaya penuh amarah. Dia sudah tidak tahan lagi dengan amarahnya yang begitu dalam hingga terasa menyesakan dada.
Efra menaikan sebelah alisnya menatap Anaya dengan tajam, "Membunuh atas dasar apa Anaya?" Balas Efra santai. Berbanding terbalik dengan sikapnya yang menunjukan kesiagaan pada gadis itu.
Firasatnya mengatakan ada hal buruk mengenai masa lalunya yang telah diketahui oleh gadis di depannya ini sehingga gadis imut yang seperti kelinci yang biasa ia kenal kini tiba-tiba berubah menjadi harimau betina yang siap menerkam mangsanya.
Bagaimana Efra bisa tau kalau Anaya sudah mengetahui tentang rahasia masa lalunya dulu saat dia bersama kakaknya? Ah jelas dia tau, Efra tidak sebodoh yang kalian kira. Dan jika tiba-tiba Anaya datang menemuinya dengan membawa sejuta amarah terpampang jelas di wajah cantiknya, jelas saja masalahnya tidak lain karena kesalahannya dimasa lalu. Memangnya apa lagi, huh? Tidak ada bukan.
Anaya berjalan angkuh memutari meja kerja Efra. Kini dia hanya berjarak 2 meter saja dari Efra. Sengaja ia tak ingin terlalu dekat dengannya agar rencana yang telah ia buat tidak hancur berantakan hanya karena tatapan teduh milik sang adam. Hatinya masih terlalu lemah untuk masalah perasaan.
Anaya kembali berkata. "Lo pembunuh!" Desis Anaya tajam. Tidak ada lagi raut ramah di wajah cantik wanita yang tengah dimasuki hawa panas dalam dirinya. Amarahnya berusaha keras menutup hati nuraninya.
"Anaya..." panggil Efra berusaha meredakan amarah wanita.
"Don't talk anymore, Efra! I will kill you!" Teriak Anaya marah seraya mengacungkan pisau lipat yang entah sejak kapan ada di tangannya ke depan Efra yang masih berjarak 2 meter.
Efra mendengus sinis melihat pisau lipat yang diacungkan Anaya. Mau bermain-main rupanya, batinnya. Lalu ia bangkit dari kursinya. Tanpa bisa dicegah seringai keji di wajah Efra pun terbit. Tidak perlu lagi berpura-pura menutupi bau bangkainya. Dia harus segera mengklarifikasinya jika tidak ingin masalahnya kembali berlarut-larut.
Melihat wajah datar Efra yang berubah kaku sedingin es batu, entah mengapa rasa takut memenuhi dada Anaya saat pria itu perlahan mendekatinya. Bagai seekor singa jantan yang menatap lapar mangsanya, Efra terus mengunci tajam tepat ke mata gadis di depannya.
Begitu mengikatnya pandangan Efra sampai-sampai Anaya tidak menyadari jika pria itu sudah berada tepat di depan hidungnya. Bahkan dia bisa mencium dengan jelas aroma maskulin mantan kekasih kakaknya, sekaligus tersangka utama meninggalnya sang kakak tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENTANGLED HEARTS
ChickLitWarning! About content 21+ Lelah karena terus-terusan dijodohkan oleh eyangnya, Anaya memilih untuk pergi dari rumahnya dan tinggal sendiri di apartemen yang diberikan oleh ayahnya tanpa sepengetahuan sang eyang. Semua fasilitas yang Anaya punya ter...