2. Date? No!

6.5K 200 13
                                    

Aku mendengar mama memanggil, aku menoleh kepada kak Rio dan dan dia mengangguk kepadaku. "iya ma..", aku menjawab panggilan mama dan beranjak kembali dari taman ke ruang tamu diikuti kak Rio di belakangku.

Kami tiba di ruang tamu dan aku duduk kembali di samping papa.

"kalian sempat ngobrol kan tadi?", tanya mama. Pandangan mama melihatku juga melihat ke arah kak Rio.

Aku hanya diam, kulihat kak Rio diseberang sana menganggukkan kepalanya sambil menjawab "iya tante".

"jadi gini Rio, Windy.. kalian kan sudah dewasa, sudah mau lulus, apalagi kamu Rio. Kami tidak mau kalian jatuh kepada orang yang salah. Kami sudah saling mengenal bahkan sejak kalian belum dilahirkan. Maka dari itu kami ingin jika kalian menikah saja, sehingga kami tidak terlalu mengkhawatirkan kalian nantinya,", jelas om Dimas yang seketika membuatku kaget dan membatu di tempat.

Jujur aku tidak bisa berkata-kata, bahkan sekedar untuk mengatupkan mulutku saja susah. Aku masih bingung, ini mimpi? Ya. Jelas ini mimpi. Pasti mimpi.

Kulihat ke arah kak Rio. Kurasa ekspresi kak Rio tidak jauh beda denganku, sama tidak menyangkanya jika pertemuan ini yang kukira mereka membicarakan tentang bisnis ternyata mereka membicarakan tentang masa depan. Ya masa depan. Masa depanku yang belum aku rencanakan, pernikahan? Bahkan akan kuhabiskan sisa waktuku ini dengan siapa aku belum memikirkannya.

"pah mah.. maksudnya apa?", tanyaku bingung kepada mama papa.

"papa kira kamu cukup mengerti dengan maksud kami Windy, pikirkan baik - baik keputusan kami ini ya.. dan jangan buat papa kecewa", jlebb! Kalimat terakhir papa sukses membuat aku mati kutu. Aku masih bingung dengan semua ini namun pertanyaan mama membuyarkan lamunanku.

"nak Rio gimana? Mau kan?", tanya mama kepada kak Rio. Please jawab 'enggak'!

Kak Rio terlihat bingung dengan jawabannya. Aku yakin pasti kak Rio tidak tahu menahu tentang ini semua namun ternyata bukan dia yang menjawab akan tetapi tante Ira. "kalo Rio pasti mau Ris, gampang mah kalo Rio urusanku. Yang penting Windy nya mau apa enggak, gitu aja."

"Windy juga mau kok, tenang aja Ir.. jadi besan abis ini kita haha", bukannya memberiku waktu untuk menjawab tapi mama malah menjawabnya duluan. Aku kesal, bukannya yang harus menentukan semuanya adalah aku? Bukankah aku yang harus menentukan dengan siapa aku akan menjalankan pernikahan? Bukankah mama papa juga perlu untuk mendengarkan jawabanku? Lelah.

Aku terlalu malas untuk bergabung dengan obrolan-obrolan ini lagi jadi aku kembali ke kamarku saja. Mungkin nanti setelah mereka pulang mama papa bakal dengerin ketidaksetujuanku akan hal ini. Aku perlu sendiri untuk menetralkan rasa kagetku ini. Tentu saja saat aku beranjak pergi mama papa nahan aku, tapi Windy gamau ma. Windy gamau nikah sama orang pilihan mama itu. Batinku.

Aku menagis di ranjang dengan posisi membelakangi pintu. Lebih baik menangis dalam diam seperti ini daripada merengek marah-marah sama mamah. Tetapi tiba-tiba papa datang dan mengusap usap lenganku pelan. Aku masih diam.

"semua ini buat kebaikan kamu nak", ucap papa pelan.

"apanya yang buat kebaikan Windy pah? Kalian ga mau ngedengerin jawaban Windy dulu. Kenapa harus dijodohin pah? Apa perusahaan papa bangkrut? Kayak di drama drama trus papa jodohin Windy biar perusahaan papa bangkit lagi gitu?", jawabku disertai isakan. Entah ini nyata atau drama. Dijodohkan? Hehh yang benar saja.

"kamu di situasi kayak gini malah ngelawak ya?", tanya papaku disertai tawa. Aku hanya diam, malas untuk ngeladenin papa. Di lain sisi mama datang juga, mama memelukku sebentar sebelum berbicara.

"bener kata papa Win, ini untuk kebaikan kamu. Mama gak mau anak mama satu-satunya jatuh kepada orang yang salah, ini bukan perjodohan bisnis seperti yang kamu bayangkan. Ini keputusan mama papa dan kami harap kamu ga ngecewain mama papa. Mama gak minta lebih sama kamu Win, ini juga untuk masa depan kamu.", terang mama padaku, kenapa aku sedikit tersentuh dengan ucapan mama barusan? Memang benar sebagai anak tunggal mama papa selalu nurutin kemauan aku, termasuk dalam hal kuliah. Aku dibebaskan memilih jurusan apa saja asal aku suka. Apakah sekarang ini aku harus menuruti mama papa?

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang