7. Ring

3.7K 125 2
                                    


Windy pov.

Bukan tak menerima pernikahan, aku ingin. Tetapi jika secepat ini apakah aku siap menjadi seorang istri. Ah memikirkannya membuatku pusing.
Rio. Bukan termasuk seseorang yang sulit untuk dicintai, apakah sekarang aku menyukainya atau malah aku sudah jatuh dalam pesonanya. Tampan? Jelas iya. Terlebih dia meperlakukanku dengan lembut yang membuat aku merasa nyaman di dekatnya.

Pernikahan dilaksanakan dua minggu dari sekarang, jujur aku shock dan jika bisa aku akan menundanya akan tetapi keputusan tetaplah keputusan. Aku terlalu sayang terhadap kedua orangtuaku untuk membantah permintaannya. Akan tetapi, aku merasa sedikit lebih tenang karena kak Rio yang lumayan bisa menenangkanku. Apakah aku sudah gila karena menanggap pelukan Rio semalam cukup membuatku tenang terhadap pernikahan yang menyangkut hidupku. Entahlah.

"mah, aku mau maen dulu ya" pamitku pada mama, sepertinya aku butuh untuk membagi apa yang kurasakan dengan sahabat-sahabatku lagian sepertinya aku butuh refreshing untuk menjernihkan pikiran kusutku.

Mama yang sedang menonton tv menoleh padaku. "iya, tapi jam 2 kamu udah harus pulang ya.. nanti Rio kesini."

Rio? Ngapain?

"kalian hari ini cari cincin" lanjut mama singkat. Secepat itukah?
"iya, aku berangkat mah. Assalamualaikum" pamitku pada mama dan segera bergegas pergi.

Aku mengedarkan pandangan saat memasuki cafe dimana kita janjian. Dibangku paling pojok ada Dion sedang melambaikan tangannya padaku. Bangku paling pojok merupakan tempat favorit kita karena sekalian bisa liat pemandangan luar.

"udah lama lo? Yg laen mana?"

Dion yang sedang meminum kopinya pun menaruhnya lagi di meja lalu menjawab, "udah 5 menitan lah gue, gak tau tuh pada kemana. Gitu kali ya kalo janjian sama cewek. Males gue nunggu lama lama" keluh Dion.

"etdah elo! Nunggu Fanya peka aja kuat, masa nunggu kita gak ada 10 menit aja ngeluh" omelku yang dibalas kekehan dari Dion.

Eh kayaknya aku belum minta maaf sama Dion perihal dia yang ngambek pas waktu acara ngambil toga, perlu minta maaf gak ya? Tapikan aku sama Dion sekarang udah akur akur sendiri tanpa ada yang minta maaf. Eh tapi gaenak ah.

"eh Yon, gue minta maaf ya soal yang kemaren kemaren itu" cicitku pelan. Siapa tau aja dion inget trus gue diamukin lagi kan tuh.

"maaf? Apaan?" jawabnya heran. Hmm sepertinya Dion lupa, dasar plin plan.

Lanjutin gak nih minta maafnya, "itu yang pas ngambil toga gue nyenggol lo pas ngegame trus lo marah marah sama gue"

"ealah gitu doang minta maaf, lupain aja kali lagian juga gue udah lupa" jawabnya sambil tersenyum dan akupun juga.

"thanks Yon, lo emang the best" ucapku sambil mengacungkan dua jempol.

"alay lu"

Setelah Fanya dan Dian datang, kami melanjutkan memesan makanan dan ngobrol bercanda seperti biasanya.

"gengs.. gue mau cerita" ucapku pelan.

Aku mulai menceritakan perihal perjodohanku dan pernikanku yang akan diadakan dua minggu lagi. Mereka awalnya shock karena aku baru menceritakannya sekarang tapi mungkin mereka akhirnya juga mengerti jika ini bukanlah keingiananku dan mereka malah menghiburku.

Ternyata bercerita kepada mereka bukan termasuk hal yang salah.

Beragam saran dan kata kata penyemangat mereka ucapkan seperti :

"lo yang sabar ya Win,"

"iya gue tau lo pasti bisa ngelewatin ini semua kok"

"lo jangan sungkan share ke kita kalo lagi ada masalah gini"

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang