Setelah kejutan yang diberikan Rio pada hari ulangtahunnya, sahabat serta orangtua Windy silih berganti memberinya ucapan selamat dan kado. Windy bahagia sekali, ternyata semua sahabatnya itu ingat ulangtahunnya. Namun mereka hanya ingin Rio lah yang mengucapkannya pertama kali, jadi dengan begitu mereka menahan diri untuk tidak mengucapkan dan memberinya surprize.
Di tempat yang berbeda juga ada seseorang yang sedang menyiapkan sesuatu tak kalah manisnya dari Rio.
"Kak." Panggil Windy pada Rio yang tengah sibuk membaca buku yang begitu tebal.
"Hmm?"
"Windy boleh pergi?" Tanya Windy meminta izin.
"Boleh." Tanpa berfikir panjang Rio memberinya izin. Selama ini Windy jika meminta izin juga tak pernah jauh dari acara jalan bersama sahabatnya.
"Tapi sama Daniel." Cicit Windy pelan.
Windy baru saja mendapat pesan yang isinya undangan untuk menghadiri ulang tahun adiknya Daniel, dan Windy tak enak jika ia tidak datang. Namun ia juga tidak enak pada Rio jika misal ia pergi minta izin tanpa tujuan yang jelas.
Rio menutup bukunya, moodnya seketika hancur mendengar nama Daniel.
Ia melepas kacamata bacanya lalu menatap Windy datar.
"Kakak berubah pikiran." Ucapnya singkat.
Rio segera beranjak dari duduknya dan menyesap kopi yang berada di sampingnya.
Ia berdiri di balkon apartemennya, berfikir apakah hati Windy sudah sepenuhnya menjadi miliknya.
"Kak," Panggil Windy pelan yang sudah ada di sampingnya tanpa Rio sadari itu.
"Kamu mau pergi?" Tanya Rio dingin.
"I - iya."
Rio menghela nafasnya, "meskipun kakak ngelarang?"
Windy yang semula sudah exited dengan undangan itu perlahan harapannya pupus. Rio tidak mengijinkannya.
Terbesit ide di kepalanya, karena dari cerita Daniel, Daniel juga akan mengundang banyak teman kuliahnya. Entah kenapa, padahal acara itu adalah acara ultah adiknya.
"Banyak temen kuliah yang diundang juga, kak. Yah bisa dibilang reuni kecil-kecilan. Kalo kakak khawatir Windy ada apa-apa sama Daniel, kakak bisa ikut." Ujar Windy.
Rio bergelut dengan pikirannya, sepertinya ajakan Windy tidak buruk. Dengan dirinya ikut sudah pasti ia dapat mengawasi Windy secara langsung bukan?
"Oke, kamu boleh pergi asal kakak ikut." Ucap Rio tegas.
Windy tersenyum, "makasih, kak." Ucapnya lalu mengalunkan tangannya pada lengan Rio.
Rio tidak menjawabnya, ia hanya menatap langit malam yang sedang mendung. Entah pikirannya berjalan kemana, yang pasti ada hal yang membuatnya tidak tenang sekarang ini.
"Kakak marah?" Tanya Windy polos kala beberapa saat Rio tidak bergeming.
Rio bingung. Marah? Jelas. Tapi apa iya dia harus menjelaskan alasan kemarahannya?
"Windy tau kok kalo kakak marah. Tapi bener aku gak ada apa-apa sama Daniel."
"Kamu sayang kakak?" Entah karena apa pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Rio.
"Sayang." Jawab Windy mantap.
"Syukurlah."
Windy heran dibuatnya, ada apa dengan Rio? Kenapa ia jadi seperti ini? Apakah Rio sedang dalam mood yang buruk sehingga ngelantur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Fall in Love
General FictionPernikahan yang dijalani dengan rasa kakak-adek zone. Apakah akan selamanya begitu? Semua berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh orangtua mereka. Lantas apakah keduanya akan saling jatuh cinta? Highest Rank : #54 20/1/18 in General Fiction