21. 'Sayang'

4.2K 140 22
                                    

Windy mengerjapkan matanya mendengar bunyi alarm yang terletak di meja nakas. Saat ia akan bangun ternyata ada tangan yang melingkar di perutnya. Dilihatnya tangan itu  adalah milik Rio.

Dengan perlahan ia menyibakkan tangan kekar itu ke tempatnya dan mulai bangun. Rio yang terganggu tidurnya mengerang sebentar lalu tidur lagi. Windy membenarkan letak selimut agar suaminya itu kembali terlelap.

Jadi semalem aku tidur di pelukan kak Rio?, batin Windy.

Ia memilih untuk menghilangkan pikirannya akan rasanya tidur dengan Rio yang terasa amat nyenyak. Ia seakan akan terlindungi berada dalam dekapannya.

Windy memulai harinya dengan menjalankan kewajiban sebagai seorang istri yaitu memasak. Tidak sulit yang ia masak untuk sarapan karena hari ini ia juga akan ke kantor untuk mendampingi papanya menghadiri rapat penting.

"Kak, bangun. Mandi" ucap Windy sembari mengguncang lengan Rio.

"Hmm" Rio menanggapinya dengan dengkuran dan membenarkan posisinya untuk menlanjutkan tidur.

"Kak bangun" dengan telaten Windy masih membangunkan Rio.

"iya iya." Dengan malas Rio pun beranjak bangun dan segera ke kamar mandi.

Selesai dengan mandinya telah tertata pakaian di kasur yang hendak ia kenakan. Celana polos hitam dengan paduan kemeja berwarna navy, dan dasi berwarna hitam sebagai tambahannya. Seulas senyum terukir di bibirnya. Kebiasaan baru Windy yang tak pernah ia lewatkan meskipun sama sama akan pergi bekerja. 

Mereka sarapan dengan diam. Antara canggung dan tak tahu harus membicarakan apa bercampur menjadi satu alasan kenapa mereka sama sama bungkam.

"kamu ke kantor?" tanya Rio memecah keheningan.

"iya kak" jawab Windy.

"yaudah yuk berangkat." Ucap Rio. Ia mendahuluinya di depan diikuti Windy berjalan dibelakangnya dengan membawakan tas Rio.

"sini tas kakak, kakak aja yang bawa" ucap Rio sembari mengulurkan tangannya.

"gak usah lah, Windy aja."

"padahal berat" ucap Rio kemudian.

"enggak ini. Udah ah buruan"

Rio akhirnya memilih untuk mengalah daripada berdebat dengan Windy hanya untuk masalah sepele. Sesampainya di parkiran, ia membukakan pintu mobil untuk Windy. Tak ada percakapan lagi disana, Windy hanya langsung masuk mobil dan duduk di samping kemudi.

***

"kak, nanti beli mobil lagi ya" ucap Windy saat ditengah-tengah perjalanan menuju kantor.

"kenapa? Yang ini kurang bagus?" tanya Rio sambil menyerngit. Tak pernah sekalipun istrinya itu mempermasalahkan perihal kendaraan.

"bukan gitu. Kalau aku bawa mobil sendiri ke kantor kan kakak gak usah jemput aku dulu kalo pulangnya gak bareng" jelas Windy.

Windy yang memang jarang ke kantor kerap diantar jemput oleh Rio. Namun Rio sama sekali tak mempersalahkan hal itu. Ia senang-senang saja melakukannya untuk Windy. Dan juga jam Windy pulang kantor adalah saat jam istirahat, dan itu sama sekali tidak mengganggu pekerjaannya. Terkadang juga mereka akan makan siang dulu di luar barulah mengantar Windy pulang lalu kembali lagi ke rumah sakit. Setidaknya dengan begitu kebersamaan mereka masih tetap terasa meskipun sama sama sibuk.

"kalo bawa mobil sendiri - sendiri kapan kita barengnya? Kakak pulangnya kadang juga malem" jelas Rio memberi penolakan terhadap ide Windy yang meminta mobil.

Windy mencoba mencerna maksud dari ucapan Rio. Bareng? Haruskah?

Apakah Rio menginginkan mereka selalu bersama? Pikirannya berkecambuk sendiri mengartikan kalimat yang dilontarkan Rio. Namun ia berusaha senormal mungkin untuk tidak terlihat jika ia sedang memikirkannya.

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang