6. Soon!

3.6K 150 1
                                    

Di kediaman keluarga Sebastian sedang diadakan makan malam antara dua keluarga, membahas pernikahan? Maybe. Siapa yang tahu, Windy hanya disuruh dandan yang cantik dengan dress selutut yang sudah dipilihkan oleh mamanya.

"bagaimana kalau pernikahannya diadakan sebulan lagi?", tawar Dimas, papa Rio kepada semua yang hadir.

Calon pengantin hanya diam tanpa membuka suara, mereka tenggelam dalam pikiran masing masing.

"hmm.. apa tidak terlalu lama Dim?" timpal Heru yang membuat Windy seketika menoleh kearahnya.

"pah.." hanya itu yang dapat dikeluarkan Windy tanda tak setuju.

Apakah ia akan berontak? Bukan hal yang bagus, toh selama ini ia juga berlaku baik dengan keluarga Rio dan ia juga tak menolak jika mamanya menyuruhnya untuk jalan sama Rio.

"bagaimana kalau 2 minggu dari sekarang?", sekarang Ira memberi usul.

"gimana Rio sama Windy? Setuju?" tanyanya lagi pada anaknya dan calon menantunya itu.

Rio hanya melirik Windy sementara yang dilirik membalas tatapan Rio dengan wajah datar lalu menunduk. "gak kecepetan mah? Pah? Rio sama Windy juga baru wisuda, belom kerja juga, ntar gimana Rio mau nafkahin Windy kalo Rio belum kerja?" terangnya, ia harap alasannya dapat diterima oleh kedua orang tuanya ia tahu jika Windy belum siap dengan semua ini.

"pah. Kita gak salah pilih mantu pah" ucap Riska senang pada suaminya dengan senyum sumringah di wajahnya.

"masalah dimana kamu kerja biar papa yang urus, kamu cuma tinggal terima beres", ucap Dimas pada anaknya.

"gak mau pah. Rio mau cari kerja sendiri." Keukeh Rio membuat Dimas menghela nafas.

"yaudah kalo kamu gak mau berarti papa kasih waktu kamu 2 minggu buat nyari kerjaan sendiri dan kalau 2 minggu itu gak berhasil papa yang akan turun tangan untuk itu. Atau kalo enggak papa yang akan nanggung biaya hidup kamu sama Windy." Tegas Dimas pada anaknya.

"mungkin kalo Rio emang gak dapet kerjaan dalam 2 minggu Rio akan nerima tawaran papa tapi tidak untuk papa yang akan nanggung biaya hidup Rio sama Windy" jawa Rio mantap.

Rio. Meskipun dia berasal dari keluarga berada dan keluarganya memiliki pengaruh yang besar ia tak mau memanfaatkan semua itu, ia lebih memilih untuk berjuang sendiri karena ia tahu jika proses tidak pernah menghianati hasil. Kuliah di kedokteran juga begitu, ia berjuang sendiri tanpa campur tangan dari keluarganya, meskipun Rio bisa masuk kedokteran tanpa tes sekalipun di kampusnya karena pengaruh keluarganya namun ia memilih untuk mendapatkan kursi kedokteran itu dengan cara yang sama dengan yang lainnya.

"jadi jelas ya kalau pernikahannya akan diadakan 2 minggu lagi." Ucap Dimas pada semua yang ada di ruang tamu tersebut semuanya mengangguk senang kecuali Rio dan Windy yang hanya menanggapinya dengan diam.

Pembicaraan tentang pernikahan telah usai dan sekarang mungkin mereka sedang membicarakan bisnis yang tidak Rio mengerti, tapi untuk Windy ia cukup mengerti dengan obrolan orang orang disekelilingnya.

"ikut kakak yuk" ajak Rio pada Windy.

"iya" jawab Windy sambil berdiri sementara Rio sudah mulai berjalan mendahuluinya.

"mah pah Windy ikut kak Rio dulu ya" pamit Windy pada semuanya. Yang diangguki oleh semua yang ada di ruangan tersebut.

Rio berjalan ke arah taman belakang rumah yang diikuti Windy di belakangnya. Setelah Rio sampai ia duduk di kursi taman. Disini suasana nya sangat nyaman.

Windy tiba dihadapan Rio sementara Rio menepuk tempat disebelahnya agar ia duduk disampingnya.

Windy segera mengambil tempat di samping Rio.

"kamu gakpapa?" Rio membuka obrolan.

Sepertinya obrolan mereka kali ini sangat serius melihat ekspresi yang diperlihatkan Rio diwajahnya.

"gakpapa apanya ya kak?" tanya Windy balik karena ia bingung dengan pertanyaan Rio.

"pernikahannya" jawab Rio singkat dengan pandangan lurus kedepan.

"jujur Windy gak siap, tapi kalo emang gak bisa ditawar lagi yaudah Windy akan jalanin sebisa Windy" jujurnya.

Entah ia merasa jika ia didekat Rio ia berani mengungkapkan apa yang dirasakannya. Apakah Rio memperlakukannya dengan baik? Tentu saja. Rio sangat menghargai Windy maka dari ia berusaha untuk mengundur pernikahannya dengan alasan ia belum bekerja.

Bagaimana bisa ia bekerja jika ia wisuda saja baru tadi siang.

Tiba tiba Rio memposisikan tangannya untuk merangkul Windy dan membawanya ke dekapannya.
Entah apa yang merasuki rio hingga ia melakukan ini kepada wanita disampingnya.

"maaf" gumannya pelan yang bisa didengar oleh Windy.

Windy diam. Nyaman. Hanya itu kata kata yang dapat Windy ekspresikan untuk mewakili perasaannya saat dirinya dipeluk oleh Rio.

Windy memundurkan dirinya, melepas pelukan Rio dan menatap pria di depannya itu "kakak gak salah, gak usah minta maaf" ucapnya sambil tersenyum.

"tapi kakak gak bisa cegah pernikahan ini, seenggaknya mengundurnya sampai kamu siap" terangnya lirih yang terdengar seperti sebuah penyesalan.

"udahlah, semuanya udah diatur juga. Mungkin takdir Windy emang gini ya kak? Atau mungkin takdir kak Rio yang lebih buruk dari Windy? Sehingga harus nikah dengan cara yang seperti ini" ucap Windy berbicara soal takdir.

Siapa yang tahu jika takdir memang mengatur mereka untuk bersama meskipun mereka enggan.

"udah gak usah bicara takdir, sekarang kamu bantuin kakak gimana caranya biar dapet kerja dalam kurun waktu tadi" jelas Rio sedikit mengalihkan pembicaraan dari Windy yang berbicara tentang takdir. Apalagi tentang Windy yang bicara kalau takdirnya lebih buruk karena harus menikah dengannya. Meskipun ia tidak mengucapkan secara langsung tetapi dirinya berfikir jika itu adalah maksud dari kata katanya tadi.

"gampang"

"hmm?" alis Rio berkerut mendapat jawaban enteng dari Windy.

"ya kakak harus nulis lamaran pekerjaan sama cv kakak dulu lah" jelasnya sambil tersenyum ala anak kecil yang membuat Rio gemas sehingga mengacak rambut Windy.

"yaiyalah kamu ini gimana sih" keduanya tertawa melupakan rencana pernikahan sejenak.

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang