41.

3K 121 13
                                    

"Lo harus sering-sering ajak di ngobrol, Win. Dia bisa aja koma, tapi dia denger apa yang lo omongin. Dan itu bisa merangsang sarafnya untuk segera sadar." Ujar Deka memberi tahu Windy saat ia sedang berkunjung untuk memeriksa keadaan Rio.

"Iya. Makasih, Ka." Jawab Windy sembari menggenggam jemari Rio untuk memberinya kehangatan. Selain itu ia juga mempraktekkan apa yang diberi tahu Deka. Bukan hanya ngobrol, mungkin lewat sentuhan siapa tahu dapat membuat Rio segera sadar.

"Sama-sama. Gue keluar dulu. Nanti jam istirahat gue kesini lagi." Ucap Deka lalu keluar dari ruangan Rio beserta perawat yang mendampinginya.

Windy mengangguk dan membiarkan Deka melanjutkan tugasnya.




Sudah sebulan Rio masih belum sadar dari komanya. Windy tidak pernah melewatkan semalampun untuk terus menjaga Rio. Meskipun ia juga harus istirahat, namun ia tetap bersikukuh untuk menginap. Katanya agar ia menjadi orang pertama yang Rio lihat jika dia sadar. Namun sudah sebulan ini yang ditunggu belum juga membuka matanya.

Kedua orangtua mereka terkadang bergantian ikut menemaninya menjaga Rio namun jika sudah semuanya disibukkan dengan urusan pekerjaan maka Windy akan ditemani oleh sahabatnya ataupun sahabat Rio.

Seperti pagi ini ia sendirian karena Heru harus kembali ke perusahaan untuk menghadiri rapat penting.

Heru juga sudah menghubungi Dion untuk menemani Windy karena khawatir anaknya sendirian. Padahal Windy sudah menolaknya namun Dion tetap saja datang.




"Makan dulu." Ucapan Dion membuyarkan lamunan Windy yang sedang duduk di sofa kamar inap Rio.

Dion datang dengan membawa tas bekal yang berisi kotak makan yang ia letakkan di meja begitu ia sampai lalu duduk di seberang Windy.

Ia mengeluarkan kotak itu dari tasnya dan menjulurkan dihadapan Windy.

Windy mengalihkan pandangannya.

Makan lagi.

"Bikinan Mama gue tuh. Lo gak makan gue aduin ntar."

"Kek bocah lo." Jawab Windy lalu menarik kotak makan yang dijulurkan Dion tadi.

"Lo kali yang kek bocah. Udah jadi emak-emak juga." Jawab Dion tak mau kalah.

Windy tak menjawab.

Ia membuka kotak makan itu dan mulai menyuapkan makannya. Meskipun tidak selera namun ia masih tahu bagaimana menghargai pemberian oranglain, terlebih orang lain itu adalah ibu dari sahabatnya sendiri.

"Oh iya, Fanya sama Dina titip salam. Mereka belom bisa kesini lagi, lagi sibuk katanya." Ujar Dion memecah keheningan.

Windy mengangguk, "Gak papa."

"Lo gimana sama Fanya?" Tanya Windy kemudian.

Dion tersenyum. Hal itu tak luput dari perhatian Windy. "Jangan bilang kalo lo," Ujar Windy menerka-nerka.

"Enggak. Eh belom maksudnya."

"Muka lo gak bisa bohong, Yon."

Dion tertawa, "Gue cuma bilang sama mamanya Fanya kalo gue suka anaknya. Gimana tuh?"

Windy menarik senyumnya, "Ya gitu. Gak dari dulu sih lo. Trus gimana kata mamanya?" Tanya Windy antusias. Membahas masalah Dion dan Fanya cukup mengalihkan kesedihannya kali ini.

"Mamanya sih oke-oke aja. Gue rasa mamanya cerita ke Fanya deh, soalnya akhir-akhir ini kayaknya Fanya ngerespon gue gitu."

"Beneran?" Tanya Windy berbinar.

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang