35. So?

3.5K 152 27
                                    

Cukup lama Windy menunggu akhirnya Rio bangun juga dari tidurnya.

Rio kaget saat pertama kali ia membuka mata yang dilihat adalah Windy. Bukannya apa, ia hanya belum siap untuk bertemu. Entah karena apa.

"Kak," Sapa Windy gugup.

"Kamu ngapain disini? Bukannya sama Daniel?"

Kata itu terucap begitu saja dari mulut Rio tanpa sengaja, bahkan ia merutuki dirinya sendiri.

Penampilan Windy mengatakan jika ia sedang tidak baik-baik saja, jadi hal itulah yang membuat Rio sedikit khawatir. Ya, Rio khawatir akan keadaannya Windy namun ia melupakan keadaannya sendiri.

Windy menggelengkan kepalanya kuat, tangannya beringsut menggenggam tangan Rio.

"Enggak, kak. Buat apa aku sama Daniel kalo kakak disini malah sakit kayak gini."

"Trus kalo aku gak sakit, kamu bakal sama Daniel?"

Windy menghela nafasnya pelan, Rio terus memojokkan dirinya kali ini.

"Kak, tolong dengerin aku. Aku gak ada apa-apa sama Daniel." Ucap Windy lembut.

Rio diam, ia tak menjawab ucapan Windy namun ia juga enggan berargumen.

"Tinggalin aku sendiri." Ucap Rio singkat.

"Ta-"

"Tolong." Potong Rio pada sanggahan Windy. Ia hanya butuh waktu untuk membahas semuanya. Ia tidak mau nanti malah marah-marah tidak jelas.

"O-oke" jawab Windy akhirnya. Ia mengelus tangan Rio kembali lalu beranjak dari duduknya.

Windy mulai melangkahkan kakinya untuk meninggalkan kamar Rio. Namun sebelum ia membuka knop pintu, ia berbalik. "Satu hal yang harus kakak tau. Aku sayang kakak, selalu." Ujar Windy lalu ia membuka pintu dan menutupnya kembali.

Rio yang mendengar kata itu cukup membuat jantungnya berdegup tidak normal.

Ia bingung. Hatinya berkata agar ia segera memanggil Windy kembali dan memeluknya erat. Namun egonya berkata lain.

Sementara Windy berada di taman belakang rumah keluarga Sebastian. Ia duduk di gazebo samping kolam renang dengan pandangan kosong. Ia takut kemungkinan buruk terjadi, yaitu Rio akan pergi meninggalkannya.

Ia bertekat jika ia tidak akan pergi dari rumah ini sampai Rio mau bicara dengannya, entah sampai kapan itu.

Rio yang selama ini selalu sabar menghadapinya, ternyata sekarang sudah menemukan titik lelahnya.

Air mata Windy menetes, entah untuk yang keberapa kalinya. Namun ia segera menghapusnya tatkala ia mendengar suara langkah kaki mendekat.

"Windy." Sapa Ira.

"I-iya, Ma."

Ira yang menangkap gelagap aneh dari menantunya itu segera memeluknya, ia tahu jika Windy baru saja menangis. Jadi ia menenangkannya dengan sebuah pelukan dan usapan di punggung yang menenangkan.

Windy pun mengeratkan pelukannya, airmatanya tumpah begitu saja di dalam pelukan Ira.

"Kenapa sayang?" Tanya Ira.

"Kak Rio, Ma." Ucapnya tertahan. Ia ingin bercerita, tapi ia tak mau membuat Ira kepikiran karena masalahnya.

Ira melepas pelukannya dan menghapus airmata yang mengalir di pipi Windy.

"Sudah, sekarang kamu temui Rio. Selesaikan masalah kalian, ya." Ujar Ira memperingati.

"Tapi kak Rio gak mau ketemu Windy, Ma."

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang