26.

3.6K 150 28
                                    

Rio menarik kopernya kembali dan masuk ke apartemen tanpa menoleh lagi ke arah Windy dan Daniel.

Ia rasa cukup pemandangan yang didapatnya setelah hampir 1 bulan ia tak melihat wajah istrinya itu.

Ia kesal? Tentu. Siapa yang tidak kesal jika dihadiahi ucapan selamat datang seperti itu. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah menenangkan pikirannya dengan mandi air dingin. Ya, sepertinya hal itu lebih baik daripada marah - marah tidak jelas.

Dilain sisi Windy nampak kebingungan, ia tahu jika Rio marah kepadanya. Akan tetapi bagaimana dengan Daniel?

Ia mencoba melawan egonya untuk pergi dengan Daniel, bagaimanapun Rio disini adalah suami yang lebih berhak atas dirinya.

"Daniel, sorry. Kita gak bisa jalan." Ucap Windy datar. Ia ingin segera menemui Rio untuk saat ini dan menjelaskan semuanya.

"Kenapa?" Tanya Daniel bingung.

"Please, jangan tanya kenapa. Sudah ya, aku masuk dulu. Maaf gak bisa nganter kamu balik ke bengkel." Terang Windy.

Windy segera masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Daniel yang kebingungan menatapnya. Ia segera mengendarai mobil menuju ke basement apartemen untuk memarkirkan mobilnya dan segera naik ke tempatnya tinggal sekarang untuk menemui Rio.

Windy memasuki apartemennya setelah membukanya dengan memasukkan password terlebih dahulu.

Ia segera menuju ke kamar karena dilihatnya tak ada Rio di ruang tamu.

Kopernya masih berdiri di sisi lemari dan terdengar gemercik air dari dalam kamar mandi. Windy sedikit bernafas lega, setidaknya Rio berada di apartemen meskipun ia tidak tahu hal buruk apa yang akan terjadi nantinya.

Ia segera beranjak ke dapur untuk sekedar membuatkan Rio kopi. Ia tahu pasti Rio sangat kelelahan.

Windy segera membawa kopi yang telah diraciknya ke kamar. Namun Rio masih belum keluar juga dari dalam kamar mandi. Dan yang Windy tahu Rio bukanlah orang yang suka berlama - lama di dalam kamar mandi.

Windy menunggunya dengan harap - harap cemas. Ia mencoba merangkai kata jika Rio bertanya tentangnya dan Daniel. Ia tidak akan berbohong pada Rio namun ia juga bingung bagaimana menyampaikannya secara baik - baik pada Rio.

Satu jam kemudian Rio keluar kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, Windy segera menatap Rio. Sementara yang ditatap tak menoleh sama sekali. Rio hanya berlalu melewatinya ke arah lemari dan mengambil baju ganti dan kembali masuk ke kamar mandi lagi.

Windy menelan ludah dibuatnya. Bukan karena pemandangan abs Rio yang sedikit terbentuk. Akan tetapi sikap Rio yang diam cukup menggores hatinya.

Rio keluar dari kamar mandi sudah berganti dengan celana selutut dan kaos oblong warna putih polosnya. Ia tampak biasa saja namun siapa yang tahu perasaannya didalam sana.

Ia berjalan menuju ke sisi ranjang satunya karena Windy sedang terduduk di sisi ranjang yang lain. Rio segera naik ke ranjang dan mencari posisi yang pas lalu memejamkan matanya. Ia bukannya ingin lari dari masalah. Ia hanya butuh tidur untuk sedikit melupakan pemandangan tadi, berharap yang dilihat adalah bagian dari mimpi.

Windy yang melihatnya mencolos, jika boleh memilih lebih baik ia dimarahi dan dibentak daripada didiamkan seperti ini. Ia mendekati Rio, nafasnya teratur pertanda Rio sudah terlelap. Ah bodohnya Windy, bagaimana bisa ia tidak sadar jika Rio pasti sangat kelelahan. Bahkan sejak pulang ia tak menyantap makanan secuilpun bahkan minum apa - apa.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam namun Rio tak kunjung bangun dari tidurnya. Windy merasa khawatir karena Rio tidur mungkin sejak jam 2 sore tadi. Sudah berapa lama ia tidur? Apalagi Rio belum makan apa - apa.

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang