29. Your

4.8K 166 31
                                    

Malam ini Rio dan Windy sedang bersiap untuk pergi makan malam bersama di rumah keluarga Sebastian, papa Rio.

Rio dengan baju santainya dan juga Windy dengan dress simplenya sudah bersiap untuk berangkat.

"Kak, udah rapi belum?" Tanya Windy saat mereka hendak masuk mobil.

"Udah cantik kok." Jawab Rio.

Windy yang mendengarnya bersemu merah dan menahan senyumnya.

"Ciee blushing. Yuk berangkat sekarang." Ujar Rio lalu membukakan pintu mobil untuk Windy.

Di dalam mobil tidak ada percakapan yang berarti diantara keduanya hingga mereka tiba di kediaman keluarga Rio.

Mereka berjalan beriringan namun ditengah itu tangan Rio membawa tangan Windy ke dalam genggamannya yang sontak membuat Windy segera menoleh ke arahnya, namun Rio hanya membalasnya dengan senyuman simpul.

"Assalamualaikum." Ucap salam keduanya bebarengan saat memasuki rumah.

Ira yang mendengar suara anak serta menantunya itu segera beranjak dari dapur dan menuju ke ruang tamu, "waalaikumsalam. Mama kangen." Ujarnya lalu memeluk mereka bergantian.

"Windy juga, Ma. Maaf jarang kesini." Ujar Windy.

"Gak papa sayang. Anak mama satu ini gak kangen mama?" Tanya Ira pada Rio.

"Mama ngomong apasih, lebih kangen Rio kok." Ujar Rio lalu memeluk mamanya.

Ira yang mendengarnya tersenyum bahagia, Rio nya masih sama, meskipun ia sudah memiliki keluarga sendiri.

"Yuk sekarang langsung makan aja, papa udah nunggu." Ujar Ira lalu berjalan memimpin menuju ruang makan.

"Kak Ryan gak gak kesini, pa?" Tanya Rio pada Dimas karena tidak menemui kakaknya itu di meja makan.

"Enggak, Ryan lagi ke luar kota ngurusin cabang perusahaan." Jawab Dimas.

Rio tidak menjawab melainkan hanya mengangguk anggukkan kepalanya.

Makan malampun dimulai dengan tenang, tidak ada yang berbicara karena semua sedang fokus dengan santapan masing - masing, yang terdengar hanyalan bunyi dentingan sendok yang beradu dengan piring.

"Rio, kamu gak mau kayak kakak kamu?" Tanya Dimas saat mereka tengah menikmati dessert sebagai makanan penutup.

"Maksud papa?" Tanya Rio tidak mengerti.

"Pegang perusahaan juga, minimal kamu pegang cabang yang di kota ini. Kasihan Ryan akhir - akhir ini dia kewalahan." ujar Dimas.

"Enggak deh, Pa. Biar kak Ryan aja. Rio gak begitu ngerti bisnis, lagian Rio kan juga kerja, Pa." jawab Rio menolak permintaan Dimas.

"Hmm begitu."

Windy yang mendengarnya hanya diam, ia memilih untuk menjadi pendengar yang baik daripada ikut campur.

"Gak ambil spesialis kamu?"

"Gak sekarang, Pa." jawab Rio enteng.

"Trus kapan, Yo. Lebih cepat lebih baik." Ujar Dimas memperingati Rio. Bukankah benar? Karir Rio sebagai dokter juga perlu dipertimbangkan jika misal ia enggan untuk mengambil alih sebagian perusahaan.

"Nanti aja, Pa. Rio mau beli rumah dulu kayaknya baru ambil spesialis." Ujarnya yang membuat Windy sedikit tercengang.

Rumah? Bahkan Windy belum memikirkan ke arah sana. Dan mungkin Rio sekarang mulai menabung tanpa sepengetahuan istrinya itu.

Sementara Ira yang mendengar penuturan Rio akan rencananya memiliki rumah terlebih dahulu langsung mengembangkan senyum kebanggaannya.

"Ambil spesialis dulu gak papa kali, Kak. Masalah rumah kan masih ada apartemen." Ujar Windy.

Let's Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang