(3) Bad Memories

7.1K 479 14
                                    

"SIAPA KAMU?!" Teriak Ressa tiba-tiba. Matanya berubah menjadi merah menyala, auranya mulai terasa mencekam. Ia berdiri dan berjalan ke arah Rean. Di saat itu juga, ia langsung menyerang Rean dengan sebuah bola api yang tak kecil ukurannya.

"Berani nya sama perempuan! Laki-laki bertarung lah dengan sesama laki-laki! Bukan dengan perempuan!" Di saat Ressa mengucapkan kata Perempuan, disertai dengan apinya yang tersembur keluar dengan dahsyat dan membuat Rean kepanasan.

"Urusan ku dengan Rine. Tidak usah ikut CAMPUR!" teriak Rean. Aku berusaha untuk berdiri dan mengajak Ressa pergi. Sepertinya ia sudah tenggelam dalam emosinya. Aku meninggalkan Rean sendirian yang sedang mengusap-usap tangannya yang terbakar.

"Sudah Res. Jangan emosi lagi." Ucap ku menenangkannya.

"Kamu, nggak bisa keluarin sihir ya?" Tanya Ressa yang mungkin menyimpulkan bahwa aku tidak bisa mengeluarkan sihir karena badanku bergetar seperti orang ketakutan.

"Tidak. Dulu saat aku masih kecil, gara-gara sihir ini, aku mencelakakan orang tua ku. Aku membunuh mereka. Makanya aku takut jika aku kelepasan lagi." Jawab ku sambil menahan air mata yang ingin jatuh.

"Oh, maaf Rine. Aku benar-benar tidak tahu. Tidak ada maksud untuk menyinggung mu. Sorry." Ucap Ressa meminta maaf. Aku tersenyum padanya dan berkata.

"Tidak apa-apa. Aku tahu itu." Jawabku. "Ya sudah, gimana kalo kita ke kantin saja. Aku belum pernah makan di sini." Ucap ku. Keceriaan dan semangat Ressa kembali lagi seutuhnya. Ia menarik tangan ku dan berlari menuju ke kantin.

Sesampainya kami di kantin, kami mencari tempat duduk yang nyaman dan lebar untuk kami berdua dan Yura serta Keine. Kami memanggil salah satu pelayan kantin dan memesan makanan.

"Nasi goreng kampung satu. Sama minumnya teh obeng aja." Ucap ku memesan makanan yang sederhana saja. Tampak Ressa yang bingung mau memilih makanannya. Tampaknya enak-enak semua.

"Aku, mie goreng satu, pake ayam sama telur goreng, yang jumbo ya. Sama milkshake strawberry Yakult satu. Makasih." Ressa ternyata makan banyak ya. Aku tidak menyangkanya. Tubuhnya tampak sangat kurus, ramping dan sempurna.

"Okay, jadi bagaimana hari mu ini? Menyenangkan?" Tanya Ressa membuka pembicaraan di antara kami.

"Lumayan. Tidak buruk." Jawabku.

Kami berbincang-bincang sambil menunggu pesanan makanan dan minuman kami. Ressa orangnya sangat ramah, asik untuk diajak bicara. Setelah beberapa menit kemudian, Keine dan seorang temannya datang. Aku tidak pernah melihat temannya itu.

"Hey! Di sini!" Panggil ku pada mereka. Mereka pun menghampiri tempat duduk kami.

"Yura mendadak ada urusan. Entah saudara atau keluarganya datang." Ucap Keine. "Sudah pesan?"

"Sudah! Apakah ini teman mu?" Tanya Ressa yang ternyata tidak mengetahui temannya Keine itu.

"Oh, dia. Glenn, anak dari kelas Gas. Dia ikut ya. Nggak apa-apa kan?"

"Tentu saja. Hai Glenn! Kenalkan aku Ressa dari kelas api. Ini Rine, dari kelas cahaya. Sekelas sama Keine yaa."

"Oh hai. Cal, mereka memanggil mu Keine? Bukan Caland?" Tanya Glenn pada Keine yang membuatku bingung.

"Memangnya nama nya siapa?" Ucap ku memutuskan untuk bertanya pada nya.

"Nama panjang ku Keine Caland. Terserah kalian mau panggil apa. Biasanya sih Caland."

"Kalo aku panggil Keine boleh kan?" Tanya ku.

"Boleh. Bagaimana denganmu? Boleh aku panggil Rinso?" Ucap nya sambil terkekeh sendiri.

"Tidak. Aku tidak suka dipanggil dengan nama itu."

"Hahaha... Baiklah. Aku hanya bercanda. Boleh aku panggil kamu Nethine?" Tanya Keine.

"Tentu. Tetapi aku tidak biasa dipanggil dengan nama itu."

"Oh baiklah."

"Heh, tidakkah kalian berdua lapar? Cepat pesan makanan, dan Rine, makanan mu sudah dingin." Ucap Ressa.

"Hahaha... Baiklah. Aku akan memakannya."

"Oh ya. Boleh aku minta id Line mu?" Ucap Keine tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya dengan pandangan bingung.

"Modus." Ucap Glenn pelan dan aku mendengarnya. Aku akui, aku mulai berfikiran yang macam-macam. Apa maksudnya ini?

"PLAK!" terdengar suara pukulan dari Keine. Ia memukul pundak Glenn dengan sangat keras. Glenn meringis kesakitan.

"Kenapa aku dipukul?" Tanya nya tak terima.

"Pikir saja sendiri. Aku malas berurusan dengan orang aneh seperti mu." Keine menghela nafas dan menatapku kembali.

"I need it now." Ucapnya sambil mendekatkan mukanya padaku. Aku mendorong tubuhnya jauh-jauh.

"Aku tidak hapal id Line. Minta id Line mu saja." Ucap ku. Aku sedikit takut dengan raut mukanya yang menyeramkan. Mengerikan.

"Oke. Gaiusvalerius_keinecaland. Tidak ada spasi dan huruf kecil semua." Ucap Keine. Aku mengingat ingat id Line nya yang cukup panjang.

"Baiklah. Nanti aku add." Jawabku. "Ressa, jam berapa sekarang? Bukan kah kita harus masuk kelas sekarang?" Tanya ku mengingat jam berapa sekarang. Ressa melihat jam tangannya dan menaruh sendoknya.

"Masih lama. Setengah jam lagi mungkin." Ucap Ressa dan kembali memakan makanannya. Aku hanya menghela nafas. Aku ingin segera pergi dari sini. Tidak enak rasanya.

Beberapa menit kemudian, pesanan makanan yang dipesan oleh Keine dan Glenn datang.

"Ini pesanannya. Silahkan dinikmati. Terima kasih." Ucap pelayannya tersenyum ramah dan pergi meninggalkan meja kami.

Kami memakan makanan yang sudah kami pesan. Setelah beberapa lama kemudian, kami sudah selesai makan dan beranjak dari kursi kantin. Suasana yang sangat panas menyelimuti seluruh kantin. Apalagi kantin sekolah bukanlah kantin yang tertutup sepenuhnya. Panas yang menyengat membuatku terus-menerus meminum air putih ku.

"Kami balik kelas dulu ya. Res, Kamu nanti tungguin aku ya. Semisalnya kamu pulang lebih awal dari aku." Ucap ku memperingati nya. Ia hanya membalas perkataan ku dengan mengacungkan jempolnya ke atas.

Aku dan Keine berjalan ke arah yang berlawanan dengan Ressa dan Glenn. Sebab kelas mereka dan kelas cahaya berada di lorong yang berlawanan. Kami berdua masuk kelas dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Aku melihat Rean tidak ada di samping ku, entah kemana dia pergi. Tetapi sebaiknya begitu, karena aku mulai sedikit gelisah jika berada di dekatnya.

Magical ControllerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang