(4) Sudden attack

7.7K 454 12
                                    

Aku dan Ressa kembali ke kamar dengan kondisi badan yang mulai melemah. Kami sangat kecapekan setelah pergi mencari makan tadi. Kami berempat berbincang-bincang, menanyakan segala hal, bercanda gurau. Keine juga bukan lah orang yang cuek, ternyata ia sangat gampang diajak bicara. Sekilas mengingat tentangnya, aku langsung mengambil ponselku yang ku taruh di meja belajar ku. Aku membuka sebuah aplikasi, Line. Tujuanku hanya satu, untuk menambah id Line Keine. Sepertinya dia sangat membutuhkan id Line ku.

"Hei Res, apa kau ingat apa nama id Line nya Keine?" Tanya ku pada Ressa yang sedang memakai masker wajah dan duduk di depan cermin. Sedangkan aku sedang santai-santai tiduran di kasurku.

"Id Line? Kalau tidak salah sih ada nama dia di belakang, depannya sih kayaknya gaiusvalerius. Coba-coba saja." Ucapnya santai sambil merapikan masker yang menempel di wajah nya.

Aku mulai mencoba-coba. Dalam tiga kali kesempatan, aku berhasil mendapatkan id linenya. Aku pun menutup aplikasi tersebut dan menaruh ponselku di dekatku. Selang beberapa menit kemudian, ponsel ku berbunyi.

Aku membukanya dan ternyata terdapat beberapa pesan Line yang dikirimkan oleh Keine. Ternyata ia mengirimkan beberapa berkas pdf dengan judul Alat Optik, Cahaya, Lensa dan Cermin, dan Pelangi. Aku dibuatnya bingung, untuk apa dia memberikan berkas-berkas ini? Aku pun menanyakannya padanya.

"Lagi nge-chat sama siapa? Dari tadi bunyi ponsel mu sangat menggangu. Keine ya?"

"Ya. Dia memberikan berkas-berkas tentang bab bab buku yang aku ketinggalan. Karena aku telat masuk."

"Oh. Jangan pdkt lewat online. Lebih baik Face to Face. Bahas Pelajaran yang fokus." Ucapnya dengan nada sok menasehati ku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan malas.

Aku kembali menatap ponsel ku. Kulihat beberapa file, ukurannya ada yang sekitar lebih 1 dari giga ataupun kurang dari 4 giga. Aku hanya menghela nafas, apakah ini semua adalah pelajaran yang sudah ketinggalan? Segitu banyaknya kah? Siapa guru yang mengajar ya? Menyebalkan sekali guru tersebut.

Aku pun mulai membacanya sedikit demi sedikit. Waktu berjalan dengan sangat cepat, jam sudah menunjukkan pukul 10. Sedangkan bahan yang sudah kubaca baru sampai halaman 13 dari 359 halaman. Itu baru file dengan size 1 Giga. Kebayang seberapa banyaknya jika file tersebut sebesar 4 giga bukan?

"Rine tidur. Jangan main handphone terus. Sudah jam 10, kamu tidak mau tidur?"

"Ah sebentar lagi. Bahannya banyak sekali. Aku hanya bisa bersabar menghadapi ujian hidup yang menimpaku dengan tiba-tiba."

"Ucapan mu terlalu berlebihan Rine. Ini merupakan hal yang biasa. Kamu tahu, sekolah sihir ini seakan-akan menjadi universitas di dunia manusia. Dengan umur kita yang sudah tidak muda, kita harus bisa menghadapi hal-hal ini. Hal yang menimpa kita sepertinya tidak jauh beda dengan manusia yang sudah masuk kuliah. Aku yakin mereka juga mengahadapi ujian hidup ini."

"Ok. Baiklah. Aku sedang malas berdebat, jika kamu mau tidur, tidurlah dulu. Aku masih harus menyelesaikan bahan-bahan ini."

"Memangnya itu tugas? Kenapa harus diselesaikan malam ini?"

"Bukan tugas. Sebenarnya jika aku tidak mau mempelajarinya juga tidak apa-apa, hanya saja aku mau mencicilnya, tidak baik jika sesuatu dikerjakan last minute."

"Rajin. Ya sudah, aku tinggal tidur ya. Jangan diforsir, ingat kesehatan mu."

"Ya." Dan aku pun kembali melanjutkan untuk membaca bahan-bahan ini.

Keesokan harinya, aku terbangun dengan posisi di mana handphone ku masih kupegang dan saat kubuka, masih tertampil berkas-berkas yang dikasih oleh Keine. Rupanya aku ketiduran semalam. Aku bangun dan duduk sebentar, lalu menoleh ke arah tempat tidur Ressa, ternyata ia sudah bangun. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Kutebak bahwa yang mandi di dalamnya pasti Ressa.

"Res, Cepat ya mandinya. Jangan lama-lama." Ucapku. Aku mencari-cari baju seragam ku untuk hari ini kupakai ke sekolah.

"Iya!" Sahut Ressa dari dalam kamar mandi. Aku berjalan ke arah cermin, menyisir rambutku yang agak kusut akibat bangun tidur dan duduk di kursi depan cermin.

Tak lama kemudian, Ressa keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai baju seragamnya. Tampak rambutnya yang masih digulung di atas dengan handuknya.

"Cepat sana mandi. Aku sudah selesai."

Aku dan Ressa sudah bersiap-siap ke sekolah. Seperti biasanya, kami masuk ke kelas masing-masing. Suasana kelas yang berisik, sudah biasa. Aku pun duduk di tempat yang kemarin aku duduk. Aku menoleh ke kanan-kiri, aku tak melihat keberadaan Keine dan Yura. Mungkin saja mereka belum datang. Aku bersandar di kursi, mengosongkan pikiranku untuk sesaat, tiba-tiba saja aku teringat suatu hal. Aku merogoh-rogoh isi tasku. Setelah mendapatkan barang yang kucari, aku mengeluarkannya dan membukanya. Mencari file yang diberikan oleh Keine semalam dan mulai membacanya. Aku tidak yakin sanggup menyelesaikan seluruh bahan-bahan ketinggalan ini.

"Hai! Kamu anak baru kan?" Seseorang menepuk pundak ku dari belakang. Aku menoleh ke belakang dan mendapati sosok perempuan dengan rambut hitam kekuning-kuningan yang mengesankan, tinggi dan kurus. Ia tersenyum melihatku dan mengulurkan tangannya untuk menyalamiku.

"Hai. Iya aku anak baru. Namaku Rine." Aku membalas sapaannya yang ramah itu.

"Aku Shylvayura. Kamu boleh memanggilku Yura. Senang bertemu dengan mu."

"Baiklah. Dimana tempat duduk mu?"

"Di depan. Aku datang ke sini untuk berkenalan dengan mu, bukan hanya aku, ini ada teman-teman ku juga. Mereka tidak seluruhnya dari kelas cahaya." Aku menengok ke arah Yura dengan tatapan bingung. Ternyata setelah kulihat betul-betul,

Magical ControllerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang