Part 43

2.1K 140 24
                                    

"Ressa? Hah? Kok bisa? Ga mungkin! Dia emang tau darimana?" Aku sedikit tidak percaya bahwa Ressa yang memberitahunya. Aku tidak pernah membicarakan hal ini padanya. Bagaimana ia mengetahui nya? Apa Keine memberitahunya? Pasti. Kalau tidak, kemungkinan kecil, Ressa mendengar pembicaraan ku dengan Keine. Tapi, aku dengan Keine membicarakannya dengan sangat pelan. Saat itu saja, Keine berbicara dengan kak Keane, aku hanya mendengar satu kata, Mystique. Tak mungkin Ressa mendengarnya.

"Hey, kok melamun? Ada masalah? Tidak apa-apa kan Ressa memberitahu nya?" Ray bertanya dan langsung membuyarkan lamunanku. Aku pun menjawabnya dengan sedikit gelagapan.

"Eh... Hehehe... Tidak apa-apa kok. Agak aneh aja sih, karena perasaan yang tahu cuma aku sama Keine. Mungkin Keine cerita kali ya? Wkwkwk... Lupakanlah." Aku menggaruk tengkuk ku yang tak gatal.

"Hahaha... Ya sudah Rine. Jangan sedih lagi ya. Jangan pernah berfikir bahwa ayah tidak menyayangi mu. Yah kalo kamu mau, kamu bisa minta maaf pada Ayah kan? Biar dia yang menjelaskannya padamu." Ray mengacak-acak puncak kepalaku. Aku mengangguk pelan dan tersenyum. Mood ku sudah sedikit membaik. Tiba-tiba seseorang membuka pintu.

"Rine!!!" Ressa berteriak memanggil namaku. Aku terkejut dan menoleh ke arahnya.

"Oops! Aku ngeggangu hubungan kakak-adik kalian ya?? Sorry... Selamat menjalani hubungan kakak-adik! Jangan kelepasan ya Rine, Ray." Ressa langsung pergi meninggalkan kamar. Aku dan Ray langsung terdiam dan tidak membicarakan apapun lagi.

Ressa benar-benar... Akh! Aku malu sekalii!! Bagaimana ini? Memalukan. Aku berniat meminta maaf pada Ray. Padahal dia adalah abangku, jujur saja sempat punya rasa padanya. Dan setelah mengetahui dia adalah abangku, sempat sakit hati. Tapi ya sudahlah, aku harus move on. Ntah bagusnya aku move on ke siapa.

"Sorry." Ucapku bersamaan dengannya. Kami pun kembali terdiam karena malu. Lagi.

"Emm... Ya sudah, aku balik ya Rine. Kalo ada apa-apa aku di kamar No.5, kamarnya sekamar sama Rean. Teman mu kan?" Ray beranjak dari tempat duduknya. Aku mengangguk.

"Em kak, Rean tau kita... Saudara?"

"Sebentar lagi pasti ia akan tahu. Ayah tadi ke kelas kita dan membelamu dari Pak Lynn, dan sebentar lagi kabar ini akan menjadi gosip dan pasti beredar ke seantero sekolah."

"Oh okay. Makasii ya Kak sudah redain emosiku."

"No problem. Apa gunanya aku sebagai kakak jika tidak menghibur adikku yang sedang sedih." Jawabnya sambil tersenyum hangat dan melangkah pergi. Sampai sekarang, aku masih ada rasa dengan Kak Ray. Hah, mengingat ia adalah kakak kandung ku, sangat menyakitkan.

Sekarang, aku sendirian di kamar. Hah, aku sudah menuduh Keine aneh-aneh. Sepertinya ia tersinggung padaku. Haruskah aku meminta maaf padanya? Ya, aku harus minta maaf padanya. Aku pun beranjak dari tempat tidur ku dan memakai sebuah rompi jeans yang kugantung di kursi-ku. Aku membuka pintu kamar dan pergi mencari Keine. Hari sudah mulai gelap, apakah Keine sudah balik? Aku pergi ke sebuah kamar, yang tak lain tepat berada di samping kamarku. Aku mengetuknya, dan tidak ada jawaban. Aku pun pergi ke tempat di mana Keine sering di sana, helipad sekolah. Setiap sore dia senang kali di sana. Bikin masuk angin aja.

Aku pun memutuskan untuk pergi ke sana. Demi, ini demi. Jika tidak, dia akan semakin lama marah padaku.

Aku melihat sosok laki-laki dengan rambut gelap, dan masih menggunakan baju sekolah. Sudah jelas itu adalah Keine. Aku pun meneriakinya.

"Keine!!!"

"Rine? Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Keine yang kebingungan akan kehadiran ku di sampingnya sekarang.

"Aku mau minta maaf. Tadi aku membentak mu."

"Oh, masalah tadi. Tidak apa-apa. Benarkan bukan aku yang memberitahu?" Tanya Keine memastikan bahwa dia tidak salah.

"Ya. Aku salah menduga mu. Maaf."

"Tidak apa. Lupakanlah. Memangnya siapa yang memberitahukan hal ini pada ayah mu dan Ray?"

"Ressa."

"Apa?! Ressa? Bagaimana mungkin?" Tanya Keine yang terkejut dan tidak percaya apa yang aku ucapkan. Aku hanya menaikkan kedua bahuku menunjukkan tidak tahu.

"Entah. Aku menanyakan hal ini pada kak Ray. Dia berkata bahwa Ressa yang memberitahunya." Jawab ku.

"Kak Ray. Okay, kak sekarang panggilnya." Ledek Keine. Aku kesal karena ia meledekku saat mood ku sedang tidak baik, aku pun memukul punggungnya dengan sangat keras. Ia meringis kesakitan.

"Jangan bikin aku marah." Ucapku tegas padanya.

"Astaga, singa nya sudah bangun. Ok ok maaf." Ucap Keine meminta maaf. "Baiklah, bagaimana Ressa bisa mengetahuinya?"

"Sudah kubilang, aku tidak tahu! Kenapa terus bertanya pertanyaan yang sama? Mau ku pukul lagi?" Ancam ku karena amarahku mulai memuncak.

"Eh, tidak-tidak. Ok, ok. Kamu tidak tahu. Nanti kita tanyakan sama Ressa... Eh?" Ucap Keine terpotong tiba-tiba. Ia seperti teringat sesuatu. Apa dia akan memberitahu ku?

"Kenapa?" Aku bertanya padanya dan mengharapkan sebuah jawaban atau informasi yang berguna.

"Ressa berkata, ia mempunyai sebuah kemampuan. Apa ya namanya?" Kenapa aku susah sekali memperoleh jawaban yang pasti dan jelas dari Keine? Ia tidak tahu apa-apa atau pura-pura melupakannya?

"Kamu emang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu Keine? Jangan lah berbohong seperti ini terus. Aku muak sama kebohongan mu Kei." Ucap ku tegas. Dari tampang mukanya, sepertinya ia serius tidak tahu apa apa. Aku hanya bisa menghela nafas.

"Sudah. Tidak usah memberiku informasi lagi. Biarkan aku yang mencari tahu sendiri saja." Ucap ku beranjak dari lantai, dan menuju ke tangga untuk turun dari helipad ini.

"Rine!" Teriak Keine menggapai punggung tangan kiri ku, dan menariknya hingga aku terjatuh di atas pangkuannya.

"Apa-apaan kamu! Pegang-pegang! Sana-sana jauh-jauh!!! Mesum!" Teriak ku saat aku tersadar bahwa aku sedang duduk di pangkuannya. Aku cepat-cepat untuk berdiri dan pergi meninggalkannya.

"Memalukan sekali! Untung saja tidak ada orang yang lihat." Sepanjang jalan aku menggerutu masalah tadi. Tiba-tiba saat aku berada di ujung bawah tangga, aku melihat segerombolan anak-anak murid Diamond Galaxy berdiri dan berbicara di depan pintu sekolah. Hari sudah mau malam, kenapa mereka masih berkumpulan di sekolah?

"Hey! Cantik sekali!"

"Besok akan lebih cantik lagi. 7 Fenomena Bulan terjadi bersamaan."

Apa?! 7 Fenomena? Yang benar saja? Apa saja fenomenanya? Aku berlari dan berdesak-desakan di antara mereka. Bertanya dengan salah satu mereka yang mengetahui peristiwa aneh ini.

"Masakah kamu tidak mengetahuinya? Makanya jangan sibuk pacaran!" Ucap perempuan itu yang kutanyakan. Ia terlihat jelas bahwa tidak suka dengan ku.

"Iya tuh! 2 cowok dipacarin. Nikah nanti mau berapa suami?" Sindir yang lainnya. Kenapa aku dimusuhi seeprti ini? Aku bahkan tidak pernah melakukan kesalahan apa pun terhadap mereka. Apakah selama ini aku menjadi bahan gosipan mereka? Ray, sudah jelas bukan bahwa dia bukan pacarku, melainkan kakak kandungku? Keine, sejak kapan aku pacaran dengannya?

Aku pergi menjauh dari mereka yang tetap menyindir dan memaki-maki ku, berlari ke arah asrama, di sana sepi tidak ada orang. Aku melihat bahwa ada bulan yang belum sepenuhnya penuh. Sepertinya besok akan terjadi bulan purnama ke tujuh. Ya, di kota Razenny, bulan purnama terjadi setiap 777 tahun sekali. Kerap terjadi 777 tahun yang lalu.

"Sudah lah. Hanya bulan purnama. Apanya yang spesial? Lebih baik aku balik ke asrama karena hari sudah mulai malam." Ucap ku dan melangkah pergi ke kamarku. Saat aku membuka pintu kamar ku, aku melihat seseorang... Di kamarku.

Magical ControllerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang