Part 48

1.7K 131 3
                                    

Apa ini? Kenapa sihir-sihir ini ada hubungannya dengan bulan? Aneh sekali. Aku semakin tidak percaya dengan informasi yang ada di buku ini.

"Deadmoon? Lightmoon? Bluemoon? Apalagi Bloodmoon? Tidak mungkin bulan bisa berubah warna bukan? Saya sangat tertarik dengan yang namanya astronomi, saya sudah banyak meneliti tentang bulan! Tidak ada bulan yang bisa berubah-ubah warna seperti itu! Semuanya sangat-sangat tidak masuk akal!" Bantahku tak terima.

"Tapi ini kenyataannya Rine, buku ini tidak mungkin berbohong bukan? Lagian ini adalah dunia sihir, sesuatu yang berada di luar logika manusia. Tentu saja apa yang terjadi akan berkontradiksi dengan logika yang kamu pelajari semasa sekolah dulu."

"Tapi tetap saja aku tidak percaya! Mungkin saja rambutku terkena cairan aneh apa gitu. Mungkin juga yang dikatakan Keine benar. Aku memakai salah sampo, sampo yang ada sihirnya gitu?"

"Kenapa kamu tidak percaya akan semua takdir ini Rine? Inilah yang terjadi! Kenapa kamu terus mengelak dan tidak mau menerimanya?"

"Uhh... Jujur saja, aku sangat benci dengan orang yang memiliki kemampuan sihir. Dunia nya hanyalah dunia Maya! Sihir itu bohong! Sangat tidak berhubungan dengan logika! Dan takdir ku yang dilahirkan di dunia ini sangat aku benci! Kenapa dari sekian banyaknya orangtua, mengapa aku harus lahir di keluarga yang seperti ini? Tidak lengkap, misteri dimana-mana dan selalu buntu, tidak ada jawabannya! Kenapa?" Teriak ku dan tanpa sadar aku mulai menangis. Air mataku perlahan mulai membasahi pipi ku. Mengalir perlahan-lahan dan semakin deras. Aku sesekali melihat raut Pak Arlex. Ia menundukkan kepalanya dan tampak raut muka yang menyesal.

"Maafin saya. Saya tidak pernah memikirkan perasaan mu. Dulu saya dan ibumu meninggalkan mu sendirian. Kami tidak tahu apa kabarmu. Sejujurnya saja, kami terpaksa melakukan itu."

"Terpaksa? Bohong! Kalian sengaja! Kalian tidak mau punya anak seperti ku kan? Aku sudah mencelakakan kalian! Orangtua mana yang masih mau mengurus anak yang hampir membunuh mereka? Terancam bukan nyawanya karena anaknya? Aku tahu anak durhaka! Makanya papa juga nggak mau mengakui aku sebagai anakmu kan?" Isakan tangisan ku semakin keras.

"Bukan seperti itu Rine, kamu dengarkan papa dulu. Kamu tidak pernah mencelakakan kita! Kenapa kamu berfikir seperti itu? Apa kamu dihasut? Dan ada sesuatu yang tidak bisa aku ceritakan kepada mu sekarang. Lambat laun kamu pasti akan mengetahuinya Rine."

"Semua! Semua kalian rahasiakan! Mulai dari Kak Ray, mama, papa, kakak ku yang entah dimana sekarang."

"Kamu ingat kamu punya kakak perempuan?" Tanya Pak Arlex dengan nada sedikit terkejut. Tangisan ku mulai terhenti untuk sejenak. Aku menatap heran kepada ayah ku. Mengapa dia bertanya seperti itu? Apa dia mengira aku melupakan semuanya?

"Tentu saja aku ingat. Hanya saja aku lupa namanya dan wajah aslinya. Memang kenapa? Papa tau di mana kakak perempuan ku? Aku yakin papa tau, tapi pasti papa nggak mau kasih tau aku kan? Nggak apa, biar nanti aku yang cari sendiri saja." Ucapku dingin. Aku sudah muak dengan semua ini. Berpura-pura menjadi anak yang baik, mudah memaafkan perbuatan orangtua, menjadi anak teladan, semuanya hanyalah sikapku yang berusaha menutupi kesedihan dan perihnya kesepian yang menindas ku bertahun-tahun. Aku hanya memiliki satu teman, setelah itu ia menghilang, ditelantarkan dan akhirnya diurus oleh orangtuaku angkatku.

"Luapkan semua emosi mu Rine. Dan setelah ini, kamu tidak menyimpan dendam pada orangtua mu sendiri Rine. Saya disini akan mendengarkan semua amarah mu, semua luapan emosi yang berada di dalam dirimu. Tapi mau semarah apa pun kamu dengan saya, kamu tetaplah anakku. Aku tidak akan pernah membuang mu lagi, menelantarkan mu sendirian lagi. Kita akan cari ke tempat dimana ibumu ditahan. Dan setelah itu kita cari kakak mu, dan kita akan berkumpul menjadi satu keluarga yang utuh. Maaf atas semua perbuatan..."

"MAAF PA!!! Aku sangat tidak tahan lagi dengan kesepian yang aku alami selama ini. Aku tidak pernah merasakan bahagianya sebuah keluarga. Makanya aku sampai-sampai tidak sadar bahwa aku sudah kelewatan. Maaf pa, aku nggak mau jadi anak durhaka." Sepertinya aku hampir saja kehilangan akal sehat ku. Aku tidak mau menghancurkan keluarga ku untuk kedua kalinya. Aku harus mati-matian mencari mereka.

"Iya nggak apa-apa. Saya tahu kamu sedang dalam tekanan yang begitu berat. Luapkan saja. Tidak apa-apa. Itu jauh lebih baik karena kamu tidak memendamnya sendiri." Ucap Pak Arlex sambil memelukku. Aku merasakan untuk pertama kalinya aku mendapat pelukan hangat dari seorang ayah.

"Maaf ya pa. Aku nggak bermaksud untuk menghancurkan keluarga kita lagi. Aku kehilangan akal sehat ku. Makasih udah mau ngertiin." Ucap ku tanpa sadar air mataku mengalir semakin deras. Aku mengeratkan pelukan ku. Pak Arlex membalas pelukanku.

"Sudah, jangan nangis terus. Jangan banyak-banyak membuang air mata, nanti kalo habis gimana?" Ucap Pak Arlex sedikit terkekeh.

"Emang bisa habis?"

"Dulu belajar IPA nggak sih?"

"Kan aku ditelantarkan."

"Oh iya. Maaf. Kali ini nggak lagi kok. Kita cari ibu dan kakak mu ya. Untuk saat ini, maaf saya tidak bisa menceritakan semuanya pada kamu."

"Iya. Nggak apa-apa. Ngomong-ngomong, jangan ngomong terlalu formal Napa? Kayak murid sama guru aja."

"Iya ya? Kebiasaan. Saya sama Ray saja juga begini."

"Hahaha. Nggak apa-apa sih cuman agak aneh aja. Oh iya, jadi gimana terjemahkan bahasa buku ini? Udah tulisan sihir, meliuk sana meliuk sini. Apa Keine bisa membacanya?" Tanya ku yang sempat berfikir bahwa Keine dapat membacanya. Karena ia tahu bahwa semua informasi yang kuinginkan ada di dalam buku ini, maka otomatis ia sudah membacanya. Dan lagi, dia adalah anak dari dewa sihir, masa iya ia tidak bisa membaca tulisan sihir.

"Betul juga. Nanti kita tanyakan padanya. Sekarang lebih baik kamu istirahat. Matamu bengkak sudah. Makanya jangan nangis terus."

"Hehehe iya."

"Oh iya, nanti malam kamu mau menyaksikan 7 fenomena bulan? Sekalian kita buktikan apa rambut mu akan berubah seutuhnya pada malam ini pukul 12 tepat?"

"Tentu saja. Masa iya aku tidak ingin melihatnya. Aku masih percaya tidak percaya. Dunia sihir memang banyak misteri."

"Baguslah. Sekarang sudah jam 5 sore. Kamu istirahat dulu, habistu nanti kita coba cari Ressa. Terus nanti malam kita ajak Keine sama Rane lihat bulan. Yura kalau kamu mau ajak, ajak aja. Nanti malam dia nginap di sini saja."

"Boleh?" Tanyaku dengan mata berbinar-binar. Semua sahabatku berkumpul di kamarku, sangat menyenangkan!

"Tentu saja."

Magical ControllerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang