Part 49

1.9K 121 8
                                        

Hari sudah mulai gelap. Aku terbangun dari tidurku. Sambil mengucek mata ku yang gatal akibat baru bangun, aku berusaha untuk duduk dan menengok ke arah jam dinding yang berada di samping kiri tempat tidurku. Jam menunjukkan pukul 7. Sudah malam. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok pria tinggi yang merupakan ayahku, Pak Arlex. Tidak ada. Kemana dia pergi?

Aku duduk sejenak. Setelah menghela nafas untuk beberapa kalinya, aku pun memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur ku. Mengambil ponsel yang berada di meja belajarku dan duduk di kursi terdekat. Aku menekan beberapa angka dan mengarahkan ponselku ke telinga. Ya, aku sedang menelepon Pak Arlex. Setelah beberapa detik, ponselku tersambung ke ponsel Pak Arlex.

"Halo? Rine? Kamu sudah bangun? Gimana kondisi mu? Sudah baikan?" Suara Pak Arlex dari ponsel.

"Sudah pa. Papa di mana?" Tanya ku.

"Papa ada urusan sebentar. Papa sedang mencari penerjemah bahasa sihir."

"Memangnya papa tahu?"

"Kamu tahu Aletha Raxella? Dialah orangnya. Dia bisa bahasa sihir."

"Kenapa tidak minta Keine saja?"

"Dia belum tentu bisa. Bahasa sihir sangat lah susah untuk dipelajari, bahkan anak dewa sihir sekalipun. Saya sudah tanya kepada Keane, dia saja tidak bisa. Hanya ayahnya yang bisa. Dan akhirnya Keane memberitahu ku bahwa Aletha bisa."

"Aletha? Siapa dia?"

"Kakak kelas mu. Sihir cahaya juga. Sudah, sekarang kamu lapar tidak? Keine dan Yura sebentar lagi datang. Papa sudah telefon."

"Bagaimana dengan Ressa dan Rane?"

"Masalah itu coba tanyakan nanti pada Keine dan Yura."

"Oh baiklah. Hati-hati ya pa. Bye." Ucapku mengakhiri percakapan kami di ponsel. Selang beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarku.

"Masuk."

"Rine? Gimana kabarmu? Eh? Rambutmu? Ternyata beneran ya?" Ucap Yura yang tampak sedikit terkejut melihat warna rambutku.

"Ya begitulah. Apa kamu sudah mengetahui nya?"

"Ya. Keine sudah banyak menceritakan tentang hal ini."

"Oh. Nah kebetulan ada kamu Keine, bagaimana kamu tahu semua informasi tentang berubahnya rambut ini terdapat di dalam buku yang kamu kasih, sedangkan kata Kak Keane kamu tidak bisa membacanya? Itu menggunakan bahasa sihir bukan?"

"Ya. Jadi gini, Glenn banyak menjelaskan hal ini padaku. Dia kan pasukan Mystique, dia diajari bahasa sihir. Terus, dia sebenarnya tidak jadi jahat, dia masih baik seperti dulu. Tetapi ada sesuatu hal katanya, yang tidak boleh ia beritahu siapapun. Dia memberitahu ku bahwa 3 anak dari sekolah ini berubah warna rambutnya."

"Sebentar, kalau begitu, kamu tahu kan penyebabnya apa? Kemarin kata Pak Arlex, Ada hubungannya dengan fenomena bulan malam ini."

"Tepat sekali. Glenn menjelaskan beberapa hal, tetapi tidak terlalu rinci. Makanya dia memberikan buku ini diam-diam, ia menyuruh ku untuk memberikannya padamu. Tadi katanya Pak Arlex sedang mencari kak Aletha kan?"

"Iya. Dia ada memberitahu ku. Katanya kakak kelas sihir cahaya ya? Siapa dia? Pintarkah?"

"Tentu saja. Kak Aletha adalah alumni dari sekolah Element Magix. Dia terkenal karena ia mempelajari bahasa sihir selama 10 Tahun. Dan bisa dibilang, ia lumayan jago dalam hal bahasa sihir."

"10 Tahun? Lama sekali. Memangnya seberapa susah dan seberapa rumit bahasa sihir itu?" Tanya Yura sambil mencari-cari kursi untuk duduk.

"Astaga, jika kau melihat nya, tulisannya tak beda jauh dengan anak kecil yang baru saja belajar menulis. Sangat-sangat kacau bentuknya." Jelas ku.

"Hahaha, bisa saja kamu Rine. Tidak separah itu, hanya saja orang yang tidak bisa membacanya tentu saja akan merasa aneh dan tidak familiar dengan bentuk tulisannya."

"Oh iya, kami datang ke sini bawa buah, buat kamu. Cepat sembuh ya." Ucap Keine menyodorkan 2 buah kantong plastik berisi buah-buahan.

"Kenapa mesti buah? Kalian tahu bukan aku paling benci makan buah."

"Buah bagus untuk memulihkan kesehatan mu Rine. Buahnya manis-manis kok. Nanti kalo ada yang asam kasih aku saja." Ucap Keine mengambil sebuah pisau dari dalam kantong plastik tersebut.

"Benar ya? Awas kalau asam. Kamu makan semua ya!" Ucap ku memegang perkataannya.

"Iya Rine. Masih sakit kok bawelnya minta ampun." Gerutu Keine sambil mengupas buah apel yang ada di tangannya. Kalau dilihat-lihat, Keine lumayan ya. Bisa potong buah, sihirnya jago, bidang akademik oke, dan juga katanya dia bisa masak. Ganteng lumayanlah.

"Hey! Rine? Rine!" Teriak Yura di depan wajah ku. Aku terkejut dan membuyarkan lamunanku. Apa sih yang sedang kupikirkan? Tidak mungkin aku menyukai Keine. Dia sahabatku.

"Nih. Di makan. Jangan dilihatin terus, jamuran nanti." Ucap Keine menyodorkan sebuah piring yang berisi apel yang sudah dipotong. Aku mengambilnya sepotong.

"Benar ya kalo asam kamu makan?"

"Iya Rine. Jadi orang nggak usah bawel bisa nggak sih?"

"Iya iya."

Aku memakannya. Astaga, sontak aku langsung menyipitkan mataku sangking asam nya apel ini. Inilah salah satu alasan mengapa aku benci buah apel. Jika tidak pandai pilih, buah apelnya bisa-bisa asam sekali.

"Eh? Kenapa Rine? Asam ya?" Tanya Keine panik karena aku tidak tahan dengan asamnya buah ini.

"Cobain nah. Katanya pintar pilih buah. Pintar pilih kok milihnya yang asam." Keine menyambar sepotong apel yang ada di piring.

"Mana ada asam. Manis gini!" Ucap Keine setelah mencicipi apel yang ada di piring.

"Kamu kan ambil yang di piring. Punya ku asam kali loh." Ucap ku berusaha mencari alasan. Keine menatap ku sebentar, kemudian ia mengambil sepotong apel yang ada di tangan ku dan memakannya.

"Ini manis ya Rine. Katanya logika mu kuat, ini dari satu apel, nggak mungkin kan potongan apel ini lebih asam atau lebih manis dari potongan apel lainnya? Oh, atau jangan-jangan," ucap Keine terhenti.

"Kamu mau modus ya?" Lanjutnya. Sontak aku membelalakkan mataku dan menendang kakinya sekencang-kencangnya. Ia meringis kesakitan.

"Modus modus! Kamu tuh yang ngeres otaknya! Udah ngeres, ge-er lagi! Jangan-jangan kamu yang mau modus kan?"

"Kalo iya kenapa?" Akh! Apa yang dia katakan? Apakah dia sudah gila? Jangan blushing Rine, tahan. Jangan baperan dong.

"Pergi sana jauh-jauh! Dasar tukang modus!"

"Ih, aku pergi kamu kangen. Iya kan? Kemarin Pak Arlex bilang gitu loh. Katanya kamu mengigau sambil memanggil namaku ya? Diam-diam kamu suka ya sama aku?" Apa?! Masa iya aku mengigau sambil memanggil namanya? Jika sampai hal itu benar, aku pasti disangka yang nggak-nggak.

"Mana mungkin! Tak usah banyak berkhayal! Mana mungkin aku suka sama orang kayak kamu!"

"Apalah nasib saya yang menjomblo di sini. Orang ketiga emang selalu jadi nyamuk ya." Sindir Yura.

"Sudahlah. Aku mau istirahat. Geser sedikit." Ucap Keine menyuruhku untuk geser ke dalam. Apa maksudnya? Dia mau tidur gitu?

"Mau ngapain? Badanku terlalu lemas untuk bergeser."

"Jadi ceritanya minta kugendong ke dalam sedikit?"

"Apa sih! Emangnya mau ngapain?"

"Udah dibilang mau istirahat. Orang mau duduk tau. Kursi cuma satu diduduki Yura. Terus kamu suruh aku duduk di lantai?"

"Oh. Bilang lah kalau mau duduk. Kirain mau ngapain."

"Hayo! Mikir apa kamu? Ngeres pasti kan?"

"Sudah! Aku mau tidur."

Author belajar buat orang baper. Wkwkwk.
Cerita fantasi kok jadi cerita baper. Sekali-kali lah ya, karena habis ini misteri bakal banyak terungkap! Jadi ikutin terus yaaa...😆

Magical ControllerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang