Fiveteen

139 15 0
                                    

Hari ini tim sepak bola Garuda akan menerima tantangan dari tim Angkasa. Bertepatan dengan itu maka David, Dion, dan Marshall dijadikan starting line up oleh pelatih klub Garuda.

Sejak pukul dua siang mereka sudah berada di tempat dimana mereka harus bertanding mempertaruhkan harga diri. Apalagi klub Angkasa merupakan rival nya Garuda. Tak heran jika mereka akan berjuang habis-habisan dilapangan hijau, tentu tidak pakai kekerasan.

"Di, adek lo jadi nonton kan?" David bertanya seraya mendudukkan dirinya dibangku ruang ganti. Mereka baru saja tiba ke stadion.

"Katanya sih iya bareng Nichole, cuman gue gak tau." Dion melepaskan headphone yang sejak tadi menyumpal telinganya.

"Palingan tiba-tiba ada di tribun" Jawab Marshall sembari mengikat rambut gondrongnya, sangat menggemaskan memang terlebih rambut ikal nya yang coklat alami itu.

Percakapan mereka terhenti saat pelatih datang dan memberikan mereka instruksi. Serta mengingatkan kembali strategi yang harus digunakan saat menghadapi lawan nanti.

Yang disuka David dari pelatih ini adalah coach Indra tak pernah marah, ia selalu tampak tenang bahkan dalam keadaan sulit sekalipun, ia tidak pernah membentak para pemain, dan ia selalu menjadi bapak di luar lapangan.

Terkadang David pun berpikir, mana bisa sih orang ini selalu tenang dan santai disaat klub nya tertinggal 3-0 waktu itu, tetapi hanya dengan deretan kalimat sederhana yang keluar dari mulut coach Indra itu mampu membangkitkan kembali semangat para pemain dan bisa membalikkan keadaan menjadi 3-5. Itulah kehebatan pelatih yang mereka punya.

Dan sekarang dengan jersey biru-warna kebesaran klub ini, mereka siap bertanding siapapun lawannya.

Rambut hitam acak-acakan David, sukses membuat para pasang mata melirik ke arahnya. Apalagi sekarang dia memegang ban kapten tim. Bermartabat kali kan dia?

Klub Garuda mulai melangkah memasuki lapangan bersampingan dengan klub Angkasa. Dengan kepala tegak, tak ada rasa takut sedikit pun.

David tersenyum kilas saat melihat ke arah tribun, tempat dimana Vamella berada bersama Nichole. Kedua nya melambaikan tangan kepada nya juga Dion dan Marshall.

Sangat mudah memang menemukan mereka, karena stadion nya tidak terlalu padat dan  tak dipenuhi banyak supporter.

Sementara Vamella, sedari tadi dia merasa bergetar hebat, terlebih karena ia baru pertama kali melihat cowok itu bermain bola. Kalau Dion sih, sudah tak aneh lagi, apalagi Marshall ia tak memperdulikan itu.

"Yaampun Mell, lo nonton bola kayak lagi detik-detik penyerahan terima jabatan tau gak sih?" Celetuk Nichole yang merasa heran dengan Vamella yang tak melepas jari nya dari bibir.

"Sssttt, jodoh gua mau main" Tiba-tiba kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Vamella. Bahkan cewek itupun tak menyadari nya.

"Jodoh? David maksud lo? Jadi selama ini lo emang suka juga sama dia?" Tanya Nichole membelakakan mata nya tak percaya. Namun, wajar saja, David itu tampan, apalagi bola mata nya yang sangat indah.

"Eh, apasih bukan, itu maksud gue Dion tuh kan suka sama Paulo Dybala, nah Dybala tuh jodoh gue. Jadii..."

"Halah bacot" Belum juga menyelesaikan kalimat nya, Nichole sudah memotong nya karena wasit telah meniup peluit tanda kick off babak pertama telah dimulai.

Terpesona.

Kata itu sangat pas untuk menggambarkan bagaimana tanggapan Vamella terhadap David. Selain wajah nya yang tampan, skill nya pun sangat mumpuni, ia terlihat menonjol dalam melakukan penyerangan.

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang