Thirty Eight

71 10 2
                                    

Pandangan Raphael fokus pada pertandingan sepak bola yang ditayangkan di siaran televisi. Ia mendukung penuh klub kebanggaannya, ditemani oleh putri nya, Vamella.

"Tuh tuh harusnya bisa jadi gol itu. Sayang banget itu peluang emas 24 karat!" Seru nya heboh.

Vamella menaruh ponsel nya. "Yaampun Dad, berisik banget dari tadi"

Raphael menoleh. "Kamu kenapa sih? Biasanya juga ikutan heboh. Ada masalah sama David atau sama siapa?"

"So tau"

Pria yang telah menginjak umur 40 tahunan itu menepuk bahu Vamella. "Dad ini udah tau kamu belasan tahun. Kamu yang kayak gini nih bukan kamu yang sebenernya. Kalau ada masalah ayo curhat aja sama Dad"

"Mella ga ada masalah apa apa kok Dad. Udah Dad terusin aja nontonnya. Mella ke kamar yaa" Vamella hendak bangkit dari duduk nya, namun ditahan oleh Raphael.

"Temenin Dad dulu dong" Ujarnya.

Kemudian pintu rumah terbuka, menampilkan seorang cowok yang masih memakai helm nya.

"Dion, sini. Ini dari tadi ga gol gol." Adu Raphael pada anaknya yang pasti ketinggalan menonton.

Dion duduk di sebelah Ayahnya, melepaskan helm nya lalu menaruh benda pelindung kepala tersebut di atas meja.

"Ih udah menit akhir ga gol gol? Astagfirullah" Dion menghela nafasnya kasar.

"Dad, Mella ke kamar ya. Kan udah ada abang" Vamella bangkit lalu meraih helm yang tadi dipakai oleh Dion.

Ia berjalan, menyimpan helm itu dimana tempat seharusnya. "Nyimpen sesuatu itu harus pada tempat nya, begitu juga dengan adil harus sesuai sama tempat nya. Ga bisa yang salah dibilang bener yang bener dibilang salah"

Dion menoleh, "Mell, gue mau ngomong"

"Barusan itu ngomong kan? Dad selamat malam yaaa, oh iya malam ini Mella mau tidur bareng Mommy." Vamella berjalan menuju kamar orang tua nya.

Ia membuka pintu kamar yang bernuansa putih itu, mendapati Carra yang baru saja mengganti pakaian.

"Eh Mell, kenapa?"

"Aku tidur bareng Mommy yaaa" Vamella merebahkan tubuh nya.

Carra duduk, mengusap rambut Vamella dengan lembut. "Kenapa sayang? Cerita yuk sama Mommy"

Vamella menidurkan kepala nya di atas paha Carra. "Mom, waktu Mom pacaran, terus Dad masih deket sama mantannya, gimana?"

Carra merapihkan rambut anaknya. "Ya, Mommy ga apa apa. Selagi itu masih batas wajar"

"Kalau Dad sama mantannya lebih deket dibanding Dad sama Mom gimana?"

"Gimana ya? Harusnya Dad ngertiin posisi nya sih, mana yang mantan mana yang pacar. Ga bisa kan dua dua nya ditempatin di satu titik yang sama. Hati yang tulus hanya memilih satu orang saja, kan?"

Vamella mengangguk. "David deket sama Keisha, mantannya. Dia bilang karena Keisha lagi sakit dan David harus jaga Keisha sebab David adalah orang satu satunya yang Keisha punya. Tapi Mom, kadang David lebih peduli sama Keisha dibanding sama aku. Aku harus gimana?"

"Itu semua terserah hati kamu nak. Kalau hati kamu menerima, ya ngga apa apa. Tapi, kalau tiap saat mereka deket dan hati kamu ngerasa sedih, marah, kecewa, kamu berhak bilang ke mereka. Kamu berhak ngelarang mereka karena posisi nya kamu adalah pacar David bukan Keisha" Ujar Carra membuat Vamella mengerti.

"Makasih Mom"

***

"Sampah! Di depan sok baik tapi ternyata ngejelekin di belakang"

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang