Ten

160 18 0
                                    

Alunan lagu terdengar menenangkan suasana malam kali ini. Dengan di temani coklat hangat, ia tak bosan untuk memandangi bintang yang berkilap di langit.

Langit berpihak padanya, tak mendung dan indah sama seperti dirinya yang kini selalu tersenyum senang. Tentang perasaan nya? Ah nanti saja. Waktu pasti bisa menjelaskan semua nya.

Rambut panjang yang tergerai dengan bebas tertiup hembusan angin yang cukup kencang. Namun ia tak perduli, ia biarkan semilir angin menerpa nya.

Ia merekatkan jaket nya saat dingin merasuk ke dalam tubuhnya. Dari balkon kamar nya, ia melihat suasana Jakarta yang indah pada malam. Lalu meneguk coklat hangatnya.

Ia terus terngiang-ngiang perkatan David yang mengatakan jika ia adalah milik David. Milik itu berarti pacar kah? Namun selama ini David belum pernah menyatakan perasaannya. Apakah benar David sudah menganggapnya pacarnya?

Bimbang, tentu saja. Ia tak ingin disini hanya ia yang kegeeran, ia takut jika David hanya bercanda mengenai ucapannya itu.

"Ah udah sih, ngapain mikirin dia" Ucapnya geram karena wajah David selalu terlintas dalam pikirannya. Hanya kalimat sederhana yang tersusun atas beberapa kata, namun berhasil membuat ia kepikiran.

Vamella menyambar ponselnya yang berdering. Ia mengernyit bingung saat nomor tidak di kenal menelpon nya, tak mau lama lagi ia segera men-slide hijau.

"Vamella?"

Ia kenal betul suara itu, suara yang sangat mungkin di rindukan oleh seseorang.

"Elo?" Tanya nya yang masih tak percaya. Setelah beberapa lama hilang bagai di telan bumi lalu sekarang menelpon nya secara tiba-tiba.

"Jangan marah dulu, please"

Vamella menahan berbagai pertanyaan yang sebetulnya ingin ia lontarkan, tetapi terpaksa ia tahan.

"Oke, gue salah."

Vamella masih diam tak menjawab. Menunggu cewek itu memulai kembali omongan nya.

"Gue bisa jelasin ini semua"

Gadis itu masih diam. Dengan sekelibat kebingungan yang melanda nya.

"Lo gue tunggu besok di Cafe deket rumah lo"

Kemudian Vamella menaruh ponsel nya saat sambungan sudah terputus. Ia merasa senang cewek itu kembali, namun ia tak dapat pastikan tidak ada hal yang tak di inginkan terjadi.

Cukup tau tanam dalam diri
Tak usah ku ganggu kamu lagi
Ku tak mau lagi tak mau lagi
Bersamamu kasih

Vamella mendongakkan wajahnya menatap Dion yang menhampiri nya dengan gitar coklat kesayangan nya. Dion duduk di sebelah Vamella.

"Kangen tapi gak bisa apa-apa, itu sulit" Ujarnya seraya membuang nafas lelah.

Sebentar lagi, ya sebentar lagi. Rindu akan terobati dengan pertemuan.

"Masih galau aja lo kampret" Vamella kembali meneguk coklat hangat nya sampai tandas. Kemudian beralih pada Dion yang memandang hampa langit.

"Siapa yang galau elah" Ujar Dion tentu saja berbohong. Vamella hanya berdecih karena memang tak percaya dengan apa yang dikatakan abangnya itu.

Dion memandang Vamella yang kini sedang mengadahkan wajahnya sambil terpejam. Dilihatnya kalung berliontin huruf 'D' di leher adiknya.

"What? D, siapa nah, gua, Dion?"

Sontak Vamella membuka matanya menatap Dion yang seperti sedang mengintimidasi nya. "Bukan nama lo bego"
"Kalau bukan gue siapa ya? Biar gue tebak"  Dion tampak berpikir dengan gaya andalannya, mengetukkan jari kedagu berulang sebelum akhirnya,

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang