Forty Seven

68 4 0
                                    

"Lo putus sama David?!"

"Iya Syll"

"Gue bilang juga apa. Jangan deket deket sama dia!" Ucap Sylla begitu dirinya duduk.

Vamella menatap temannya bingung. "Lah. Sejak kapan lo bilang? Ga pernah tuh"

"Iya juga sih" Sylla membenarkan.

Vamella mencibir. "Emang lo deket banget sama dia dan mantannya?"

"Ngaca! Lo juga sekarang mantannya David" Ucapan Sylla benar memohok hati Vamella. Iya, sekarang posisi nya dengan Keisha sama. Hanya sekedar mantan. Namun, apakah Keisha sedikit lebih dekat dengan David?

"Halah udah sih. Gue kesini buat liburan bukan buat bahas dia" Vamella menidurkan dirinya.

Sylla mengangkat alisnya. "David lagi dimana sekarang?"

"Gatau."

"Bohong. Dia dimana sekarang?"

"Disini. Barcelona"

Sylla menatap Vamella tidak percaya. "Lo! Lo kesini buat nyusul dia?! Bukan buat ketemu gue atau liburan kan?"

Vamella mendengus. "Ga gitu juga! Gue emang lagi pengen kesini aja, kebetulan David juga lagi kesini." Alibinya.

"Terus gue harus percaya?"

"Gue juga ga minta lo buat percaya. Please, jangan rusak liburan gue" Vamella menutup matanya. "Gue tidur dulu. Tar temenin gue jalan jalan"

Sylla memutar bola matanya. Lalu membiarkan temannya itu untuk tidur.

Vamella tiba tiba menangis. Masalah keluarga nya pun belum selesai, lantas mengapa dirinya malah pergi jauh? Mengapa dirinya memutuskan untuk datang ke negeri ini?

Apa yang ia cari sebenarnya? Apa yang ia inginkan? Kembali bersama David padahal David telah meninggalkan nya berkali kali?

Ponsel nya bergetar. Ia mengambil nya, seseorang yang mengaku bernama Javier kembali meneleponnya.

(Percakapan dalam bahasa Spanyol)

"Halo?"

"Hai Vamella. Ini saya Javier. Kamu masih ingat saya kan?"

"Iya, ada apa?"

"Dengar dengar kamu sedang di Barcelona. Benarkah itu?"

Vamella bangun, darimana cowok itu tahu lokasi nya sekarang?

"Dengar dari mana?"

"Kamu tidak usah tahu"

"Darimana saya tanya?!"

"Oh jadi kamu memang benar di Barcelona. Tadinya saya hanya pura pura"

"Hah?" Vamella bingung.

Javier di seberang sana tertawa. "Tidak usah bingung. Saya hanya pintar menebak"

"Cenayang?"

"Bisa dibilang begitu"

Vamella merasa diingatkan kembali pada pertemuan pertamanya dengan David di pesawat tempo lalu. Saat itu tidak sengaja David membaca pikirannya dan mengaku dirinya seorang mindreader.

"Ada apa nelepon?"

Tak terasa air matanya kembali menetes membasahi pipinya. Selalu saja David yang memenuhi pikirannya.

"Kamu menangis?"

"Tidak. Kalau tidak ada perlu saya tutup teleponnya ya"

"Jangan. Mau bertemu?"

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang