Forty Five

43 3 1
                                    

"Maaf udah ninggalin lo"

Vamella mengadahkan wajah nya. Menatap David yang lebih tinggi darinya. Ia mengamati setiap lekukan wajah diri cowok itu. Ia tertegun, David bukan lagi miliknya.

Kenapa lo bisa ada disini?

"Gue tau kemana pun lo pergi"

"Hah? Kenapa bisa?" Vamella terus menjelajahi wajah David. Wajah yang sudah lama ia rindukan belakangan ini.

Setelah sadar dari pesonanya David, Vamella memukul orang itu. "Bego! Itu sianjing kabur!"

"Tenang"

"Gimana gue bisa tenang?!" Vamella berjalan keluar kamar. Mencari cowok yang telah melecehkan harga dirinya.

David menggelengkan kepalanya, tidak mungkin kan tadi dia membiarkan cowok itu berlari tanpa tertangkap?

"Udah Mell" David menarik tangan Vamella ke dekat nya. "Tadi gue kesini sama anak anak, mereka jagain di pintu. Jadi kemungkinan besar udah diamanin"

"Kemungkinan besar? Itu baru kemungkinan Dav. Kalau cowok itu berhasil kabur gimana? Gue ga rela kalau sampe cowok itu keluyuran lagi. Lo emang tadi ga denger Dav? Kenapa dia bisa tau lo? Kenapa dia bilang bakal nyakitin lo lewat gue? Lo kenal sama dia Dav? Lo ada masalah sama dia? Kenapa Dav kenapa?!" Vamella menitikkan air matanya.

David menarik tangan Vamella dan membawa tubuhnya ke pelukannya. Mengusap rambut panjang Vamella yang telah lama tidak ia sentuh.

Gadis itu makin menangis. Seakan semua beban nya ia tumpahkan lewat tangisannya.

Dan David, kini ia berada dalam pelukan cowok itu. Cowok yang bahkan telah meninggalkannya. Meninggalkan kenangan yang berarti,
luka yang membekas, dan rasa rindu yang meluap setiap hari.

"Dav..."

David semakin mengeratkan pelukannya, mencium puncak kepala Vamella. "Maafin gue, Mell"

"Dav.."

"Gue udah gagal jadi pangeran yang lo impikan." David teringat perkataan yang diucapkan oleh Vamella dulu.

"Terus lo ngapain bengong?"

Vamella meneguk orange juice miliknya. Dan kembali menatap cowok yang berada tepat di sebelahnya. "Berimajinasi"

"Berimajinasi?" Cowok itu menuangkan air ke gelas nya dan kemudian meneguk nya secara perlahan. Vamella mengangguk kuat.

"Berimajinasi kalau seorang putri akan cepat menemui pangeran nya dan bahagia bersama sampai maut memisahkan kedua nya. Dan gue harap, gue juga begitu." Ujar gadis itu mantap.

David terkekeh, "Lo kayak anak kecil yang baru ngerti tentang cinta ya" Ledeknya dan berhasil membuat Vamella menatap nya tajam dan membunuh.

"Saat itu lo adalah alasan gue untuk bisa bahagia lagi. Senyum lo, sikap galak lo, cerianya lo, buat gue lupa semua rasa sedih yang gue punya. Seberuntung itu gue bisa milikkin lo" David berbicara tepat pada telinga Vamella agar gadis itu bisa mendengar nya.

Ingatan Vamella kembali mengingat  pada saat ia dekat dengan David untuk pertama kali, saat ia dan David melakukan skydiving bersama di Bali. Bahkan saat pertama kali David membaca pikirannya. Ia tidak akan menyangka bahwa cowok di pesawat saat itu, akan menjadi cowok yang sangat ia cintai sekarang.

"Gue ga tau diri ya Mell?"

Vamella mendongak. "Hah?"

"Gue sia sia in lo, gue buat lo nangis, gue udah kecewain lo. Gue bener bener sampah" David kembali mengembalikan Vamella agar tetap di dekapnya.

"Maafin gue Mell"

"Untuk terakhir kali gue ingin liat lo senyum, gue ingin lo nyaman sama pelukan ini. Gue janji, ini terakhir kalinya gue sakitin hati lo."

Vamella merasakan degub jantung nya yang lebih cepat dari biasanya. Apa apaan perasaan ini? Apa apaan yang dikatakan David.

David melepaskan peluknya. Menatap   Vamella yang juga menatapnya dengan sendu.

"Dav.."

"Lo ga usah khawatir, Dion ga pernah ke tempat yang kayak gini"

"Gue yakin lo dapet pesan itu kan? Tapi, mereka udah periksa kamar itu dan Dion ga ada disana" David menyelipkan rambut Vamella ke daun telinganya.

"Kita pulang ya?"

Vamella mengangguk lemah. David mengenggam tangan gadis itu dan membawanya keluar.

Ia memerhatikan genggaman itu, apakah ini untuk yang terakhir kalinya juga? Dulu ketika David mengenggamnya, perasaan yang muncul adalah senang. Namun sekarang, semakin erat mengapa semakin pilu?

Vamella terus memandangi David bahkan saat di perjalanan pulang. Ia pernah kecewa sampai menangis berhari hari karena David. Tapi, ia juga pernah sangat bahagia karena ada bersama David.

"Apa gue salah, Dav?"

"Kenapa?"

"Apa gue salah udah berharap kalau gue sama lo bakal nyambung lagi. Apa gue salah kalau gue masih sayang sama lo?" Vamella menundukkan dirinya.

David tidak menjawab.

"Lo bener.. Gue emang bego" Vamella mengusap air matanya lagi.

Namun lagi lagi David tidak menjawab apapun, ia fokus menyetir. Ia mendengar namun enggan menjawab.

Vamella merasa lelah, seakan semua stok air matanya telah terkuras habis. Ia menyenderkan kepalanya, memejamkan mata dan tertidur. Berharap saat ia bangun, keadaan telah menjadi lebih baik.

"Selamat tinggal, Vamella"

***

Makasih udah baca MBMR.

Ikutin terus kisah David dan Vamella.

Love u

Wittthree

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang