Seven

206 22 0
                                    

David terdiam menyendiri, rooftop sekolah nya telah menjadi tempat pelarian nya ketika sedang tak dapat mengkontrol perasaan nya. Seperti inilah, ia berdiri di tepian atap dengan tangan yang di rentangkan. Menghela nafas lalu membuangnya.

Terik matahari memang sangat menyengat, bel pulang sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Namun ia tak memilih pulang, ia hanya ingin menenangkan diri dengan menyendiri.

Keadaan rumah nya memang sangat kacau, entah siapa yang terluka, entah siapa yang melukai, entah siapa yang salah, entah siapa yang harus mempertahankan keluarga yang dulu nya harmonis ini. Berulang kali David mencoba untuk bersabar, menunggu saat nya datang untuk perbaiki semua nya. Tetapi ini adalah terkahir kali nya ia diam, ia menurut, ia mengangguk patuh meski menyimpan banyak luka di hati nya.

Apa yang membuat Mama nya sedih, pasti akan sangat menyayat hati nya begitu pedih. Ia merasa sangat bodoh, saat hanya diam melihat Mama nya menangis. Tanpa bisa melakukan apa-apa karena tidak tahu harus melakukan apa.

Ini urusan orang tua nya, ia selalu disuruh diam tanpa berhak ikut campur. Namun pikiran nya berkata lain, ini keluarga nya. Ia berhak untuk melakukan apapun meski tidak tahu apa-apa. Karena perasaan yang telah di sakiti bagai kaca yang pecah tanpa bisa menjadi semula.

David terhanyut, pikiran nya agak tenang. Dan ia memilih untuk duduk di kursi yang ada di atap gedung sekolah itu. Ia menghela nafas, lalu mengusap wajah nya gusar. Menerima semua nya, lalu berkata lain untuk menolaknya.

"Lo ada masalah?"

Ia menoleh ke belakang. Tepat dimana suara itu berasal, ya gadis itu. Sekarang ia berada di belakang nya. Dengan memasang wajah manis yang membuat David gemas. Lalu gadis itu mendekati nya, duduk di sebelahnya. Mencoba memperhatikan lamat-lamat raut wajah kesedihan yang mendalam.

"Lo ada masalah?" Tanya nya lagi. Namun David menggeleng, ia hanya tak ingin orang tau akan masalah nya. Cukup ia yang tau hingga keadaan kembali ke semula atau memulai kehidupan baru dengan kehilangan satu orang.

"Lo ada masalah?" Gadis itu menanyakan nya lagi. Masih dengan pertanyaan yang sama, karena ia tak begitu puas dengan jawaban kakak kelas nya.

"Kenapa belum pulang?" Ia mengalihkan pembicaraan dan menatap Vamella dengan seksama.

"Kenapa ngalihin pembicaraan?" Tanya nya dengan memasang wajah sangat datar bahkan tak berepreksi.

David terdiam, ia menunduk lesu. Beberapa detik kemudian, ia menghambur ke pelukan Vamella. Membenamkan wajah nya di lekukan leher gadis itu.

"Ada saatnya nanti gue bakal cerita sama lo" Lirih nya tepat di telinga Vamella yang masih terdiam. Namun sadar, ia membalas nya memeluk David sangat erat. Dan mengusap punggung nya.

"Gue pernah bilang, 'biarin kali ini gue ngerasa tenang di deket lo'" Ujar David, ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh gadis yang kini ada di dekapan nya.

"Tapi gue salah, karena itu bukan saat waktu itu aja. Tapi sekarang.." Lanjutnya menggantung saat Vamella memotong omongan nya.

"Kalau lo ngerasa nyaman, gue gak masalah" Vamella mengusap kepala belakang David kemudian melerai peluk nya. Menatap nya lebih dalam, lalu tersenyum.

"Gue bakal nunggu hingga lo mau cerita" Lanjutnya sukses membuat David senyum yang manis sekali. 'Gila, meleleh gue'

"Hei, jangan baca pikirin gue. Awas lo!" Perintah Vamella dan memutuskan kontak mata dengan lelaki itu. Ia harus melihat kemana saja asal tidak ke mata nya.

"Lo lagi mikir yang aneh-aneh ya?" Tanya David dengan tampang datarnya.

"Apaan sih lo, gak juga. Lo kali yang mikir aneh-aneh tentang gue, secara gue kan cantik, cantik nya melebihi satu Gigi Hadid, dua Kendall Jenner, tiga Camila Cabello, empat Cameron Dallas" Ujarnya mencoba mencairkan suasana.

"Lo bolot apa gimana sih? Camdall itu cowok. Yakali cantik" Jawab David sebal.

Vamella menatap nya tajam. "Masih untung ye gue ngehibur lo, malah gatau terimakasih". Ujarnya seraya mendelik kesal.

David merenggut wajahnya, memaksa nya untuk melihat nya lagi. Ia tersenyum sambil terus menatap nya. "Thank, Vamella Annatasya"

Vamella hanya diam tanpa bicara apa-apa, rasanya kini ia semakin jatuh dalam pesona laki-laki itu.

***

Vamella Pov

Asik, bel udah kedengeran tepat di telinga. Kegirangan, tentu saja. Ini waktu yang paling di tunggu semua murid. Bahkan suara bel pulang lebih indah dari suara nya Zayn Malik, pacarku. Elah ketemu aja kagak pernah.

Cukup, aku langsung cabut menuju kelas sicurut untuk segera mengajak pulang karena rasanya mata ku sangat letih butuh tidur.

"Bang, kuy balik" Kataku girang dan menarik paksa Dion yang kebetulan sedang diam di luar kelas. Rupanya ia menunggu aku toh.

"Bentaran ya dek, gue kumpul futsal dulu. Tunggu di parkiran aja ya atau gak kantin aja" Katanya.

Aku mengangguk pasrah. Memandangi Dion yang berjalan mulai menjauh hingga hilang di balik tembok. Ku mendengus kesal, lalu berpikir untuk menjelajahi sekolah ini. Sangat luas, halaman nya saja seperti kebun binatang.

Ini ada pintu, banyak debu dan tidak di kunci. Sepertinya jarang ada yang masuk, namun penasaran ku yang sangat tinggi ini mengalahkan takut ku. Aku buka, dan ternyata tangga panjang sampai ke atas, aku bingung sejenak sekarang aku lagi di lantai 3 paling atas, lalu kemana tangga itu menuju? Kaki ku menaiki anak tangga satu persatu hingga dapat kembali pintu. Aku buka dan wow ini rooftop sekolah.

Namun pandangan ku tertuju pada seorang cowok yang kini duduk di kursi panjang terbuat dari kayu yang seperti nya sudah lama. Aku mendekati nya, untuk apa ia disini? Apa ia sedang mengalami masalah.

"Lo ada masalah?"

***

Hope you like it.

My Beloved Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang