bab 37

2.3K 124 5
                                    

Dea berjalan cepat menuju perpustakaan. Karena ia yakin Iel sudah menunggu nya sejak 30 menit lalu. Jika saja ia tadi tak ada urusan dengan kepala sekolah, pasti mereka sudah memulai pembelajaran sejak tadi.

Kepala sekolah mengatakan bahwa ia mendapat beasiswa untuk masuk ke Universitas yang ada di Bandung. Tentu saja hak itu tak ia sia-sia'kan. Karena inilah tujuan nya yang sebenarnya. Mendapat pendidikan tinggi dengan jerih payah sendiri.

Dea memutar hendle pintu perpus, ia mengernyit sebab tak melihat siapapun disana.

1 langkah, 2 langkah, 3 langkah..

Cklek!

Dea berbalik, pintu tertutup dengan sendiri nya.

Cklik!

Dan kali ini ruangan menggelap. Mati lampu disaat terkunci didalam perpustakaan? Dan yang lebih penting lagi, ia sendirian.

"Ada orang?"
Tanya Dea ragu.

"Ada."

Dea terpelonjak mendengar suara yang berada tepat ditelinga nya.
"I--Iel?"

"Iya ini gue, lo sengaja ngunciin pintu sekaligus matiin lampunya supaya bisa berduaan sama gue, kan?" Tebak Iel pede.

"Hah? Eng--enggak, bukan aku, jadi gimana dong?"

Dea meraba sekitar lalu berjalan kecil menuju kursi, karena hampir tiap hari ke tempat ini, jadi Dea sudah hapal letak-letak barang disini.

"Tunggu aja, sampe lampunya hidup lagi."
Ujar Iel lalu menghidupkan lampu senter dihp nya.

"Kalau nggak hidup gimana dong?" Tanya Dea panik.

"Ck, berisik lo. Gue mau tidur bentar,"

Hening.

Iel benar-benar sudah terlelap ke alam mimpi nya. Keringat bercucuran dari pelipis gadis berkacamata itu.

"Yel, aku..aku takut," bisik Dea pelan.
Ia mencoba tenang, namun beberapa suara membuatnya terus gemetaran.

Iel bangkit dari tempatnya, ia mendudukkan dirinya dikursi lalu menatap Dea, meski tidak terlalu jelas.

"Tidur aja sini, samping gue."
Ucap Iel santai.

"Hah? Eng--enggak, ya kali aku tidur sama kamu,"

Iel berdecak pelan,
"Gue nggak nyuruh lo buat tidur sama gue, bego! Gue nyuruh lo tidur disamping gue. Oh, apa lo emang pengen nya tidur sama gue ya?" Tanya Iel dengan seringaian nakal dan alis yang ia turun-naik'kan.

Dea melotot lalu memukul lengan Iel kesal,
"Apa sih? Aku--aku--"

Cklik!

Lampu kembali menyala bersamaan dengan Iel yang sedang mendekat kearah Dea.

Dea melotot melihat Iel yang sudah ada disamping nya.
"Heh? Ma--mau ngapain lo? Jangan macem-macem!"

Iel menyeringai,
"Kalo satu macem boleh nggak?"

Dea menutup mata nya ketika Iel semakin dengan dengan wajah nya. Dan--

Cups!

Dea membuka matanya ketika ia merasakan ada yang menyentuh pipi nya.

Iel tertawa keras,
"Pipi lo merah tuh, eciee yang salting," goda Iel. Entah sejak kapan Iel bisa dingin kepada gadis disekolahnya, apalagi terhadap gadis cupu ini.

"Kamu--kamu-'

"Udah, sekarang ajarin gue matematika."
Ujar Iel lalu menarik buku-buku yang Dea bawa tadi.

Dea menghela nafas pasrah nya, lalu mulai fokus memberi cara cepat agar Iel hafal rumus diluar kepala.

*

Manda mendudukkan dirinya didalam mobil. Rio menoleh kebelakang,
"Kok duduk dibelakang, mah? Emang nya Rio supir?"

Manda terkekeh,
"Udah buruan jalan, sekali-sekali jadi supir cewek cantik,"

Sejak 3 jam tadi Manda sibuk berkeliling pasar dan minimarket. Ia baru sadar kalau besok adalah hari jadi pernikahan nya dengan Zeth, papa Rio.

Manda berniat untuk mengundang seluruh rekan nya, dan teman-teman Rio.
Jika acara dilakukan besok hari, sudah dipastikan banyak yang tidak bisa datang. Dikarenakan Ujian Nasional benar-benar tidak bisa diacuhkan.

"Zahra diundang, mah?" Tanya Rio masih fokus pada jalanan.

"Yaiyalah, dia kan anaknya temen mama. Semuanya harus dateng,"
Seru Manda.

"Yaudah,"

*

Rio menghela nafas kesal, karena saat ini ada kain yang tergantung ditubuhnya dan mengikat lehernya.

"Mah, nggak ada clemek lain gitu? Masa cogan make clemek hello kitty?"

Manda terkekeh,
"Udah nggak papa, dari dulu mama kan pengen nya punya anak cewek. Kalo gini, mama jadi serasa punya anak cewek,"
Tawa Manda terdengar lebih keras lagi ketika ia berhasil membuat anak nya manyun.

"Kamu udah telepon temen-temen mama kan, Yo?"

Rio menepuk jidatnya,
"Rio lupa mah, bentar ya,"
Rio melesat cepat ke ruang tamu. Berjalan kearah telepon rumah yang ada diatas meja kecil disamping sofa.

Rio menekan nomor sesuai yang mama nya perintahkan,

["Halo?"]

"Halo, tante Nadia."

["Eh, nak Rio. Kenapa? Kangen ya? Ecieee, emang sih ya. Cewek cantik kan ngangenin, hahaha."]

Rio memutar bola matanya,
"Inget umur tan, hahaha. Mama mau bikin acara makan malam kecil-kecil'an, tante bisa dateng kan?"

["Ehm, bisa kok. Bertepatan dengan acara apa nih? Emak lu kawin lagi?"]

"Ya ampun, tante. Do'anya. Ya nggak lah, hari ini Anniv nya mama sama papa yang ke 19 tahun, langgeng amat kan ya?"
Seru Rio.

["Oh gitu, yaudah ntar malem tante dateng, makasih nak Rio."]

Rio menutup sambungan telepon, lalu beralih ke nomor lain nya. Hingga beberapa menit, akhirnya ini adalah nomor yang terakhir.

["Halo?"]

Deg.

["Halo? Siapa ya?"]

"Gue kangen suara lo, Fy."

"Ah, em--ini Rio."
Ucap Rio kaku.

["Oh, kak Rio. Kenapa kak?"]

"Mau ngundang keluarga kamu buat makan malem dirumah, bisa kan?"

["Uhm, bisa kok kak."]

"Yaudah, selamat siang cantik,"
Rio tersenyum, seperti ini mungkin lebih baik. Dia dan Ify seperti tidak mengenal satu sama lain. Dan semuanya terkendali seperti biasa, tak ada masalah. Mungkin memang sudah takdir-Nya, ia dan Ify harus saling melupakan. Saling tidak mengenal, baik dalam hal apapun itu. Termasuk Cinta.

I Need Your L❤veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang