bab 38

2.4K 127 3
                                    

Rio meletakkan lauk terakhir diatas meja makan. Meja panjang yang cukup untuk sekitar 16 orang.

Rio berjalan kearah pintu utama ketika mendengar bel rumah nya berbunyi berkali-kali.

"Masuk tante,"
Ucap Rio sopan saat Nadia, Gina, dan Vera serta para suaminya datang bersamaan.

Diikuti dengan Ify, Debo, dan Zahra dibelakangnya. Mereka duduk dikursi yang kosong.
Makanan terhidang mewah diatas meja makan.
Setelah basa-basi sebagai pembuka acara, akhirnya mereka pun makan dengan tenang. Hening tanpa ada suara, hanya ada alunan musik kecil dari ruang tamu.

"Eeeeghhh,"
Debo menutup mulutnya karena suara itu keluar seenaknya.

Ify menahan tawa nya,
"Kak Debo nggak sopan, ih."

Debo terkekeh lalu mengacak poni gadis yang ada disamping nya dengan gemas,
"Nggak sengaja, Ify cantik."

Semua yang ada disana termasuk Nadia dan Gina tertawa terbahak-bahak.

"Kalian berdua cocok tau, dijodohin mau ya?" Tawar Nadia yang disusul anggukan dari Gina.

Debo terkekeh,
"Kalo Debo sih mau-mau aja, nggak tau kalo si neng Ipy nya,"

Ify menahan rona pipi nya yang memerah,
"Ify masih mau sekolah, tan. Mau jadi wanita karir juga,"

Nadia mengangguk mengerti,
"Tapi mau kan?"
Goda Nadia yang membuat Ify semakin menunduk malu.

Sedangkan orang-orang disekitar mereka termasuk Rio dan Zahra hanya diam sejak percakapan dimulai tadi.

"Haha, emang gue yang bego apa gimana sih ini? Ya nggak mungkin lah Debo suka sama gue. Udah jelas dari awal dia tuh suka nya cuma sama Ify. Gue aja yang terlalu ngarep."
Zahra tersenyum simpul.

"Udah jalan-Nya. Mau gimana lagi? Emang udah takdirnya kali gue sama Ify nggak jodoh, dan Debo lebih bisa ngejaga Ify. Semoga bahagia, Fy. Kebahagiaan lo, kebahagiaan gue juga."
Rio tersenyum lirih. Hati nya begitu sakit, sangat mendalam. Entahlah, ini semua begitu jauh dari perkiraan yang ia bayangkan. Sangat jauh.

Iel melirik kearah Rio yang sedang melamun menerawang jauh, lalu tersenyum tipis,
"Gue berharap lo masih kuat berjuang buat adek gue, gue pengennya kan elo yang jadi adek ipar gue, bukan Debo. Bukan siapapun."

**

Ujian Nasional?
Dua kata yang membuat orang seakan lupa dengan kebiasaan lama mereka. Buku berdebu, kini selalu berada dihadapan anak kelas 12.

Dea berjalan menuju perpustakaan, setelah istirahat tadi. Ia tidak memutuskan untuk langsung pulang kerumah. Namun menemui seseorang di perpustakaan..

Cklek.

Pintu terbuka menampilkan seseorang yang sedang fokus membaca berbagai rumus dari berbagai sudut di buku tebal itu.

Dea menempatkan dirinya disebelah kanan pria itu,
"Gimana tadi?"

Iel melirik kearah Dea lalu mengangkat bahunya,
"Susah. Soalnya ngejebak semua, tapi setidaknya ada beberapa yang lo ajarin ke gue masuk di soal tadi."

Dea tersenyum,
"Yaudah, sekarang kita mulai darimana?"

**

Ify merasa bosan, ia sudah melakukan beberapa hal yang ia suka. Namun itu semua tetap membuatnya merasa ada yang janggal.

Ify membongkar box novel-novel lamanya, ia mengerutkan dahi nya melihat seorang pria berfoto mesra dengan nya.

"Ini kak Rio, kan? Emang gue sama dia deket? Kok bisa mesra gini sih?" Heran Ify.

Foto itu menunjukkan bahwa mereka sedang makan bakso dipinggir taman kota.

Lalu foto selanjutnya menunjukkan mereka sedang makan makanan kesukaan Ify, gula-gula kapas. Tempat yang sama, taman kota.

Ify mengerang kesakitan, saat sekelebat bayangan itu terus mengitari kepalanya.

"Aku yang minta maaf. Plis jauhin Debo, Fy. Aku nggak suka lihat nya. Kamu tidur yang nyenyak oke? Besok sekolah, goodnight, babe. Dan..jangan pake baju itu lagi."

"Aarggh!!!"
Erang Ify.

"Biarin, Fy. Biarin bayangan itu mengalir dikepala kamu, jangan dilawan."
Ify mengingat pesan Bunda nya, lalu mencoba menghirup nafas. Dan membiarkan semua bayangan itu datang.

**

Iel membuka pintu rumahnya, jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 siang, itu artinya dia sudah bersana Dea sejak 3 jam yang lalu.

Iel mengernyit saat bunda berjalan kearah nya dengan senyuman yang mengembang penuh,
"Ify udah inget semuanya, sayang."

Iel tersenyum penuh, lalu berlari kencang menuju kamar nya.

**

Debo menerawang langit-langit kamar nya. Ia senang karena mamanya ingin menjodohkan nya dengan gadis yang ia sukai. Namun ada sesuatu yang membuatnya agak keberatan dengan hal ini.

Debo mengeluarkan benda tipis pintar dari saku celana nya.

Woi anak monyet kesasar:p

P sih

Idih, cuek amat. Gak laku tau rasa lo.

Brsk.

Lagi apa lu?

Mau tdr, bye.

Jam dinding kamarnya menunjukkan pukul 11 pm, namun matanya sama sekali belum ingin menutup. Ia tidak tidur siang tadi, karena sibuk belajar.

Debo menghela nafas, ia hanya memikirkan satu kalimat keramat sekarang ini. Dan ini lebih penting dari segalanya.

Besok ujian matematika,njirr.

**

"Kenapa lo sembunyiin ini dari Ify sih, bang?!" Tanya Ify kesal.

"Gue bukannya mau nyembunyiiin dari lo, Fy. Suer dah. Gue cuman nggak mau lo sakit lagi gara-gara dia. Tapi sekarang gue bakal dukung lo kok, apapun itu. Bahkan kalo lo mau balik ke Rio. Gue dukung,"

Ify tersenyum lalu berlari kearah Iel, setelah tragedi marah-marahan, akhirnya hati seorang adik akan tetap melembut ketika kakaknya memberi semangat.

"Makasih bang," Ify melepas pelukan nya lalu menatap kakak kandung nya, "Lo suka sama kak Dea kan? Ayoo, ngaku lo! Akhirnya abang gue yang sebeku es batu ini bisa jatuh cinta juga, ahahaha." Ledek Ify.

Kebiasaan. Ledekan yang Ify lontarkan selalu membuat Iel merasa tenang saat Ify lupa ingatan. Untungnya, Iel adalah kakak kandung Ify. Karena jika bukan, bisa saja ia berdoa agar selamanya Ify lupa ingatan. Agar ledekan-ledekan seperti ini tak perlu terjadi.

"kata siapa? Jangan sok tau makanya,"
Iel mencoba untuk memasang wajah datar nya.

Ify menaikkan alisnya,
"Ah, boong nih. Tuh, pipinya merah kayak tomat busuk, ahahaha."

✈✈✈

Udah panjang kok, udah. Vote dulu, baru coment. Part selanjutnya bakal di up, besok malam, okey? Tapi kalo malam ini udah banyak yang vote, up nya malam ini🎉

I Need Your L❤veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang