Part 3

10.4K 686 40
                                    

 Zayn pulang larut hari itu.

 Katya meminta Zayn untuk menemaninya menonton pertandingan di layar datar, antara Chelsea dengan Swansea. Zayn sudah memohon bahwa dia tidak ingin melihat timnya bermain, tetapi Katya memaksanya dengan suaranya yang seperti sihir. Katya punya charmspeak yang berlaku Cuma buat Zayn, sepertinya. Karena Zayn selalu dengan senang hati melakukan apapun yang cewek itu inginkan, walau tanpa sadar sekalipun.

 Akhirnya, Chelsea menang 4-0. Katya senang dengan hasil tersebut. Zayn sebenarnya cukup bangga melihat tim kesayangannya berhasil, tetapi tentu ia tidak menunjukkan ekspresi apa-apa di depan Katya. Setelah siaran pertandingan itu selesai, mereka menonton opera sabun murahan di channel lokal. Zayn dan Katya sama sekali tidak memperhatikan adegannya, tetapi justru menertawakan hal-hal bodoh sambil sesekali meniru gaya pemeran-pemeran itu.

 “I thought you were good,” kata Katya sambil menirukan gaya seorang perempuan desa yang sedang menangis tersedu-sedu karena pacarnya yang ketahuan menyalahgunakan narkoba itu melakukan kesalahan bodoh lagi dengan kembali menyalahgunakan narkoba.

 Kemudian Zayn membalas, “For you, I am,” yang melenceng dari dialog di opera sabun itu dan membuat Katya terdiam. Zayn hanya tersenyum polos tanpa dosa, kemudian tak lama kemudian mereka tertawa lagi. That night was full of laughter.

 Sekitar jam 12, Katya tertidur di bahu Zayn. Zayn hanya memasang ekspresi datar, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tetapi Zayn ingin menikmatinya. Ia baik-baik saja kalau Katya Maguire tidur di bahunya sampai pagi. Bahkan sejujurnya ia rela kalau Katya tidur di bahunya selamanya. Zayn menahan godaan keras untuk menyentuh puncak kepala Katya dan membelai rambutnya. Ia tidak ingin membuat Katya terbangun.

 2 jam kemudian, Zayn memutuskan untuk memindahkan Katya ke kamarnya. Ia menatap cewek itu selama beberapa menit, kemudian memutuskan bahwa itu waktunya untuk pulang, dan makan malam terhebat dalam hidupnya sudah berakhir.

***

 Katya tersentak bangun, dan detik itu ia ingat semuanya.

 Ia ingat bahwa terakhir kali ia sadar ia sedang menonton opera sabun bersama Zayn, di ruang tengahnya. Tetapi sekarang ia sudah berada di kamarnya, dengan selimut yang menutupinya sampai ke dagu, pemanas ruangan yang sudah menyala, dan tv yang sudah dimatikan.

 Katya cepat-cepat keluar dari kamar dan berharap.....berharap.....semoga saja Zayn masih ada di sofa, sedang tidur atau apa, tapi ia yakin kalau itu mustahil. Zayn pasti sudah pulang ke rumahnya yang Cuma berjarak 3 langkah dari samping rumahnya. Katya benar-benar malu sampai ia bisa merasakan pipinya memanas.

 Bagaimana aku bisa tertidur, umpatnya dalam hati. Katya menyesali kebodohannya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk siap-siap. Ia bahkan tidak tahu siap-siap untuk apa, yang jelas ia ingin mandi dan membuang semua kesialannya.

 Tapi, itu sebenarnya bukan merupakan suatu kesialan. Katya benar-benar mengalami makan malam terhebat bersama seorang teman yang pernah ia rasakan sepanjang hidupnya. Ia merasa benar-benar bahagia. Ia merasa ia tidak perlu takut untuk menunjukkan siapa dirinya di depan Zayn Malik, walaupun itu akan mengusik cowok itu. Ia tidak takut untuk tertawa, untuk membuat wajah bodoh, bahkan ia sendiri tidak peduli apa yang Zayn pikirkan tentangnya. Katya merasa bebas menjadi dirinya di depan Zayn, dan Katya senang dengan hal itu.

 Katya mungkin tidak percaya soulmate, tetapi dia percaya takdir.

 Dia percaya kalau saat dia menabrak Zayn dengan Beetle nya malam itu, merupakan sebuah takdir. Dia percaya kalau bertemu dengan Zayn di Goodison Park kemarin juga merupakan sebuah takdir. Katya senang dia punya Zayn dalam takdirnya. Atau setidaknya, bertemu seorang Zayn Malik dalam takdirnya merupakan anugrah terindah dari Tuhan setelah mempunyai kakak seperti Aaron.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang