Part 36

6.5K 476 37
                                    

 “Kau masih bertengkar dengan Zayn?”

 Katya menoleh ke arah kakaknya yang sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya. Sekarang itulah kebiasaan Aaron—duduk diam di depan komputer sambil makan kue kering dan minum kopi. Semenjak Aaron pindah ke London, ia benar-benar tidak pernah sibuk dan Katya cukup senang dengan hal itu.

 “Mungkin,” jawab Katya tak acuh.

 “Apa dia masih mencoba menemuimu?”

 “Ya, dia menjemputku beberapa kali di Oxford,” kata Katya sambil menggigit apelnya. “Tetapi sayangnya aku bawa mobil, jadi aku menolak untuk pulang dengannya. Barusan dia menelponku tetapi tidak kuangkat. Paling hanya memberitahu kalau dia akan ke Manchester siang ini.”

 “Astaga, Katya.”

 Katya duduk di samping Aaron. “Aku tahu itu jahat,” kata Katya. “Tetapi aku kesal padanya, Aaron. Dia harusnya memberitahu masalahnya padaku. Maksudku, itu kan gunanya punya pacar? Kita harusnya menyelesaikan masalah bersama-sama.”

 “Aku tidak ingin ikut campur,” Aaron tersenyum singkat. “Menurutku Zayn adalah orang yang baik. Mungkin masalah itu benar-benar serius dan menyangkut dirimu, jadi ia tidak bisa mengatakannya kepadamu.”

 “Mungkin.”

 “Omong-omong, kapan kau masuk kuliah lagi?” tanya Aaron. “Aku bersedia mengatar dan menjemputmu kapan saja. Sekarang aku punya seluruh waktu di dunia untuk diriku sendiri dan aku mulai bosan duduk diam di tempat ini tanpa melakukan apa-apa.”

 Katya tersenyum lebar. “Bilang saja kau hanya ingin bertemu dengan Cassie,” goda Katya.

 “Memang, sih.”

 “Aaaah lucunya,” Katya tertawa. “Kapan kau akan meminta Cassie untuk menjadi pacarmu? Kalian sangat cocok, tahu. Cassie juga sepertinya suka padamu.”

 Aaron mengangkat bahu. “Dia sudah punya pacar.”

 “Benar juga,” gumam Katya.

 “Tapi aku tidak akan menyerah.”

 “Jadi kau benar-benar suka pada Cassie, ya?” kata Katya lagi. “Astaga, Aaron. Aku mendukungmu. Kau harus cepat-cepat punya pacar supaya bisa menikah dan aku akan punya ponakan yang lucu-lucu.”

 “Astaga, itu masih lama sekali.”

 Katya menyeringai. “Lihat saja nanti.”

***

 Gooool! 1-0 untuk Manchester City!

 Thibaut gagal menghalau tendangan penalty itu, membuat Chelsea ketinggalan satu angka. Waktu tinggal 10 menit lagi, dan membuat kedudukan menjadi seri saja sudah mustahil, apalagi membuat Chelsea menang dengan skor 2-1.

 Zayn dipasang menjadi starter sesuai dengan janji Jose Mourinho. Menurutnya, ia bermain tidak begitu bagus hari itu, tetapi setidaknya Zayn dan Eden bekerja sama mengancam gawang Joe Hart beberapa kali walaupun tidak berbuah gol.

 Jose Mourinho memanggil Zayn dari kursi cadangan. Pria itu memberi tahu wasit kalau akan ada pergantian pemain, lalu memberi isyarat pada Zayn untuk bersiap. Zayn melirik sekilas ke arah Willian yang akan menggantikannya, kemudian mengangguk.

 Satu menit kemudian, wasit mengangkat papan pergantian pemain. Penonton bertepuk tangan saat Zayn berjalan keluar dari lapangan, tetapi ia hanya menunduk. Ia memeluk Willian tepat sebelum cowok itu berlari masuk ke dalam lapangan.

 “Good job.”

 Zayn melirik sekilas ke arah Jose Mourinho, kemudian mengangguk. Zayn duduk di kursi cadangan tepat di samping Petr Cech yang kebetulan dicadangkan hari itu.

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang