Part 54

4.9K 421 32
                                    

Sekitar jam 12 kurang, Katya mendengar suara pintu diketuk. Katya awalnya ragu apakah itu Zayn atau bukan karena ia tidak mendengar suara mesin mobil Zayn, tetapi Katya akhirnya tetap membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, di hadapannya ada Zayn. Cowok itu menyeringai lebar dengan rambut hitamnya yang acak-acakan, dan ujung celana jinsnya yang basah terkena salju. Zayn mencium pipi Katya tepat sebelum melangkah ke dalam rumah lalu menutup pintu.

“Maaf terlambat,” kata Zayn. Zayn berjalan ke arah dapur. Ia membuka kulkas, mengeluarkan sekotak jus jeruk, menuangkannya ke gelas kaca, kemudian meminumnya. “Kau taulah. Jalanan agak gelap jadi aku harus menyetir ekstra pelan-pelan.”

Katya tersenyum. “Aku senang kau pulang.”

“Aku kan pasti pulang.”

“Aku senang kau rela menyetir ekstra pelan-pelan sendirian di tengah badai salju, hanya untuk pulang,” kata Katya sambil menyeringai. “Omong-omong, kau tidak mau mandi? Atau tidur? Atau makan?”

Zayn mengangkat bahu. “Aku mandi saja.”

“Kusiapkan air hangat, ya.”

“Katya, aku bukan anak kecil,” gerutu Zayn. “Aku bisa mandi pakai air biasa, tahu.”

Katya berdecak. “Tapi ini sedang musim dingin, Zayn. Kau bisa terkena hipotermia. Kau bisa langsung mati ditempat. Lagipula tadi kau kan tidak memakai jaket saat diluar. Biarkan saja sih aku menyiapkan air panas untukmu mandi.”

“Percuma saja kalau kau tidak mandi bersamaku.”

“Apa?”

Zayn menggeleng. “Tidak.”

“Zayn,” panggil Katya. “Apa?”

“Tidak, Kat,” kata Zayn kemudian. “Sudah, ah. Aku siapkan air panas untukku sendiri saja. Kau tunggu di kamar, oke? Aku mandi sebentar.”

Katya mendengus sebal. “Oke.”

“Cium aku.”

“Tidak mau.”

Zayn mengangkat sebelah alisnya. “Yakin, nih?”

Katya kadang bertanya-tanya kenapa Zayn selalu sulit ditolak. Cowok itu kini hanya menatapnya dengan senyum jahil yang terhias di wajahnya. Typical Zayn, gerutu Katya dalam hati.

Walaupun Katya bersungut-sungut, Katya tetap mencium Zayn. Dan tentu saja itu dilakukannya dengan senang hati.

***

Semakin hari, semakin Zayn memperhatikan, sepertinya Katya semakin pucat. Katya jadi jarang makan, jarang berbicara, jarang tertawa seperti biasanya. Aaron sudah mengunjungi Katya beberapa kali untuk menyuruh Katya makan, tetapi tetap saja Katya tidak mau makan.

Zayn jadi khawatir. Khawatir dengan Katya, dan calon anaknya juga.

Tadi pagi Zayn menelpon Aaron, meminta tolong kepada cowok itu untuk menemani Katya dan membujuk Katya untuk makan. Aaron bilang dia bersedia, jadi Zayn sedikit merasa lega. Pasalnya, hari ini Zayn akan latihan fisik. Ia bisa-bisa pulang malam.

Sekarang Zayn sedang istirahat. Ia sedang duduk di cafe bersama Petr. Dari seluruh teman-temannya di tim, Petr-lah orang yang paling dekat dengan Zayn. Petr memang 10 tahun lebih tua daripada Zayn, tetapi mereka sering mengobrol seperti orang yang seumuran.

“Jadi,” Petr berdehem. “Ada apa?”

Zayn mengangkat bahu. “Istriku hamil,” kata Zayn. “Tetapi, begitulah. Dia jadi jarang makan, dan sebagainya. Aku tidak tahu harus apa.”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang