Part 59

4.9K 449 86
                                    

Zayn merasa sehampa malam.

Ia hanya menatap kosong jas putih Dr. Flynn saat pria itu dengan gembira dan penuh duka mengemukakan bahwa anak perempuannya—Alaska—telah lahir. Alaska sekarang berada di kamar bayi dan sedang mendapatkan perawatan.

Dr. Flynn tidak menyebut-nyebut kalau ibu Alaska telah mengorbankan nyawanya untuk anak itu, tetapi toh Dr. Flynn tidak perlu mengatakan apa-apa untuk memperjelas semuanya. Semuanya sudah sangat jelas.

Zayn merasakan kedua lututnya mulai lemas.

Di sampingnya, Aaron, hanya menatap bergantian antara Zayn dengan Dr. Flynn. Aaron awalnya diam saja, tetapi lama kelamaan cowok itu mulai tumbang ke lantai, persis seperti habis mendapat satu tembakan tepat di jantung.

Zayn bisa mendengar Aaron terisak, tetapi ia diam saja.

Beberapa detik berselang, Zayn masih tidak bisa berkata apa-apa. Semuanya terlalu besar untuk dicerna oleh akalnya. Yang ia ingat adalah semalam ia makan malam romantis dengan Katya, pagi-pagi Katya sakit, dan sekarang.....

Sekarang, dia sudah tidak ada lagi.

Tidak ada Katya artinya tidak ada seseorang yang akan menjadi alasan Zayn untuk menjadi orang yang menyenangkan. Artinya, Zayn bisa-bisa berubah menjadi super menyebalkan seperti dirinya yang lama.

Atau super menyedihkan. Yang mana saja.

Setelah satu menit yang panjang, Zayn baru mendapatkan kesadarannya kembali. Ia mengingat semuanya dengan detail, bagaikan potongan-potongan film. Zayn ingat dia baru saja keluar dari ruangan itu sekitar 20 menit lalu.

Ia ingat ia melihat Katya disana, untuk yang terakhir. Ia ingat bagaimana wajah Katya begitu pucat, begitu membuatnya takut tetapi membuatnya lega disaat yang sama. Ia ingat senyum Katya yang terakhir—yang ditujukan kepadanya.

Zayn ingat ia berkata kalau seandainya Katya ingin kembali kepadanya, ia akan selalu berada di depan pintu. Sungguh pengandaian yang payah karena ia sudah tahu Katya tidak akan pernah kembali kepadanya lagi.

Walaupun ia menangis meraung dan meminta kepada Tuhan untuk mengembalikan Katya, tetap saja. Takdir mengkhianatinya. Ia sudah kehilangan Katya.

Dengan satu gerakan bodoh, Zayn membuka pintu putih itu. Di atas ranjang masih ada Katya, tetapi bedanya, Katya tidak tampak seperti Katya yang biasanya. Katya tampak......tidak hidup.

Bodoh, gumamnya dalam hati.

Zayn dapat merasakan perlahan-lahan pandangannya mengabur, dan tenggorokannya tercekat. Rasanya masih sulit mencerna indera pengelihatannya kini. Ia masih sulit mempercayai apa yang dilihatnya.

Katya tampak begitu pucat. Ia tertidur seperti seorang putri. Dadanya tidak naik turun layaknya orang bernapas. Walaupun begitu, wajahnya tetap wajahnya. Cantik, seperti seorang dewi. Seperti malaikat.

Mungkin Katya memang adalah malaikatnya yang dikirim Tuhan untuk memperbaiki dirinya. Dan sekarang, saat Zayn sudah menjadi pribadi yang lebih baik, Tuhan mengambil malaikatnya. Padahal Tuhan tau kalau Zayn membutuhkannya.

Saat itu Zayn merasa serapuh kayu yang habis dibakar, seolah dengan satu sentuhan saja ia sudah akan terbang tertiup angin. Zayn merasa bingung, sedih, marah, kecewa, semuanya berpadu sampai ia tidak bisa merasakan apa-apa.

Seseorang menepuk pundak Zayn, jadi Zayn menoleh.

“Ayo, Zayn,” kata Dr. Flynn. “Kita tengok Alaska.”

***

“Dia...teman yang baik,” Cassie terisak dalam pembacaan euloginya. “Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang sebaik dan setulus dia. Aku berharap, keluarga yang ditinggalkan dapat menerima kepergiannya dengan tabah.”

For You, I am.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang